SISTEM ETIKA GLOBAL


Sistem Etika Global
I.                   Pendahuluan
Dalam kehidupan manusia, banyaklah terjadi permasalahan-permasalahan yang ada. Yang namanya kehidupan tidak bisa terlepas dari masalah. Hanya benda mati saja yang tidak memiliki permasalahan dalam ekisitensinya. Permasalahan tersebut bisa saja masalah yang biasa-biasa saja dan dengan masalah yang hampir membuat segala sesuatunya dapat berubah dari posisi awal. Begitu juga dengan kehidupan manusia di sela-sela aktivitasnya. Seperti masalah Agama yang mampu membuat geger banyak orang dalam berfikir. Banyak orang yang berfikir jika terjadi sesuatu saja pada Agama, atau suatu apapun yang terjadi dalam ranah kepercayaan, maka hal itu akan memicu terjadinya permasalahan-permasalahan yang lain. Dan secara tidak sadar, ternyata manusia mengalami kekrisisan dalam hidupnya. Manusia tidak lagi diperlakukan seperti sesuai dengan keberadaaanya. Meskipun pada akhirnya manusia menyadari akan hal itu. Sistem Etika Global, yang menjadi bukti, bahwasanya ada suatu usaha yang dilakukan oleh orang-orang yang mengganggap hal ini penting. Apa itu Etika Global, apa yang menjadi latar belakangnya dan dasar pemikirannya, akan kita bahas pada waktu ini. semoga bermanfaat.
II.                Pembahasan
2.1. Pengertian Etika dan Global
2.1.1.      Etika
Kata Etika berasal dari beberapa kata Yunani yang hampir sama bunyinya, yaitu Ethos dan ethos atau ta ethika. Kata ethos artinya kebiasaan, adat. Kata Ethos dan ethikos lebih berarti kesusilaan, perasaan batin, atau kecenderungan hati dengan mana seseorang melaksanakan sesuatu perbuatan.[1] Menurut KBBI, Etika adalah ilmu tentang yang baik dan yang buruk dan tentang kewajiban sosial.[2] Jadi etika adalah ilmu yang menyelidiki dan memberi norma dan pedoman bagaimana seharusnya manusia bertingkah laku dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.2.      Global
Pengertian dari kata global sendiri menurut KBBI ialah umum atau keseluruhan.[3] Jika dikatakan global, maka sudut pandang yang ada ialah berkaitan dengan seluruh dunia dan menyeluruh. Bukan hanya pandangan sebuah Negara atau lainnya. Namun pandangan yang luas.[4]
2.2. Pengertian Sistem Etika Global
Istilah ini menunjuk pada studi mengenai bagaimana dunia yang kita kenal dipahami di dalam dan melalui  pengalaman hidup kesadaran manusia ketimbang  melalui proses pemahaman ilmiah-rasional.[5] Penekanan sistem Etika Global adalah bagaimana kita memperlakukan yang lain dan interaksi dengan orang lain terutama dalam hal etis. Etika Global tidak diarahkan untuk melawan siapapun, namun mengundang mereka baik yang beriman atau tidak, untuk menjadikan etika milik bersama dan berbuat sesuai dengannya.[6] Etika Global  bermula dari asumsi bahwa sebagai manusia kita telah terlibat dalam masyarakat global, entah kita mengetahui atau tidak. Dengan kata lain, Etika Global merupakan sebuah tanggapan terhadap konteks global yang baru. Tanggapan etis ini dianggap bermanfaat bagi keseluruhan, yaitu bagi manusia, alam, dan keseluruhan  yang ada di planet ini, yang merupakan titik berangkat yang normatif. Dengan memahami kenyataan global, kita dimungkinkan untuk menuju masa depan, menuju apa yang secara ideal dicita-citakan bersama. Sebab pada dasarnya dengan Etika Global, kita dimungkinkan untuk menuju masa depan, menuju apa yang secara ideal dicita-citakan bersama. Sebab pada dasarnya, Etika Global mengacu pada sikap moral manusia yang paling mendasar.[7]
2.3. Latar Belakang Munculnya Etika Global
Etika Global timbul dikarenakan adanya dehumanisasi, yaitu krisis kemanusiaan yakni tidak memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Dan hal ini terjadi disebabkan berbagai perbedaan, termasuk atas nama Agama. Maka timbul pertanyaan pada setiap pikiran manusia, “apakah pengajaran Agama membenarkan tindakan yang demikian terhadap sesama? Apakah tidak ada ajaran dari Agama-agaman yang menjadi dasar untuk bersikap dan memperlakukan sesama manusia?” Nyatanya ada. Maka tokoh-tokoh Agama besar di dunia  memprakarsai atau mengusahakan untuk menjadikan dasar dari Agama-agama besar di dunia menjadi dasar Etika bersama (global).[8]
Dalam hubungan dengan keadaan yang memprihatinkan dari penderitaan dunia ini, dan dalam hubungan dengan krisis kemanusiaan dan ekologi yang menjadi-jadi yang mengancam semua bangsa, ada sekelompok orang yang berusaha merumuskan suatu Etika Global yang bertujuan membuat suatu hal, yang dapat dipakai sebagai dasar, dan dapat menuntun sikap bersama untuk mengatasi semua krisis yang ada.[9] Pada tahun 1893 untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia dilangsungkan sebuah pertemuan global bagi para pemeluk  (khususnya pemimpin) agama-agama di dunia, Chicago. Pertemuan ini yang kemudian dikenal dengan nama Parlemen Agama-agama Dunia (The world’s Parliement of Religions). Tepat pada 100 tahun kemudian, di kota yang sama diadakan sebuah peringatan 100 tahun, parlemen tersebut terjadi dengan diadakannya sebuah parlemen yang sama dengan peserta yang jauh lebih luas, dan pokok pembicaraan yang berbeda pula. Parlemen ini menghasilkan sebuah dokumen penting yang disebut menuju etik global: sebuah deklarasi awal ( towards a global eticks ): an inicial declaration)[10]. Situasi historis yang terjadi pada masa itu yaitu perang dunia I, Revolusi Cina, di India ada gerakan anti-kekarasan oleh Mahamat Gandhi, Gerakan Zionisme Israel, persaingan antara Unisoviet dan Amerika.[11] Parlemen Agama-agama Dunia tahun 1993 di Chicago itu telah mengusahakan konsensus atas sebuah Etika Global.[12]
Termasuk dalam hal Agama, tidak akan lepas. Etik Global berupaya menghidupkan sumber daya moral dan spiritual dari semua kelompok Agama dan etik berdasarkan persoalan etik dunia yang tidak gampang terkena imbas politik. Sehingga perlu disusun sebuah etik yang melandasi posisi sejarah yang baru ini bagi kesejahteraan dan kebahagiaan bersama. Antara lain;
1.      Etik Global harus mengandung nilai-nilai yang mengikat, yaitu kriteria yang tidak bisa dibatalkan begitu saja, serta sikap dasar yang mendalam.
2.      Etik Global harus mampu menjaga konsensus atas antaragama.
3.      Etik Global harus bersifat kritis terhadap diri sendiri
4.      Etik Global harus mempunyai pijakan kuat pada kenyataan dalam kenyataan
2.4. Dasar  Etika Global
 Hans kung menyepakati apa yang menjadi dasar Etika Global, yaitu :
1.      Etika global masuk kedalam level Etis yang paling mendasar, nilai-nilai yang mengikat, serta sikap-sikap dasariah yang paling fundamental.
2.      Etika global menjadi sebuah konsesnsus bersama agama-agama namun mereka juga tidak terhisap dalam satu tradisi iman tertentu.  Etika global tidak hanya mengarah kepada satu agama saja, sebaliknya etika global muncul sebagai konsensus dari semua agama yang ada, yang masing-masing berupaya memberikan sumbangannya.
3.      Etika global bersifat otokratis, artinya bukan saja mengalamatkan kepada dunia tetapi juga kepada “ agama-agama” itu sendiri.
4.      Etika Global terkait dan berpijak kepada kenyataan dan isu konkret.
5.      Etika Global dapat dipahami secara umum, artinya adalah pemakaian jargon bahasa ilmiah disingkirkan, setidaknya para pembaca surat kabar dapat mengerti.
6.      Etika global harus memililki pendasaran Religius, pada saat yang sama etika global dapat dipandang oleh setiap agama dari masing-masing traidisi yang ada.
2.5.  Prinsip-prinsip Etika Global
Dunia yang sedang mengalami krisis fudamnetal: krisis ekonomi, krisis ekologi, dan politik yang terjadi secara global membuat sebuah visi yang dapat menjauhkan perempuan dan laki-laki dari keputusasaaan, dan menjauhkan masyarakat dari kekacauan dengan cara mengikatkan diri dengan ajaran dan praktik agama-agama dunia, mengakui adanya suatu konsensus di antara agama-agama yang bisa menjadi dasar etik global-sebuah konsensus fundamental minimum, yang berkaitan dengan nilai yang mengikat, standar-standar yang tidak bisa diganggu gugat, dan sikap moral fundamental.[13]

