Doktrin Kristologi
Nama : Yulia Christina Damanik
NIM : 16.01.1467
Tingkat/Jurusan :
II C/Theologi
Mata Kuliah :
Dogmatika I
Dosen Pengampu :
Pardomuan Munthe, M.Th
Doktrin Kristologi (Tabiat & Kehendak: Ke-Ilahian & Keinsanian)
a.
Akar Masalah Timbulnya Ide Kristologi dan Munculnya Keragaman Ide Pada Abad 1-7
b.
Konsili Efesus,
Konsili Konstantinopel
II-III dan
Konsili Chalcedon
I.
Pendahuluan
Dalam perkembangan
ilmu pengetahuan dan seiring dengan bertambah kritisnya manusia berfiikir dan
berlogika, maka hal tertentu seperti dalam ranah Agama pun terkena imbasnya. Manusia
mulai memikirkan kebenaran atas segala sesuatu. Seperti istilah Kristologi yang
muncul dalam keberagamannya. Keberagaman ini disebabkan adanya perbedaan
pendapat di antara tokoh-tokoh atau pun pihak yang berkaitan dengan hal ini.
Terkait hal tersebut, maka dilakukanlah konsili-konsili sebagai suatu usaha
yang dilakukan untuk menyelesaikan segala perbedaan pendapat tersebut, yang
mungkin saja menimbulkan perdebatan di antara mereka. Pada paper ini, penyaji
akan memaparkan hasil dari usaha saya dalam mendalami Kristologi ini,
keberagaman ide yang ada pada abad 1-7 dan beserta konsili yang terjadi. Semoga
bermanfaat bagi kita.
II.
Pembahasan
2.1. PengertianKristologi
Kristologi disebut dengan doktrin tentang pibadi Kristus. Studi tentang hal ini menjadi bagian penting dalam pemikiran rasional. Dari waktu ke waktu doktrin ini telah mewujud dalam banyak bentuk
diawali dengan pengenaan “Kristus” (=Mesias) kepada Yesus.[1]Kristologi
memperkenalkan kepada kita karya Allah yang obyektif untuk menjembatani jurang
pemisah yang lebar itu, dan menyingkirkan jarak oemisah yang ada.[2] Kristologi
juga menaruh perhatian terhadap masalah hubungan antara apa yang ilahi dan apa
yang insani dalam Pribadi Yesus Kristus.[3] Pokok persoalan Kristologi ialah bahwa dalam Alkitab dinyatakan dua hal mengenai Kristus yang juga tidak bisa disejajarkan secara logis.
Yang pertama ialah: Kristus benar-benar Allah/Tuhan. Yang kedua ialah: Kristus benar-benar manusia (bnd. Mat. 1:1; 4:2; Gal. 4:4).[4]
2.1.1.
AkarMasalahTimbulnya
Ide Kristologi dan Munculnya Keragaman Ide Pada Abad 1-7
Di dalam
Kristologi, pada awal Gereja Purba yang terutama dipersoalkan adalah apakah
Yesus adalah Allah dan bagaimana hubungan ke-Tuhanan dan ke-manusiaanNya. Maka
terjadilah perdebatan di antara teolog-teolog, di satu pihak ada teolog yang
menyetujui ke-Tuhanan dan ke-manusianNya Yesus, tetapi memisahkan Dia dari
Allah dan mengartikan manusia dengan kekuatan Ilahi. Pandangan pertama melihat
bahwa “Allah menjadi manusia” di dalam Yesus, sedangkan pandangan kedua melihat
“manusia illahi” di dalam Kristus.[5]Pertanyaan
mengenai “siapakah Yesus Kristus?” adalah pertanyaan yang penting sekali untuk
dijawab oleh setiap orang. Pembahasan di dalam bagian ini bertujuan untuk
menjawabnya dengan meneliti ajaran-ajaran yang terdapat dalam PB tentang
“siapakah sebenarnya Yesus Kristus”.[6]
“Siapakah Yesus
sebenarnya itu?”. Selama empat abad pertama,Gereja berusaha dengan giat utuk
merumuskan siapa sebenarnya Yesus. Pengakuan Iman demi pengakuan iman disusun
dan diperdebatkan, silih ganti ditolak dan diterima. Yesus adalah Anak Allah.
