Etika Tentang Kebebasan Dan Ketaatan


   Kebebasan dan Ketaatan terhadap Hukum Tuhan sebagai Dasar Etika Kristen
I.                   Pendahuluan
II.                Pembahasan
2.1  Pengertian Etika Kristen
Pada pengertian yang paling dasar “etika” adalah system nilai pribadi yang digunakan memutuskan apa yang benar, atau apa yang paling tepat, dalam suatu situasi tertentu, memutuskan apa yang sesuai dengan sisitem nilai yang ada dalam masyarakat, organisasi dan diri Pribadi. Secara Etimologis, istilah “etika” berasal dari kata bahasa Yunani “ethos” (bentuk jamak dari kata “taetha”) yang artinya adat kebiasaan, cara berpikir, akhlak, sikap, watak, cara bertindak.[1]
2.2  Pengertian Kebebasan
Kebebasan merupakan kemerdekaan, suatu keadaan manusia yang bebas dalam bertindak dan berjuang untuk dirinya. Apabila kita mendengar istilah kebebasan, maka yang pertama kita pikirkan adalah bahwa orang lain tidak memaksa kita untuk melakukan sesuatu yang melawan kehendak kita.[2] Kebebasan dalam Arti mendasar, yaitu bahwa kita mampu untuk menentukan diri sendir atau tindakan kita sendiri. Itu karena kita mempunyai kemampuan. Tetapi kemampuan itu rusak akibat Dosa tetapi tidak hancur karena kita sudah dibebaskan oleh karya penyelamat Kristus (Gal 5:5-13; 1 Pet 2:16). [3]
2.3  Pengertian Ketaatan
Arti kata Taat adalah Senantiasa tunduk kepada Tuhan, pemerintah yang ada di dunia ini. Ketaatan adalah bagian atau bukti dari iman. Bisa saja ketaatan didasarkan atas motivasi tertentu, tetapi tidak ada cara lain untuk mewujudkan iman kecuali dengan ketaatan.
2.4  Pengertian Hukum
Dalam Kamus Bahasa Indonesia dikatakan hokum adalah peraturan dibuat seorang penguasa (pemerintah) atau adat yang berlaku bagi semua orang disuatu masyarakat (Negara), undang-undang yang mengatur pergaulan hidup masyarakat.[4] Jika dalam arti temurun hukum adalah cara bertindak atau bereaksi secara tetap. Hukum juga dapat dipandang sebagai sesuatu kegiatan yang bersifat menuntun hidup dan tindakan seseorang.[5] Hukum adalah peraturan atau adat yang resmi dianggap mengikat yang dilakukan oleh penguasa atau pemerintah.[6] Dalam arti umum Hukum adalah cara bertindak atau bereaksi secara tepat, ini dapat dipandang sebagai aturan kegiatan yang menuntun hidup dan tindakan seseorang.[7]
Hukum menurut Kristen, adalah Hukum merupakan terjemahan dari bahasa Ibrani yaitu Torah yang sama artinya dengan “Taurat” dan diterjemahkan dalam Undang-Undang. Torah berarti mengajar, menujukan. Torah dalam hal ini adalah petunjuk-petunjuk Ilahi atau Keputusan Ilahi (1 Samuel 23:29). Torah dipandang sebagai suatu anugrah kasih setia Tuhan, sebagai tanda bukti bahwa ia memelihara Umatnya. Dalam Arti harafiah, hukum memiliki arti yang sama dengan Wahyu yang disampaikan Allah kepada bangsa Israel untuk mengatur tingkah lakunya.[8]
2.5  Kebebasan dan Tanggung Jawab
Suatu perbuatan baru dapat dikatagorikan sebagai perbuatan yang dapat dinilai berakhlak, apabila perbuatan tersebut dilakukan atas kemauan sendiri, bukan paksaan dan bukan pula di buat-buat dan dilakukan dengan tulus ikhlas. Untuk mewujudkan perbuatan yang baik, maka ciri-cirinya demikian baru bisa terjadi apabila orang yang melakukannya  memiliki kebebasan atau kehendak yang timbul dalam dirinya sendiri.Dengan demikian perbuatan yang berakhlak itu adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja secara bebas. Disinilah letak  antara kebebasan dan perbuatan. Selanjutnya perbuatan akhlak juga harus dilakukan atas kemauan sendiri bukan paksaan. Perbuatan yang seperti inilah yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya dari orang yang melakukannya. Di sinilah letak hubungan antara tanggung jawab dengan akhlak. Dalam hal itu perbuatan juga harus muncul dari keikhlasan hati yang  melakukannya, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada hati nurani, maka hubungan akhlak dengan kata hati menjadi demikian penting.[9]
Dengan demikian, masalah kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani adalah merupakan faktor dominan yang menentukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki. Disinilah letak hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani dengan akhlak. Karenanya dalam membahas akhlak seseorang tidak dapat meninggalkan pembahasan mengenai kebebasa, tanggung jawab dan hati nurani.[10]
2.6  Hubungan Kebebasan dan Ketaatan dengan Hukum Tuhan
Hukum dan kebebasan adalah dua hal yang sangat berbeda yang menjadi pertanyaan, bagaimana kedua hal ini dapat bersatu? Hukum adalah suatu aturan yang harus ditaati. Akan kepatuhan pada hukum harus disertai dengan sikap kasih kepada sesame dan ketaantan kepada Allah.[11] Allah menciptakan manusia sebagai satu pribadi yang mempunyai kehendak. Dan kehendak ini mendasari di dalam membuat pilihan dan keputusan. Setelah Allah menciptakan manusia, Allah memberikan kebebasan berkehendak (free will). Kebebasan yang Allah berikan adalah kebebasan untuk melakukan  kehendak tetapi haruslah disertai dengan tanggungjawab dan tanggung jawab itu nyata dari perintah yang Allah berikan, apakah taat atau tidak. Ternyata manusia memilih jalan yang lain dimana kebebasan itu disalahgunakan sehingga membuat mereka pun terikat dan diperhamba oleh dosa. Hal ini berarti diperlukan sesuatu untuk membebaskan manusia dari keterikatan itu. Oleh karena kasih Allah dan kematian-Nya membayar lunas pembebasan umat-Nya dari perhambaan (1 Kor. 6:20; 7:22).[12]