2.5.1.      Tidak ada Tatanan Global Baru Tanpa Etik Global Baru
Sebagai mahkluk beragama atau mahkluk spiritual, manusia mendasarkan kehidupan pada realitas mahatinggi, mengambil kekuatan spiritual dan harapan dariNya, melalui doa atau meditasi. Meskipun saat ini manusia memiliki sumber daya ekonomi, budaya, dan spiritual yang mencukupi untuk membangun tatanan global yang lebih baik, namun ketegangan etnik, nasional, sosial, dan ekonomi, dan agama yang lama maupun yang baru masih tetap mengancam bangunan perdamaian dunia. Banyak orang terancam dengan kehancuran ekonomi, kekacauan sosial, marginalisasi politik, bencana ekologi, dan kehancuran moral. Dalam situasi global yang dramatis itu, umat manusia memerlukan visi tentang kehidupan bersama secara damai, tentang kehidupan bersama secara damai, tentang kebersamaan di antara berbagai kelompok agama dan wilayah yang berbeda bagi perawatan bumi.
2.5.2.      The World'an Fundamental: Setiap Manusia Harus Diperlakukan Secara Manusiawi
Manusia harus merasa punya keharusan, demi kesejahteraan global, untuk mengungkapkan apa dan bagaimana seharusnya elemen-elemen fundamental dari etik global – bagi individu, komunitas maupun organisasi, bagi Negara maupun agama-agama itu sendiri. Manusia sadar bahwa agama-agama tidak bisa memecahkan problem lingkungan, ekonomi, politik, sosial dari bumi. Akan tetapi agama-agama bisa memberikan apa yang secara pasti tidak bisa dicapai semata-mata oleh perencanaan ekonomi, program-program politik atau regulasi hukum. Kemanusiaan secara urgen memerlukan reformasi sosial dan ekologis, namun ia juga harus secara urgen memerlukan pembaharuan spiritual. Kekuatan spiritual agama-agama dapat menawarkan makna fundamental akan kepercayaan, landasan makna, standar ultimo dan rumah spiritual. Di dalam etik global ini manusia ingin mengingatkan adanya suatu norma etik yang tidak bisa diganggu gugat dan berlaku universal. Ia tidak boleh membelenggu atau merantai, namun membantu dan mendorong orang-orang untuk menemukan dan merealisasikan kembali arah, orientasi, dan makna kehidupan mereka. Ada sebuah prinsip telah terdapat dalam banyak tradisi keagamaan dan etika kemanusiaan selama beribu-ribu tahun. Apa yang kamu tidak ingin orang lain lakukan kepadamu, jangan lakukan pada orang lain! Atau dalam terma posotif. Apa yang ingin kamu lakukan untuk dirimu sendiri, lakukanlah pada orang lain.