Rumusan ini dimaksudkan sebagai jawaban atas semua pertanyaan, namun rumusan
tersebut justru menimbulkan banyak pertanyaan-pertanyaan lain lagi.[7]
2.1.2.
Menekankan Ke-Ilahian Yesus
1. Marcion
(140)
Tentang Kristus,
Marcion mengajarkan bahwa Kristus tidak sungguh-sungguh lahir dan mati. Itu
berarti bahwa Kristus tidak dengan sesungguhnya menjadi manusia. Lahir dan mati
adalah semu belaka. Kristologinya bersifat Dosestisme.[8] Menurut Marcion,
TuhanYesus yang diutus oleh
Allah Bapa untuk menyelamatkan manusia, tidak memiliki tubuh jasmani Ia hanya memiliki bentuk penampakan
yang bersifat sementara atau memiliki tubuh yang semu.[9]
2.
Golongan Docetisme
(70-170)
Doketisme adalah pandangan bahwa Yesus adalah
sosok ilahi yang hanya seolah-oalh menjadi manusia.[10] Golongan ini berpendapat
bahwa Yesus hanya mempunyai sifat keilahian tanpa sifat kemanusiaan, sebab
materi itu adalah jahat. Kristus adalah sempurna atau suci, tidak mungkin mempunyai kenajisan manusia, tubuh kelahiranNya itu bukanlah tubuh sejati, hanya tubuh yang
semu saja, hidupNya itu bukan hidup sejati dan matiNya pun
bukan mati yang
sesungguhnya.
3.
Irenaeus
(140-195)
Irenaeus mempertahankan bahwa Kristus adalah Allah sepenuhnya. Ajarannya begini:
sama seperti jiwa,
begitu juga tubuh manusia diciptakan oleh Allah. Maksud Allah ialahs upaya tubuh dan jiwa itu kelak diberi hidup kekal. Namun karena manusia jatuh ke dalam dosa,
tubuh dan jiwa itu tidak dapat tidak harus binasa. Tetapi Ia telah berkenan kepada
Allah sepenuhnya, mengenakan tubuh dan jiwa manusia. Tubuh dan jiwa itu, karena penggabungan yang erat dengan bagian Kristus yang ilahi, mengambil alih sifat keilahian, yaitu kekekalan. Dengan demikian sesudah mati, kemanusiaan Kristus bangkit
pula dan ikut naik ke Surga.[11]
4.
Apollinaris
(310-392)
Mengajarkan bahwa kemanusiaan Tuhan Yesus bukanlah kemanusiaan
yang penuh atau yang
sempurna. Kemanusiaan Yesus atau tabiat insane Kristus adalah benar-benar pasip, hanya berfungsi sebagai alat Logos saja.[12] Oleh karena itu, Apollinarianis memengajarkan bahwa Kristus memiliki tubuh dan jiwa manusia, namun rohNya bukanlah roh manusia melainkan roh Ilahi.[13] Apollinaris memakai suatu istilah teknis Theossarks ho foros. Yang artinya ialah
Allah yang memikul daging.[14]
5.
Cyrillus
Menekankan Keinsanan Yesus
yang hilang dalam KeillahianNya dan menggambarkannya
Air (KemanusiaanNya) dimasukkan Susu
4 sendok (Keallahn) dan hasilnya adalah Susu.
Jadi semua tindakan Yesus dalam pelayananNya bukan tabiat kemanusiaanNya tapi tabiat KeillahianNya.[15]
2.1.3.
Menekankan Keinsanian Yesus
1.
