Penafsiran Zaman Reformasi



Penafsiran Zaman Reformasi dan Urgensinya
I.                    Pendahuluan
Penafsiran adalah suatu bidang ilmu yang menjawab masalah-masalah pokok yang ada didalam Alkitab dan menyederhanakan suatu nats yang susah dimengerti. Penafsiran merupakan suatu hal yang sering kita dapati atau lakukan di dunia pelayanan terkhusus pelayan yang memberikan penjelasan mengenai Alkitab yang menjadi pedoman hidup orang kristen dalam mentafsirkan Alkitab sehingga jemaat mampu mengerti apa makna dari teks atau nats tersebut. Berikut adalah penjelasan mengenai penafsiran di masa reformasi dan urgensinya saat ini.

II.                  Pembahasan
2.1.Pengertian Penafsiran
Penafsiran berasal dari kata tafsir. Ilmu tafsir atau hermeneutic berasal dari kata Yunani, yaitu hermeneuo, yang artinya menginterpretasi, menjelaskan, menerjemahkan. Tujuan penafsiran yang baik adalah untuk menemukan pengertian yang jelas dari teks tersebut sehingga pembaca mengerti akan berita yang di sampaikan oleh Alkitab. Kata benda yang dipakai adalah hermeneia, artinya “tafsiran” (interpretation). Kata ini di ambil dari kata Hermes, yaitu nama dewa Yunani yang tugasnya membawa berita-berita dari dewa-dewa kepada manusia. (Kis 14:11-12) dan faktor pentingdalam penafsiran ialah penafsir. Penafsir ialah unsur atau usaha mencari arti, menjelaskan dan menerjemahkan sesuatu agar mudah di mengerti. Penafsiran memang bertujuan memahami makna yang di sampaikan melalui komunikasi. Penafsiran bukan saja berkaitan dengan waktu, yaitu masa lalu dan masa kini. Penafsiran juga berkaitan dengan budaya, yaitu pandangan dunia dalam masyarakat pertanian, dalam masyarakat industri, bahkan dalam masyarakat pasca industri[1]. Hermeneutik menggunakan cara-cara ilmiah sebagai ilmu maupun seni. Sebagai ilmu, hermeneutik menggunakan cara-cara ilmiah menemukan maksud yang ingin disampaikan penulis Alkitab. Penafsiran yang bermutu menaruh perhatian yang seimbang kepada unsur ilmiah dan seni. Tafsir harus bisa menjelaskan apa yang kurang jelas, dan menjawab pertanyaan yang timbul dalam hati pembaca Alkitab. Aspek yang diperlukan diperhatikan dalam penafsiran ialah pertolongan Roh Kudus, iman kepercayaan dan kerohanian penafsiran[2]. Sejak dahulu kala ahli-ahli teologi memikirkan dengan cara bagaimana nats masing-masing dicari arti yang rahasia yang tidak diketahui oleh para pembaca yang biasa. Tafsiran ini berasal dari filsafat Yunani Aleksandria, pelopor utamanya Bapa Origenes[3].
2.2.Pengertian Reformasi
Kata reformasi berasal dari bahasa inggris yaitu re yang artinya Kembali dan From yang artinya bentuk jadi secara harafiah reformasi berarti kembali kepada bentuk semula[4]. Menurut KBBI, reformasi adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan (sosial, politik,atau agama) disuatu negara atau masyarakat[5]. Dalam sejarah gereja, reformasi adalah gerakan untuk mengadakan pembaharuan dalam kekristenan barat yang dimulai sejak abad ke-14 hingga abad ke-17[6].
2.3.Latar Belakang Penafsiran Reformasi
Reformasi berarti, bahwa kuasa firman Tuhan diakui dan dihormati pula, karena telah membuang rantai yang dengannya Gereja mengikat jiwa manusia dan masyarakat pada abad-abad pertengahan, tetapi sebab-sebabnya berbeda jauh[7]. Dengan latar belakang Renaisans, dimulailah masa Reformasi. Para reformator terkenal dengan sikap mereka yang menghormati Alkitab (Sola Scriptura). Bagi mereka, Alkitab menentukan apa yang harus diajarkan gereja. Alkitab adalah Firman Allah yang tidak bersalah, yang memiliki otoritas tertinggi. Dengan demikian Alkitab sendiri yang akan menafsir Alkitab (Scriptura Scripturae Interpres). Mereka juga memengang prinsip semua pemahaman dan penjelasan Alkitab haruslah dicocokkan dengan analogi Iman, yaitu ajaran seragam yang berasal dari Alkitab (Omnis Intellectus Ac Exposito Scriptura Interpresi).[8] Periode ini terjadi pada tahun 1517 - 1600 M, dimulai pada saat Martin Luther memakukan 95 tesisnya dan berakhir sampai abad 16.[9]