2.5.3.      4 Petunjuk yang Tidak Terbatalkan
·         Komitmen pada budaya non-kekerasan dan hormat pada kehidupan
·         Komitmen kepada budaya solidaritas dan tata ekonomi yag adil
·         Komitmen pada budaya toleransi dan hidup yang tulus
·         Komitmen pada budaya kesejajaran hak dan kerjasama antara laki-laki dan perempuan.
2.6. Tokoh Yang  Memprakarsai Sistem Etika Global
Hans Kung
Pastor Hans Küng (lahir 19 Maret 1928 di SurseeCanton Lucerne), adalah seorang teolog Swiss terkemuka, dan penulis yang produktif. Pada awal tahun 1990-an Küng memulai sebuah proyek yang dinamai Weltethos (Etika Global), yang merupakan upaya untuk menggambarkan kesamaan di antara agama-agama dunia (ketimbang menekankan hal-hal yang membedakan mereka) dan menyusun suatu susunan peraturan perilaku minimal yang dapat diterima oleh setiap orang. Visinya tentang suatu etika global terwujud dalam dokumen yang rancangan awalnya disusun oleh Küng, Menuju suatu Etika Global: Suatu Deklarasi Awal. Deklarasi ini ditandatangani pada Parlemen Agama-agama Dunia tahun 1993 oleh banyak pemimpin agama dan spiritual dari seluruh dunia. Sejak 1995 ia menjadi Presiden dari Yayasan untuk Etika Global (Stiftung Weltethos).
Hans Kung mendasarkan etika globalnya pada agama dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, meskipun menyadari bahwa dalam diri agama terkandung potensi konflik yang dapat dipicu oleh heterogenitas ajarannya. Agama tetap otoriter  sekaligus paling mampu menjadi dasar ontologis etika yang bersifat universal dan absolute.[14] Ungkapan Hans Kung yang terkenal yaitu “Tak ada perdamaian dunia tanpa perdamaian antar agama”. Satu pihak, ungkapan ini berarti bahwa perdamaian-perdamaian antar agama menjadi prasyarat bagi perdamaian dunia. Namun di pihak lain, ungkapan itu bisa diartikan bahwa perdamaian dunia tersebut sekaligus merupakan lingkungan yang kondusif bagi perdamian antaragama. Kesatuan global dari manusia menyebabkan perlunya suatu dasar bersama yang memberi kaidah-kaidah etik guna menyusun suatu masyarakat yang benar-benar manusiawi.[15]