Adopsianisme
(abad1-3)
Ajaran yang mengajarkan bahwa Yesus adalah manusia biasa
yang diangkat menjadi Anak Allah. Yesus adalah seorang manusia biasa yang bijaksana dan taat kepada Tuhan
Allah. Oleh karena itu, kepadaNya dipersatukan Roh Allah. Yesus melaksanakan perintah Tuhan
Allah dengan sempurna,
sehingga Ia diangkat ketingkat ilahi sebagai Anak
Allah dan disembah sebagai Tuhan.[16] Singkatnya, bahwa Yesus adalah seorang manusia
yang dikaruniai kuasa surgawi.[17]
2.
Ebionit
(107)
Ebionit mengajarkan bahwa Yesus adalah anak
Maria dan Yusuf,[18] Telah menggenapi
hukum Taurat secara demikian sehingga Allah memilih Dia untuk menjadi Mesias. Mereka menolak keilahian Yesus dan kelahiranNya dari seorang perawan. Penolakan itu disebabkan karena kepercayaan akan keilahian Kristus.[19]
3.
Paulus
dariSamosata (260)
Menurut Paulus dari Samosata, Yesus sebenarnya hanyalah manusia biasa,
akan tetapi Ia demikian dipenuhi dengan kekuatan ilahi, sehingga Ia menjadi
“sekehendak” dengan Allah.[20] PadaNya berdiam Hikmat Allah, sehingga Ia melebihi segala manusia.
Hikmat ini bukan
Allah, melainkan sama dengan apa
yang disebut akal pada manusia.[21]
4.
Theodotus (190)
Mengajarkan bahwa Yesus adalah manusia
yang dilahirkan dari anak dara,
menurut putusan Allah Bapa. Yesus ini hidup bersama-sama dengan manusia segala manusia. KetikaYesus dibaptis dan turun kepadanNya burung merpati dari atas. Di sinilah Yesus diangkat menjadi Anak
Allah.[22]
2.1.4. Menekankan
Keilahian dan Keinsanian
1. Murid
Tuhan Yesus
Bagi para murid dan para penulis Kitab-kitab Injil tidak ada keraguan sedikit
pun juga terhadap kemanusiaan. Yesus. Mereka telah mengenal Kristus “menurut daging”. Mereka telah berjalan dengan Dia melalui Galilea dan Yudea. Mereka telah mengalami pengadilan dan pengutukan bersama Dia sendiri. Iman mereka tentang kebangkitan tidak bertentangan dengan pengalaman ini. Malah mereka merasa bahwa dengan kebangkitan Yesus Kristus itu,
Allah telah membuktikan bahwa Ia
yang telah disalibkan itu adalah juga Seorang
yang diutus Allah sendiri. Namun, mereka juga mengetahui bahwa
di dalam Dia Allah bertemu dengan kita dalam satu cara yang unik.[23]
2. Yustinus
Martir (abad ke-1 dan abad 2)
Ia mengatakan bahwa
Kristus adalah Anak Sulung dari Allah dan Ia adalah Firman (akal) yang semua
orang mengambil bagian di dalamnya.[24]Dalam
pengungkapan arti Kristus, Yustinus menggunakan wawasan yang berasal dari
filsafat Stoa, Logos dipandang sebagai kekuatan Ilahiyang mnegatur dan menjiwai
dunia yang memberi pengertian kepada manusia. Kristus adalah Logos yang berada
di bawah Allah dan yng menjadi pelaksana rencana Allah dalam menciptakan dan
memperkenalkan Allah kepada manusia.[25]
3. Tertulianus
(abad ke-1 dan 2)
Dan pandangan
Tertulianus tentang Kristologi ialah Yesus Kristus sungguh-sungguh dan
benar-benar manusia, yang lahir, menderita dan mati di salib. Ia menegaskan
bahwa “Kristus diutus untuk mati, maka Ia harus dilahirkan supaya dapat mati”.
Tetapi Yesus Kristus juga Firman Allah sejak kekal dan Anak Allah sebelum
tampil di bumi dan sungguh-sungguh Ilahi.[26]
Jadi dalam pribdi tidak dapat dipisahkan, Yesus Kristus, Allah dan manusia hadi,
keilahian dan keinsanian, Roh Ilahi dan daging manusia.[27]
4.