2.4.Tokoh-tokoh Reformasi
1.      Marthin Luther(1483-1516)
Beliau merupakan penafsir yang paling bepengaruh. Beliau ini adalah beberapa prinsip penafsirannya:
a)      Mengutamakan iman dan penerangan Roh Kudus. Seseorang penafsir tidak boleh mengkritik Alkitab dengan rasionya yang hina, sebaliknya dia harus mencari makna Alkitab dengan berdoa dan bermeditasi.
b)      Alkitab memiliki otoritas tertinggi, yang lebih tinggi dari pada gereja.
c)      Luther percaya, alkitab dapat dimengerti dan isinya bersifat konsisten. Dia menolak penafsiran alegoris, penafsiran yang tepat harus berdasarkan bahasa asli Alkitab.
d)     Setiap orang kristen dapat mengerti Alkitab tanpa pertolongan atau petunjuk gereja. Alkitab harus ditafsir berdasarkan Alkitab yaitu menafsir ayat yang kurang jelas berdasarkan ayat yang lebih jelas tanpa harus mengikuti tradisi lisan gereja.
e)      Kristus adalah pusat Alkitab. Setiap prinsip harus diuji membawa orang kristen kepada kristus.
f)       Penafsir perlu membedakan taurat dan injil. Taurat berfungsi menunjukkan kesalahan manusia, sedangkan injil merupakan anugerah penyelamatan dan kuasa Allah. Seseorang penafsir yang baik harus sanggup membedakan dua aktivitas Allah yang tidak sama ini.
g)      Luther Patut diuji karena usahanya menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman. Pekerjaan ini memakan waktu 12 tahun dan menuntut penafsiran analisis yang tepat. Luther terkenal dengan pengalaman rohaninya yang mengesankan. Dia sungguh seorang yang disiapkan untuk pekerjaan reformasi. Namun,Luther hanya mengormati injil Yohanes, surat-surat Paulus dan 1 Petrus. Ia menunjukkan sikap yang kurang hormat kepada surat Ibrani, Yakobus dan Yudas.[10]
2.      Yohanes Calvin (1509-1564)
Calvin dinilai sebagai penafsir yang paling baik pada zaman reformasi. Ia orang pertama dalam sejarah gereja yang mampu menafsir Alkitab secara ilmiah. Tafsirannya hampir mencakup semua kitab, merupakan karya yang sangat bernilai. Luther adalah pelopor penafsiran yang baru, sedangkan Calvin pemakai penafsiran yang menjadi teladan. Bagi Calvin keunggulan penafsir terletak pada kemampuannya menyampaikan tafsiran dengan singkat dan jelas. Tugas utama seorang penafsir adalah memberi kesempatan kepada penulis Alkitab berbicara apa yang dia ingin sampaikan, bukan apa yang penafsir mengira bahwa dia seharusnya menyampaikan. Beberapa prinsip Calvin dapat dirangkumkan, sebagai berikut :
a.       Penafsir perlu mengutamakan penerangan Roh Kudus. Kepandaian manusia tidak dapat menggantikan penerangan-Nya.
b.       Calvin menolak sama sekali penafsiran alegoris. Bagi dia penafsiran ini merupakan alat yang dipakai setan untuk membawa manusia jatuh dari kebenaran alkitab. Dia juga menolak penafsiran lain yang tidak mantap.
c.       Alkitab harus ditafsir berdasarkan alkitab. Seorang penafsir harus memperhatikan tata bahasa, konteks dan lain-lain dari bagian alkitab yang ditafsir.
d.      Calvin sangat berhati-hati dalam penafsiran nubuat tentang mesias. Penafsir perlu memperhatikan latar belakang historis nubuat tersebut.
e.       Calvin sangat menghormati alkitab, kitab yang diilhamkan allah. Dengan sikap seperti ini, ia tetap memperhatikan perbedaan gaya bahasa atau kesasatraan yang ditunjukkan masing-masing penulis alkitab.
Calvin dipuji karena tafsirannya menjelaskan alkitab dengan hidup. Dia benar-benar menyelami jiwa penulis alkitab. Ia mampu menarik kesimpulan khusus dan ajaran umum.tafsirannya singkat dan jelas. Ia memahami alkitab berdasarkan makna harfiah. Calvin juga menaruh perhatian kepada konteks bagian alkitab yang ditafsirnya serta tujuan penulis kitab. Namun, calvin masih membuat kesalahan dalam penafsiran makna kata dan sinstaksis.[11]
3.      Philip Melancton
Melancton memberi sumbangan penafsiran tentang kebebasan. Kebebasan dalam pikiran manusia dikaruniakan Tuhan kesanggupan dalam kebeasan. Latar belakang humanis turut mempengaruhinya, menentang keras kekuasaan Katolik Roma sebagai badan wewenang atau berkuasa atas Firman Tuhan (Alkitab). Yang mencurahkan perhatiannya kepada studi bahasa Yunani dan memajukan penelitian terhadap Alkitab.