2.7. Kritik Etika Kristen Terhadap Sistem Etika Global
 Etika global dapat diterima dalam etika kristen karena dalam etika global menekankan nilai-nilai kemanusiaan,  agama-agama ditempatkan berhadapan dengan tuntutan untuk bertanggung jawab terhadap nasib kehidupan masyarakat. Tujuan dari etika kristen dan global sama, sama-sama memperakukan manusia secara manusiawi sebagaimana manusia itu memiliki harkat dan martabat berdasarkan ajaran masing-masing. Hanya dasar dalam melaksanakan etika global adalah kasih Allah, bukan humanisme. ( Bnd. Mat 22, Yoh. 13: 34, dan 36). Dan kasih yang dimaksud adalah kasih yang tidak terbatas bagi semua orang ( Bnd, 3 Ptr 1: 7, Gal 6: 10 ).[16]
III.             Kesimpulan  
Etika Global merupakan sebuah sistem yang sangat menekankan nilai kemanusiaan. Bukan hanya kemanusiaan saja, tapi ssitem Etika Global ini menjunjung tinggi juga nilai Agama. Itulah sebabnya system Etika yang satu ini diterima oleh Etika Kristen. Jika dilihat, dari latar belakang terbentuknya system ini, ialah diawali dengan terjadinya peristiwa kriris di antara manusia-manusia dan agama-agama. Hal inilah yang menjadi faktor utama mengapa Etika Global ini terbentuk. Sistem Etika Global inilah yang menggambarkan bahwasanya masih ada orang-orang atau pihak lain yang sangat peduli dan prihatin akan hal ini. Etika Global sangatlah bermanfaat bahkan memilki arti yang besar bagi kehidupan manusia sebagai mahkluk sosial. Etika Global dalam eksistensinya mampu mengatasi permasalahan Agama yang dianggap jika ini terjadi, maka masalah lainnya juga akan timbul kembali. Hans Kung yang memprakarsai system ini, adalah tokoh yang menjadi bukti bahwa Sistem Etika Global terbentuk dan sukses dalam bidangnya.





IV.             Daftar Pustaka
……KBBI Balai Pustaka
Knitter ,Paul F., Satu Bumi Banyak Agama, Jakarta: BPK-GM, 2012
Kung Hans & Karl-Josef Kuschel, Etika Global, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1999
Malau, Ipo Sunarsya, Catatan Rekaman Akademik Etika I oleh Kaleb Manurung M.Th, Medan: STT AS, 2017
Prasetya, Joas Adi, Mencari dasar bersama: etik global dalam kajian postmodernisme dan pluralisme agama, Jakarta: BPK GM, 2002 
Verkuyl, J. Etika Kristen Bagian Umum, Jakarta: BPK-GM, 2012
Sumber Lain:
https://id.wikipedia.org/wiki/Hans_K%C3%BCng, diakses pada tanggal 12 April 2018 pukul 00:45
http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-global/, diakses pada tanggal 12 April 2018 pukul 9:34 
           



[1]J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 1
[2]……KBBI (Balai Pustaka)
[3]….KBBI (Balai Pustaka)
[4]http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-global/, diakses pada tanggal 12 April 2018 pukul 9:34 
[5] [5]J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, 41
[6]Hans Kung & Karl-Josef Kuschel, Etika Global, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1999), xxxi-xxxiii
[8] Ipo Sunarsya Malau, Catatan Rekaman Akademik Etika I oleh Kaleb Manurung M.Th, (Medan: STT AS, 2017)
[9]Paul F. Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 101
                [10] Joas Adi Prasetya, Mencari dasar bersama: etik global dalam kajian postmodernisme dan pluralisme agama, ( Jakarta: BPK GM, 2002 ), 108
                [11] Ibid, 128-129
[12]Joas Adiprasetya, Mencari Dasar Bersama, etik global dalam kajian postmodrenisme dan pluralism agama, 108
[13]Hans Kung & Karl-Josef Kuschel, Etika Global, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1999), 9-11
[14]https://id.wikipedia.org/wiki/Hans_K%C3%BCng, diakses pada tanggal 13 April 2018 pukul 12:45
[15] Joas Adiprasetya, Mencari Dasar Bersama, etik global dalam kajian postmodrenisme dan pluralism agama, xvii-xviii
[16] Ipo Sunarsya Malau, Catatan Rekaman Akademik ETIKA I Oleh Kaleb Manurung, M.Th,  ( Medan : STT AS, 2017 )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Gereja Di Cina

Tafsiran Naratif Ezra 10:1-6

Tafsiran Metode Historis Krtis: Markus 4:1-20