Origenes
(abad ke-3)
Pandangan Origenes
mengenai Kristus adalah Kristus adalah Logos yang diperanakkan dari oleh Allah
Bapa. Logos ini sezt dengan Allah, tetapi pada pihak lainmerupakan “Allah yang
Kedua”, yang dalam arti tertetu lebih rendah daripada Allah Bapa.[28]Origenes
adalah orang pertama kali menyebut Yesus sebagai “manusia-Allah” (theantropos). Kristus adalah Anak Allah,
yang meskipun memiliki wujud yang sama dengan Allah (homoousius), namun bukanlah “diri Allah sendiri” (authetos), melainkan martabat Allah yang
kedua (deuthros Theos), melainkan
martabat Allah yang kedua (deutros theos)
dan suatu Dia merupakan suatu ciptaan (krisma).[29]
5.
Arianisme
(abad ke-4)
Dalam bukunya yang
berjudul Thalia, Arius menyatakan
bahwa Yesus memiliki sifat keilahian, namun bukan Allah. Hanya Allah Bapa yang
abadi adanya. Jadi PuteraNya itu merupakan manusia yang diciptakan. Ia seperti
Bapa tetapi bukan Bapa.[30]Ia
mengatakan sifat keilahian Kristus tidak sempurna, melainkan hanya
merupakan dan perpaduan antara Firman
dan Manusia saja, sehingga menjadikan Kristus setengah manusia yang terhormat
dan termulia dan setengah Allah. Ia adalah yang tertinggi diatas segala ciptaan
Allah, Ia adalah yang terhormat dan termulia, tetapi bukan Allah, melainkan
kepala segala ciptaan saja.[31]
6.
Nestorianisme
(abad 5)
Nestorius
berpangkal kepada keallahan dan kemanusiaan Kristus, artinya ia mulai dari
pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah benar-benar manusia.[32]
Nestorius berpendapat bahwa hubungan antara kedua tabiat Kristus tidak begitu
erat. Hubungan ini digambarkan seperti minyak dan air dalam satu gelas. Di mana
zat-zatnya tidak bercampur, dan masing-masing memepertahankan sifatnya sendiri.[33]
7.
Eytikhes
(abad 5)
Golongan ini sering
disebut dengan golongan monofisit karena mereka sebenarnya membuat kedua tabiat
Kristus itu menjadi satu tabiat saja. mereka juga mengajarkan bahwa Kristus
hanya memiliki satu kehendak.[34]
Euthikes berpangkal pada Satu pribadi Kristus. Selanjutnya ia mengajarkan bahwa
setelah keallahan dan kemanusiaan Kristus disatukan, Tuhan Yesus memiliki
percampuran yaitu campuran dari tabiat illahi dan tabiat insani. Percampuran
ini digambarkan sebagai percampuran besi dan api pada besi yang dibakar hingga
menyala. Disitu tidak lagi dapat dibedakan, mana besi dan mana apinya.[35]
Eutyches juga menggambarkan Keinsanian dan Keilahian Yesus dengan setetes madu dan samudera atau laut. Dan akhirnya konsili Efesus Khalkedon membuat keputusannya adalah Yesus Kristus itu memiliki Dua tabiat dan dua tabiat itu tidak tercampur, tidakterpisah, tidak terbagi dan tidak berubah.[36]
8.