Orang Kristen tidak lagi berada di bawah hukum taurat (Rom. 6:4), tetapi ini tidak berarti pula bahwa orang Kristen hidup tanpa hukum dalam hubungan dengan Allah. Jadi dapat dikatakan kemerdekaan yang dimiliki orang Kristen adalah kemerdekaan dalam Kasih (Gal 5:13). Yesus Kristus mengatakan “Aku datang bukan untuk menghapuskan Hukum Taurat”, artinya Yesus bukan ingin membuat hukum yang baru, tetapi semua itu dilakukan Yesus untuk menggenapi Hukum Taurat. Itu berarti segala tuntutan tersebut telah digenapi di dalam Yesus Kristus, maka setiap orang yang percaya di dalam Yesus Kristus dimampukan untuk melakukan Hukum Taurat karena dasar hukum kasih. Jadi sekarang kita melakukan Hukum Allah bukan karena terpaksa tetapi karena kasih. Dengan kata lain, melakukan hukum Allah adalah merupakan kewajiban orang Kristen melalui cara dengan kebebasan yang benar melakukan perintah atau hukum Allah atau Hukum Allah yang member kebebasan dalam kebenaran kepada manusia, serta dilakukan bukan karena keterpaksaan tetapi dengan ketaatan terhadap kewajiban yang didasari oleh kasih Allah. Sebab perintah atau Hukum Allah adalah kasih mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusai dengan dasar Allah terlebih dahulu mengasihi manusia.[13]
Maka Hukum dan kebebasan merupakan hal yang sangat penting dalam hidup dan diri manusia, dimana setiap manusia memiliki kebebasan yang dapat menentukan eksistensinya. Namun kebebasan sebagai dasar etika Kristen. Hukum dan kebebasan dapat menunjukkan jati diri seorang Kristen dalam dia bertingkh laku.  Walaupun Allah memberikan kebebasan kepada manusia, namun harus di ingat bahwa manusia juga dibatasi oleh hukum, dimana hukum tersebut bukanlah untuk mengekang kebebasan manusia tetapi sebagai penuntun dan mengarahkan kita menuju menuju arah yang lebih baik sesuai dengan kehendak Allah. Dengan kata lain hukum dan kebebasan adalah merupakan anugerahAllah yang harus dilaksanakan, dipelihara oleh manusia dengan penuh ketaatandan sesuai dengan kehendakNya. Artinya dengan adanya hukum yang diberikan Allah kepada manusia, maka hidup manusia akan lebih teratur dan tidak sembarangan untuk bertindak, melainkan ada norma-norma yang berlaku untuk mengaturnya.[14] Maka kebebasan yang kita miliki adalah harus kebebasan yang sesuai dengan hukum Allah sebab jika tidak maka kebebasan manusia tersebut tidak maka kebebasan manusia tersebut tidak maka kebebasan manusia tersebut tidak memiliki arah yang jelas.
2.7  Kebebasan dan Ketaatan terhadap Hukum Tuhan sebagai Dasar Etika Kristen
Setiap manusia memiliki kebebasan untuk bertindak dan berkehendak yaitu bebas melakukan perintah dan hokum, hokum tersebut adlah hokum yang bertujuan sebagai aturan bertingkah laku atapun beretika. Dengan kata lain kita bebas berkehendak. Kebebasan yang diberikan Allah adalah kebebasan manusia yang diciptakan untuk bebas berkehndak yaitu taat atau tidak taat kepada Tuhan. Tetapi kebebasan yang diberikan Allah itu telah disalahgunakan oleh manusia, dimana manusia tidak lagi taat kepada Allah. Jadi hukum dan kebebasan tidak berarti bebas dari dosa, tetapi fungsi hukum yang berubah dan kebeasan yang kita miliki adalah pemberian Allah supaya kita menaati hukum Allah dalam kebebasan.[15]
Landasan kebebasan kristiani adalah inkarnasi Yesus Kristus. Manusia dipanggil dan dibebaskan oleh Inkarnasi Kasih Yesus Kristus, Penebus kita. Melalui inkarnasi, Allah menyatakan kasih dan kebebasan-Nya begitu besar. Hal itu membuat manusia mampu berkreatif dalam kebebasan. Tuntutan bagi seorang Kristiani di sini adalah pengabdian. Pengabdian tersebut tampak dalam pelayan seorang Kristiani terhadap sesamanya. Di sinilah tanggung jawab seorang Kristiani di tuntut. Tanggung jawab untuk selalu bersyukur dan mengabdi pada Allah.[16]
Allah telah memberikan anugerah kebebasan kepada manusia melalui Yesus Kristus. Allah tidak memberikan anugerah tanpa tujuan. Allah mengharapkan agar manusia menggunakan anugerah yang diberikan-Nya untuk karya keselamatan. Melalui Yesus Kristus, Allah memanggil dan menjadikan semua umat beriman sebagai penyalur dan pengungkapan kasih-Nya. Artinya, melalui Yesus Kristus Allah memilih dan menjadikan mansuia sebagai rekan kerja-Nya dalam karya penebusan. Menyia-nyiakan, mengabaikan, atau menolak anugerah Allah tersebut menghambat karya keselamatan Allah di dunia.[17]
Keutuhan diri menghantar manusia pada sukacita yang merupakan tujuan hidup. Sukacita adalah emosi yang menemani pemenuhan sifat dasar kita sebagai manusia. Jadi, tanggung jawab manusia tampak dalam aktualisasi dirinya dalam dunia. Selain itu, tanggung jawab manusia juga tampak dalam usahanya mencapai keutuhan dirinya. Oleh karena itu, manusia di minta untuk selalu bersyukur dan mengabdi kepada Allah. Manusia diminta untuk selalu melakukan hal yang baik dan menghindari kejahatan. Manusia juga diminta untuk mengaktualisasikan dirinya dalam dunia dan mengusahakan keutuhan dirinya. Akan tetapi, semuanya tidak bisa dilaksanakan jika tidak ada bantuan Roh Kudus.[18]
2.8   
III.             Kesimpulan
IV.             Daftar Pustaka