4.      Zwingly
Zwingly memulai pembaharuan gereja melalui seminar PL di Zurick (1525). Dia dan kawan-kawannya berusaha menafsirkan kitab-kitab PL. Ciri khas Zwingly dalam penafsirannya ialah eksseges, humanistis, spritualistis dan sosial politis. Menurutnya, adanya Firman Allah dalam Alkitab adalah karena kekuasaan Roh Kudus.[12]
2.5.Urgensi Penafsiran Reformasi pada saat ini
Gereja tidak mungkin menjadi kuat tanpa memahami Alkitab dengan sungguh-sungguh. Itu sebabnya setiap rohaniawan, bahkan setiap umat Tuhan, perlu menguasai Alkitab. Firman Tuhan mengajar umat apa yang benar yang harus dilakukan dengan sepeniuh hati, dan apayang salah yang harus ditolak dengan berani. Dalam konteks Reformasi Gereja, Marthin Luther, Yohannes Calvin dengan tegas menolak penafsiran Alkitab yang menjadi bahagian dari Theologia yang terikat dengan tradisi Gereja Katolik Roma (tidak ada keselamatan di luar Gereja/GKR). Hal ini dengan jelas ditentang oleh Marthin Luther dengan landasan yang menyatakan keselamatan hanya karena anugerah Allah . Bukan tradsisi yang mengukur Alkitab, tetapi Alkitab yang mengukur tradisi dan segala sesuatu yang dikatakan Gereja .Alkitab lebih tinngi kedudukannya darI Gereja. Alkitab adalah ukuran iman yang satu-satunya dan mutlak.[13]
Reformasi Gereja ternyata bersumbangsih dalam pembaharuan theologi dan membangun pola penfafsiran yang sangat menekankan otoritas tertinggi Alkitab. Alkitab merupakan landasan iman umat percaya. Reformasi theologia dan penafsiran Alkitab Marthin Luther juga menekankan karya Roh Kudus yang merupakan pertolongan utama penafsir dalam meneliti dan mengkaji Alkitab. [14]Reformasi Gereja sangat berperan dalam mengembalikan otoritas Alkitab sebagai wahyu Allah, yang menekankan bahwa Alkitab tetap menjadi dasar iman yang menyatukan kebanayakan orang Kristen. Reformasi Gereja menjadikan umat percaya untuk bisa lebih leluasa dalam mengkaji dan menggali makna Alkitab karena Marthin Luther sudah menyalinkan dan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa yang umat percayai kerika konteks Reformasi di Jerman.[15] Hal ini memberi peluang umat Allah untuk lebih kuat dalam membangun pemahaman yang benar akan Allah sebagai kepala Gereja. Gereja tidak kuat tanpa memahami Alkitab dengan sungguh-sunnguh. Lagipun, Reformasi Gereja yang dilakukan oleh tokoh reformator sangat bersumbangsih dalam memperbaharui ajaran theologi gereja bahwa keselamatan merupakan anugerah Allah yang membentuk pemahaman bahwa sangat keliru menagatakan bahwa tidak ada keselamatan diluar Gereja Katolik yang berkaiatan dengan terikatnya theologi Alkitab dan penfsirannya dengan Tradisi. Luther dengan jelas mengatakan bahwa peranan Roh Kudus sangat diperlukan dalam hal berteheologi. Alkitab lebih tinggi kedudukannya daripada tradisi Gereja. Sebagai umat percaya dalam berteheologi, menafsirkan Alkitab,  menagajar, dan berkhotbah harus menekankan pada pertolonagan Roh Kudus dan semua yang ditekuni dan diajarkan bersumber dari Alkitab yang menjadi satu-satunya patokan Iman Kristen.[16]
           