Orisinilisme
(abad 5)
Mereka mengakui
bahwa Kristus mempunyai 2 sifat yakni: ilahi dan manusiawi. Kedua sifat ini
sempurna dan bukan sifat ketiga. Keoknuman Kristus tidak mungki dapat
dipisahkan atau digabungkan. Pengakuan mereka ini sesuai dengan ajaran dalam 1
Tim. 3:16.[37]
9. Maximus Sang Syahid (649)
Ia mengemukakan
bahwa Yesus Kristus bukan manusia sejati, keculai Ia mempunyai kehendak sendiri
sebagai manusia. Ia juga mengemukakan bahwa ketiga oknum Ketritunggalan
mempunyai kehendak yang sama karena mempunyai kodrat yang sama; maka dari itu
Yesus mempunyai 2 kehendak sebab Ia mempuyai 2 kodrat. “Kristus adalah Allah karena kodratNya dan Ia mempergunakan kehendak
yang oleh kodratnNya adalah sekaligus ilahi dan dari Bapa, sebab Ia hanya
mempunyai satu kehendak bersama BapaNya. Ia juga mempunyai kodrat insani dan
mempergunakan kehendak yang secara kodrati adalah manusiawi, yang sama sekali
tidak menentang kehendak BapaNya”.[38]
2.2.PengertianKonsili
Konsili dalam
bahasa Latin ialah concilium yang
berarti rapat untuk merundingkan sesuatu, dalam bahasa Yunani Syinodos dan dalam bahasa latin Syinodos yang artinya juga adalah rapat, pertemuan.[39]
Bisa juga dikatakan sidang resmi para uskup dan wakil beberapa gereja yang
diundang dengan tujuan merumuskan suatu ajaran atau disiplin Gereja.[40]
2.2.1.
KonsiliEfesus
(431)
Kaisar Theodosius
II memanggil Konsili Efesus untuk mencari penyelesaian atas konflik antara
Cyrillus dan Nestorius. Dengan pertikaian tentang Trinitas disusul dengan pertikaian kedua tabiat Kristus.
Yang menjadi persoalannya ialah: bagaimana eratnya hubungan antara kemanusiaan dan keilahian
di dalam diri Kristus.
Nestorius mengatakan bahwa hubungan antara kedua tabiat Kristus itu tidak begitu erat, misalnya seperti minyak dan air dalam satu gelas.
Zat-zatitu tidak tercampur, tetapi masing-masing mempertahankan sifatnya sendiri.
Dan Cyrillus menyatakan seperti hubungan antara susu dan air. Sifat khusus air
tidaktampaklagibiladicampurdengansusu. Begitujugasifat-sifat khusus dari kemanusiaan Kristus menjadi hilang ketika tabiat itu digabungkan dengan keilahian Kristus, sehingga tubuh Kristus mengambil alih sifat-sifat Ilahi, seperti kekekalan.[41]
“oleh karenanya kami mengakui bahwa Tuhan
kita Yesus Kristus, Anak tunggal Allah, adalah Allah sempurna dan manusia
sempurna, terdiri dari jiwa akali dan tubuh. Ia diperanakkan dari Sang Bapa
sebelum segala zaman, sebagai Allah, dan belakangan ini, demi kita dan keselamatan
kita, Ia dilahirkan dari anak dara Maria sebagai manusia. Ia sehakikat dengan
Sang Bapa, sebagai Allah, dan sehakikat dengan kita, sebagai manusia. Sebab ada
kesatuan 2 kodrat dan oleh karena itu kami mengaku 1 Kristus, 1 Anak, 1 Tuhan”.[42]
2.2.2.
Konsili
Chalcedon (451)
Konsili Calsedon
di panggil oleh Kaisar Marcinus untuk menyelesaikan persoalan Eutyches
yang telah dikutuk oleh Leo. Konsili bertemu di Chalcedon pada bulan Oktober
451.[43] Rumusan Chalcedon mengutip pengakuan Nicea dan
Konstantinopel. Sebenarnya ini sudah cukup untuk mengukuhkan ortodoksi, tetapi
dengan adanya ajaran Nestorius dan Eutyches perlu ada batasan yang lebih jelas.