[1] J. VERKUYL, Etika Kristen Bagian Umum, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 1
[2] Frans Magnis Suseno, Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), 22
[3]Gerald O, Collins dan Edard G. Ferrugia, Kamus Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 133-134
[4] Tim Penyusun Kamus, KBBI, (Jakarta:Balai Pustaka, 1998), 314
[5] Wiiliam Chang, pengantar Teologi Moral, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 101
[6] Tim Penyusun Pusat Kamus, KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007),
[7]Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, (Yogyakarta: Andi, 2002), 6-7
[8] J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 1
[9] Poedjawitnu, Etika Tingkah Laku, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), 24
[10] J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, 16
[11] Malcolm Brownle, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di dalamnya, (Jakarta: BPK-GM, 2001), 116
[12] Ibid, 117-118
[13] Henk Ten Napel, Jalan Yang Lebih Utama Lagi; Etika Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1988), 32
[14] Ibid, 174-175
[15] Marcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor di dalamnya, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1993), 188-189
[16] Frans Magnis Suseno, Etika Dasar, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), 21-22
[17] Christoper Wright, Hidup Sebagai Umat Allah, Etika Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1993), 163
[18] Marcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor di dalamnya, 211

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Gereja Di Cina

Tafsiran Naratif Ezra 10:1-6

Tafsiran Metode Historis Krtis: Markus 4:1-20