III.                Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat saya nyatakan ialah bahwa penafsiran adalah suatu bidang ilmu atau cara untuk memahami tentang isi dari Alkitab yang sebenarnya yang susah untuk dimengerti dan kemudian para penafsir akan menyederhanakannya sehingga seseorang yang membaca kitab-kitab mampu untuk dapat memahami isi dari teks atau nats yang sebenarnya yang ada didalam Alkitab.

IV.               Daftar Pustaka
Sumber Buku:
KBBI,Jakarta: Balai Pustaka,1996
Aritonang,Jan Sihar Berbagai Aliran di dalam dan Sekitar Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1994
Aritonang,Jan Sihar, Sejarah Reformasi, Bandung : Jurnal Info Media, 2007
Berkhof,H Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM 2015
Hasan Shadiyi, Jhon M. Echols Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2006
Rothlisberger,H,Homolitika, Jakarta : BPK-GM,2008
Susanto,Hasan, hermeneutic : Prinsip & metode penafsiran Alkitab, Malang : Literatur, 2007
Wellem,F.D, Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006
Sumber Lain:



[1] Hasan Susanto, hermeneutic : Prinsip & metode penafsiran Alkitab, (Malang : Literatur, 2007), 3-5
[2] Ibid, 6-7
[3] H. Rothlisberger, Homolitika, (Jakarta : BPK-GM,2008), 41
[4] Jhon M. Echols dan Hasan Shadiyi, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2006), 224
[5] ...,KBBI,(Jakarta: Balai Pustaka,1996)
[6] F.D.Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 391
[7] H.Berkhof, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM 2015), 101
[8] Hasan Susanto, Hermeneutic, 151
[10] Hasan Susanto, hermeneutic, 151-152
[11] Hasan Susanto, Hermeneutic, 153-154
[12] Jan Sihar Aritonang, Sejarah Reformasi, (Bandung : Jurnal Info Media, 2007), 50-52
[13] Hasan Sutanto, Hermeneutik, 158
[14] Jan S Aritonang, Garis Besar Sejarah Reformasi, 32
[15] Hasan Sutanto, Hermeneutik, 157-162
[16] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 1994), 34


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Gereja Di Cina

Tafsiran Naratif Ezra 10:1-6

Tafsiran Metode Historis Krtis: Markus 4:1-20