Kemudian tibalah dibagian kunci: sinode
menentang mereka yang mau mengoyak-ngoyakan rahasia inkarnasi menjadi dua Anak,
dan akan mencatat sebagai iman mereka yang berani mengatakan bahwa keallahan Anak
Allah yang tunggal dapat menderita, menentang mereka yang mengira bahwa ada
suatu campuran atau larutan dari kedua kodrat Kristus, mengusir mereka yang
mengira bahwa “rupa seorang hamba” yang diambilNya dari kita adalah semacam hakikat
sugawi atau hakikat lain, dan mengutuk mereka yang percaya bahwa Tuhan mempunyai
dua kodrat sebelum disatukan tetapi hanya satu sesudahnya. Mengikuti contoh
para bapa yang kudus kita mengaku dengan suara bulat bahwa Anak tunggal, Tuhan
kita Yesus Kristus, adalah Allah sempurna dan Manusia sempurna, benar-benar
Allah , dan benar-benar manusia. Ia sehakikat dengan Sang Bapa sebagai Allah
dan juga sehakikat dengan kita sebagai manusia.
Keutuhan kedua kodrat tidak hilang dengan adanya
kesatuan, malahan sebaliknya: sifat-sifat yang jelas dari kedua kodrat itu
tetap terpelihara. Kedua kodrat bersatu dalam satu oknum dan satu hypotasis.
Kodrat itu tak bercerai atau terbagi menjadi 2 oknum, tetapi keduanya merupakan
satu Anak, satu-satunya yang diperanakkan, yaitu Allah, Firman dan Tuhan Yesus
Kristus, tepat seperti yang selalu disebutkan oleh para nabi mengenai Dia dan
diajarkan oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri kepada kita, dan seperti pengakuan
yang para bapa sampaikan kepada kita.[44]
2.2.3.
KonsiliKonstantinopel
II-III
·
Konstatinopel II (5
Mei - 2 Juni 553)
Pada tahun 553
Justianus memanggil Konsili Konstantinopel. Konsili ini berusaha memenangkan
para Monofisit dengan memberi tafsiran Rumusan Chalcedon menurut Cyrillus. Ada
3 bagian dari konsili ini, yaitu:
a.
Tahun
530-an: konflik mengenai ajaran Origenes
b.
Tahun
544: mengeluarkan maklumat melawan “ketiga pokok”, yaitu melawan Theodorus dan
Mopsuestia
c.
Yang
terpeting dari konsili ini bahwa Chalcedon harus ditafsirkan menurut tafsiran
Aleksandria. Akhirnya suatu rumusan Aleksandria diterima, yaitu: salah satu dari
Ketritunggalan disalibkan dalam daging.
Barangsiapa, yang mempergunakan ungkapan “dalam dua
kodrat”..memakai angka (2) untuk menceraikan kodrat-kodrat atau membuatnya
menjadi kepribadian-kepribadian yang sebenarnya, terkutuklah ia. Barang siapa
mempergunakan ungkapan ‘dari 2
kodrat”....atau ungkapann “satu-satunya kodrat Allah Firman yang menjadi
manusia” dan tidak mengartikannya sebagaimana diajarkan oleh para bapa yang
kudus...tetapi berusaha mengajarkan 1 kodrat atau hakikat keallahan da
kemanusiaan Kristus, terkutuklah dia. Sebab, kalau kta mengajarkan bahwa
Firman, satu0satunya yan diperanakkan, dipersatukan secara hypotasis (dengan
kemausianNya), maka kita tidak bermaksud mentaka bahwa ada semacam pelarutan
timbal balik antara kedua kodrat.
Barang siapa tidak mengaku bahwa Tuhan kita Yesus
Kristus, yang disalikan dalam daging, adalah sungguh Allah, Raja Kemuliaan dari
satu dan Ketritunggalan yang kudus, terkutulah ia.
·
Konstantinopel III
(680-81)
Para Monofisit
tidak puas dengan hasil Konsili Konstantinopel tahun 553. Konsili ini bersidang
dari tahun 680 sampai 681. Konsili juga menghasikan suatu Rumusan Iman. Rumusan
ini menyatakan bahwa konsili “dengan saleh telah menyetujui sepenuhnya ke-5
sinode yang kudus dan oikumenis”. Setelah mengutip seluruh rumusan Chalcedon,
rumusan tersebut melanjutkan sebagi berikut:
Kami menytakan pula bahwa di dalam (diri Yesus kristus)
ada 2 kehendak yang kodrati dan 2 daya yang kodrati tanpa perceraian, tanpa
perubahan, tapa pemisahan, tanpa pengadukan, menurut ajaran bapa-bapa kudus.
