Pendidikan untuk Orang Dewasa: KATEKISASI



Daftar Isi
I.                   Daftar Isi......................................................................................................................3
II.                Kata Pengantar...........................................................................................................5
III.             Pendidikan Agama Kristen........................................................................................6
IV.             Dewasa
A.    Pengertian Orang Dewasa....................................................................................7
B.     Pengertian Orang Dewasa Dipandang Dari Berbagai Aspek...........................8
C.    Pembagian Umur Orang Dewasa.........................................................................9
D.    Karakter Orang Dewasa.....................................................................................10
E.     Psikologi Perkembangan Orang Dewasa...........................................................13
F.     Media-media.........................................................................................................16
G.    Metode-metode.....................................................................................................18
V.                Pengajaran/ PAK Dewasa
A.    Pengertian PAK Dewasa...............................................................................28
B.     Tujuan PAK Dewasa.....................................................................................29
C.    Iman dan Orang Dewasa...............................................................................30
D.    Pendidikan Nilai dan Orang Dewasa...........................................................36
E.     Moral dan Orang Dewasa.............................................................................42
VI.             Katekisasi
A.    Pengertian Katekisasi..........................................................................................48
B.     Tujuan Katekisasi................................................................................................49
C.    Latar Belakang Katekisasi.................................................................................51
D.    Perkembangan Katekisasi dalam Perjanjian Lama........................................52
E.     Perkembangan Katekisasi dalam Perjanjian Baru.........................................53
F.     Kateketika Pada Zaman Reformasi..................................................................57
G.    Kateketika di Indonesia.....................................................................................60
H.    Kateketika Pada Zaman Zending.....................................................................61
I.       Kateketika Setelah Zending...............................................................................62
J.      Jenis-jenis Kateketika.........................................................................................63
VII.          Bahan Pengajaran
A.    HOOK.................................................................................................................67
B.     BOOK.................................................................................................................69
C.    LOOK.................................................................................................................72
D.    TOOK.................................................................................................................74
VIII.       Daftar Pustaka




















Kata Pengantar
Puji Syukur kita panjatkan Kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku Bahan Pengajaran Katekisasi untuk Pemuda di GBKP Runggun Rumah Pil-pil, dengan judul materi “Penciptaan”.
Buku ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Kristen Kateketika Dewasa. Dalam  buku ini mengulas tentang, pengertian Pendidikan Agama Kristen (PAK), pengertian orang dewasa, psikologi perkembangan orang dewasa sampai kepada Bahan Pengajaran bagi Orang Dewasa.
Saya sebagai penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya, kepada:
1.      Kepada Dr. Setia Ulina Br Tarigan sebagai Dosen pengampu dalam mata Kuliah Pendidikan Agama Kristen yang selalu sabar membimbing dan mengarahkan  kami selama dua semester bersama ibu.
2.      Kepada Dr. Erick Johnson Barus sebagai Dosen Pembimbing kelas II-B/Theologia yang selalu sabar mengarahkan kami semua.
3.      Kepada BPMR GBKP Runggun Rumah Pil-pil, Kepada Tim Penguji, Kepada Teman-teman yang sedang menjalani belajar Katekisasi, dan Kepada seluruh Jemaat GBKP Runggun Rumah Pil-pil yang sudah senantiasa mengijinkan saya untuk membawa Pengajaran Katekisasi.
4.      Kepada kedua Orang tua saya P. Kayser Tarigan dan R. Br Barus, yang selalu senantiasa mendoakan dan memberi saya semangat.
5.      Kepada seluruh teman-teman kelas II-B, dan kepada teman-teman yang sudah ikut berpartisipasi membantu saya dalam pembuatan buku ini.
            Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan buku pada tugas-tugas selanjutnya dan pada waktu mendatang.
Dede Genta Sari Br Tarigan


III. Pendidikan Agama Kristen

Ø  Pengertian Pendidikan Agama Kristen
Pendidikan Agama Kristen harus pertama sekali kita pahami sebagai “pendidikan”. Artinya sebagai “pendidikan” ia merupakan usaha sadar tujuan, dan bersungguh-sungguh untuk membimbing dan memperlengkapi individu dan kelompok menuju kedewasaan, khususnya dalam cara berfikir, sikap, iman, dan perilaku. Kemudian PAK harus pula kita pahami secara seksama tentang kedudukannya sebagai pendidikan dan pengajaran agama, atau tepatnya pengajaran iman Kristen. Landasannya, cara kerjanya, serta misinya harus berakar dari nilai-nilai iman Kristiani, sebagaimana diajarkan dalam Alkitab dan Tradisi Gereja sebab itu, dalam mengembangkan tugas PAK, paa pengelolanya perlu tetap berakar dan berdasar dalam kehidupan, yang berpusat pada pribadi Yesus Kristus dan digerakkan oleh dinamika pribadi Roh yang Maha Kudus.[1]  
Pendidikan Agama Kristen mengajarkan setiap orang Kristen untuk mengenal Tuhan Yesus dengan dasar iman yang benar. Proses belajar menagajra yang alkitabiah, dengan kuasa Roh Kudus dan berpusatkan pada Kristus. Pendidikan Agama Kristen adalah pendidikan yang berisi ajaran tentang iman Kristen. Maksudnya ajaran yang menekankan pada moral dan mental serta rohani seseorang (anak didik), penekanan pendidikan mengarah pada tiga aspek pendidikan yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang terjadi pada proses belajar mengajar sistematis.
Ada perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa jika ditinjau berdasarkan umur, ciri psikologis dan ciri biologis. Pendidikan bagi orang dewasa adalah semua aktivitas pendidikan yang dilakukan oleh orang dewasa  dalam kehidupan sehari-hari yang hanya menggunakan sebagian waktunya dan tenaga untuk memperoleh atau menambahkan intelektualnya.[2] Jadi kesimpulan pengertian PAK Dewasa adalah seluruh aspek pendidikan yang didasarkan pada tinjauan Alkitabiah teologis, dan kerohanian, dalam hal kerohanian orang dewasa yang mengarahkan orang dewasa agar dapat menjalani kehidupan spritual dengan baik dan benar sehingga menjadi dampak positif bagi orang lain, baik dalam gereja, masyarakat dan dimanapun berada.[3]