Ke-2 kodrati tidak saling bertentangan. ....... kmi percaya bahwa Tuhnkita
Yesus Kristus adalah salah satu dari Ketritunggalan dan Allah kita yang sejati,
juga setelah menjadi manusia. ........... Walaupun berpadu, kedua kodrat mengkehendaki
dan melakukan hal-hal yang patut baginya. Dan ini terjadi tanpa pemisahan dan
tanpa pengadukan. Oleh sebab itu, kami mengaku 2 kehendak dan 2 daya, yang
bergabung satu dengan yang lain untuk menyelamatkan umat manusia.
Dengan Konsili
Konstantinopel ke-3 berakhirlah perkembangan awal dari ajaran-ajaran mengenai
diri Yesus Kristus serta pengaruh dari apa yang terkandung dalam rumusan
Chalcedon. Berakhir pula usaha untuk mendamaikan para Monofisit di Timur,
karena mereka tidak lagi merupakann faktor yang penting.[45]
III.
Kesimpulan
Kristologi adalah suatu istilah
yang menunjuk pada doktrin tentang pribadi Kristus. Pada abad 1-7, terjadi
banyak perbedaan pendapat. Ada yang menekankan tentang keinsanian Tuhan Yesus,
ada yang menekankan keillahian Tuhan Yesus, bahkan ada juga yang menekankan
keduanya, yaitu keinsanian dan keilahian Tuhan Yesus. Perbedaan pendapat itu
yang terkadang membuat sebahagian sesat diakibatkan pendapat mereka yang tidak
sesuai. Dengan kata lain, Tuhan yang awalnya ingin diartikan supaya mudah untuk
dimengerti, menjadi salah dan menyulitkan bahkan memperkabur Iman kepercayaan
kita. Untuk itu, diadakanlah konsili sebagai suatu usaha yang dilakukan dengan
harapan mampu mengatasi segala pelencengan-pelencengan itu. Konsili-konsili itu
merupakan hasil keputusan bersam untuk menghentikan munculnya kembali
perbedaan-perbedaan pendapat yang sesat itu.
IV.
Daftar Pustaka
A. Kenneth Curtis, dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2013
Lingga Alwi Jauhari, Tambahan Dosen Oleh Pardomuan Munthe, Mahasiswa STT Abdi Sabda Medan, 2017
Berkhof Louis, Teologi
Sistematika 3, Surabaya: Momentum, 2005
Biecker Dieter, Pedoman
Dogmatika,Jakarta: BPK-GM, 2009
Browning W. R. F., Kamus Alkitab,Jakarta: BPK-GM, 2015
C. Groenen Ofm, Sejarah
Dogmatika Kristologi, Yogyakarta: Kanisius, 1987
End
Thomas Van Den, HartaDalamBejana, Jakarta:
BPK GunungMulia, 2013
Hadiwijono Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2016
Jonge Christian De, Gereja
Mencari Jawab, Jakarta: BPK-GM, 2009
Lane Tony, Runtut
Pijar, Jakarta: BPK-GM, 2016
Lohse
Bernhard, PengantarSejarah Dogma Kristen
dari abad pertama sampai masa kini,
Jakarta:
BPK-GM, 2015
Niftrik
G. C. Van, J. Bloomendal, Dogmatika Masa Kini,
Jakarta:
BPK-GM, 1984
Peter Wongso, Kristologi
Doktrin Tentang Kristologi,Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1990
Sormin Permadi, Sajian Dogmatika I, Mahasiswa STT AS, II A Theologia/ 2015,
(sumber dari:Robert R. Boehlke, Siapakah Yesus Sebenarnya?, hal. 12)
Thiessen
Henry C., Teologi Sistematika, Malang:
Gandum Mas, 2015
Wellem
F. D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta:
BKP-GM, 2011
Wellem
F. D., Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam SejarahGereja, Jakarta:
BPK- GM,
2011
Wellem F.D., Riwayat
Hidup Singkat, Jakarta: BPK-GM, 2011
[1]W. R. F. Browning, Kamus
Alkitab, (Jakarta:
BPK-GM, 2015), 215
[2]Louis Berkhof, Teologi Sistematika 3, (Surabaya: Momentum, 2005), 08
[3]Benhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 1989), 90
[4] Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta: BPK GunungMulia,
2013), 65
[5]Dieter Biecker, Pedoman Dogmatika,(Jakarta: BPK-GM, 2009), 113-114
[6]Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, 243
[7]Dikutip dari sajian Dogmatika I, Permadi Sormin Mahasiswa STT AS, II A Theologia/ 2015,
(sumber dari:Robert R. Boehlke, Siapakah Yesus Sebenarnya?, hal. 12)
[8]F.D Wellem, Riwayat Hidup Singkat, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 132
[9]Harun Hadiwijono, Iman kristen, 311
[10]W. R. F. Browning, KAMUS ALKITAB, (Jakarta: BPK-GM, 2015), 83
[11]Thomas
Van Den End, Harta Dalam Bejana,
(Jakarta: BPK-GM, 2013), 66
[12]Harun Hadiwijono, Iman Kristen, 313
[13]F.
D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja,
(Jakarta: BKP-GM, 2011), 26
[14]F.
D. Wellem, Riwaya tHidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja,
(Jakarta: BPK-GM, 2011), 9
[15]Dikutip dari perbaikan sajian Alwi Jauhari Lingga Oleh Pardomuan Munthe, Mahasiswa
STT Abdi Sabda Medan, 2017
[16]F.
D. Wellem, Kamus SejarahGereja,4
[17]W. R. F. Browning, KAMUS ALKITAB,5
[18]F.
D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja,
86
[19]Henry
C. Thiessen, Teologi Sistematika,
(Malang: Gandum Mas, 2015), 314
[20]G.
C. Van Niftrik, J. Bloomendal, Dogmatika Masa Kini,
(Jakarta: BPK-GM, 1984), 204
[21]HarunHadiwijono,
Iman Kristen, 310
[22]Ibid, 310
[23]Bernhard
Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen dari abad pertama sampai masa kini,
(Jakarta: BPK-GM, 2015), 91-92
[24]Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK-GM, 2016), 8
[25]Thomas Van den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 22
[26]C. Groenen Ofm, Sejarah Dogmatika Kristologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), 105
[27]Benhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 99
[28]Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana, 67-68
[29]Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, 114
[30]A. Kenneth Curtis, dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen,
(Jakarta: BPK-GM, 2013), 20-21
[31]Peter Wongso, Kristologi Doktrin Tentang Kristologi, (Malang: Seminari Alkitab
Asia Tenggara, 1990), 54
[32]Harun Hadiwijono, Iman Kristen, 313
[33]Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana, 71
[34]Henri C. Thiessen, Teologi Sistematika, 316
[35]Harun Hadiwijono, Iman Kristen, 313
[36]Dikutip dari sajian perbaikan Alwi Jauhari Lingga Tambahan Dosen Oleh
Pardomuan Munthe M.Th, STT Abdi Sabda, Medan
[37]Peter Wongso, Kristologi, 55
[38]Tony Lane, Runtut Pijar, 60-61
[39]Christian De Jonge, Gereja Mencari Jawab, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 1
[40]F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 232
[41]
Thomas Van Den End, Harta dalam Bejana, 71
[42]Tony Lane, Runtut Pijar, 46
[43]Ibid...., 50
[44]Tony Lane, Runtut Pijar, 50
[45]Tony Lane, Runtut Pijar, 61-63
Komentar
Posting Komentar
Jika ada tambahan kami sangat menerima dengan senang hati..