IV.             Dewasa
A.    Pengertian Dewasa
Istilah “adult” berasal dari kata kerja Latin, seperti juga istilah “adolescene-adolescere”, yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi kata adult berasal dari bentuk lampau participle dari kata kerja adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukannya dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.[4] Orang dewasa juga dapat diartikan sebagai individu-individu yang telah memiliki kekuatan tubuh secara maksimal dan siap berproduksi dan telah dapat diharapkan memiliki kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta dapat diharapkan memainkan peranannya bersama dengan individu-individu lain dalam masyarakat.[5]
Elisabeth B.Hurlock menyatakan bahwa orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.[6] Ditinjau dari segi psikologis seseorang yang dapat dikatakan dewasa yaitu orang yang mampu mengarahkan diri sendiri, tidak selalu tergantung kepada orang lain, mau bertanggung jawab, mandiri, berani mengambil resiko dan mampu mengambil keputusan.[7] Orang juga dapat disebut dewasa apabila telah menyelesaikan tahun-tahun sekolahnya sebagaimana tuntutan masyarakatnya. Banyak pendidik orang dewasa mengasumsikan (baik oleh pilihan sendiri maupun bukan) semacam tanggung jawab bagi diri sendiri dan barang kali juga terhadap orang lain, dan juga suatu tingkat kemandirian dari otoritas orangtua yang baik sama dengan para remaja dan pemuda.[8]


B.     Pengertian Orang Dewasa Dipandang Dari Berbagai Aspek
1.      Menurut Alkitabiah
Orang dewasa menurut alkitabiah adalah orang yang dianggap mampu untuk memperlihatkan kebenaran dan kesaksiannya (Bnd. Yeh 23:12). Orang dewasa dari Perjanjian Lama dibatasi dari segi umur saja tetapi lebih dominan ditunjukan oleh kemampuan dan kekuatannya dalam melakukan kehendak Allah. Didalam Perjanjian Lama gambaran orang dewasa adalah seorang yan mulai sadar dan dapat berpikir tentang dunia luar dan dirinya sendiri. Sedangkan dalam kitab Perjanjian Baru juga tidak ditemukan batasan tertentu tentang seseorang yang dikatakan dewasa. namun dalam 1 Tim 4:12 mengatakan bahwa “janganlah seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda, jadilah teladan bagi orang percaya dalam perkataanmu, tingkah lakumu, dalam kasihmu dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu”. Dari kesaksian ini terlihat bahwasannya orang dewasa merupakan orang yang dianggap belum mampu, namun sebenarnya telah mempunyai kemampuan jika setia kepada Tuhan dan suci dalam perbuatan.[9]
2.      Orang Dewasa Menurut Gereja
Orang dewasa didalam gereja adalah orang yang sudah menerima sidi (tanda kedewasaan Rohani di Gereja), oleh karena itu orang dewasa ini memiliki kedudukan yang sama denagn jemaatb yang lai, dalam arti sudah mendapat hak pilih dan dipilih menjadi penatua dan ikut dalam musyawarah jemaat. Maka dari itu orang dewasa dalam gereja mempunyai kewajiban dalam memberitakan injil kepada setiap orang (Mat 28:19-20).
3.      Orang Dewasa Secara Umum
Secara umum yang disebut orang dewasa adalah orang yang sudah mengerti membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, yang benar dan yang mana yang tidak benar, pemikirannya tidak seperti anak-anak lagi melainkan dapat berpikir lebih abstrak, hidup mandiri dan bertanggungb jawab. Orang dewasa secara umum juga mempunyai rasa ketidakamanan tertentu, bergerak dalam pekerjaan, mempunyai pandangan hidup yang beraneka dan mengalami gaya hidup baru.[10]
C.    Pembagian Umur Orang Dewasa
Masa Dewasa dibagi menjadi 3 bagian:[11]
1.      Dewasa Awal 18-34 tahun (Masa dewasa Dini/ Young Adult)
Adalah masa pencarian kemantapan dan masa reproduksi yaitu masa penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreatifitas dan penyesuain diri pada pola hidup yang baru.
2.      Dewasa Madya 35-60 tahun (Midle adulthood)
Status kesehatan menjadi persoalan utama masa dewasa madya, hal ini dikarenakan adanya sejumlah perubahan fisik. Perubahan kejantanan bagi pria dan juga wanita mengalami berkurang/ hilangnya kesuburan. Seperti, pada wanita mengalami monopouse.
3.      Dewasa Lanjut 60 tahun keatas (Masa Tua/ older adult)
Masa dewasa tua berkisar umur 60 tahun ke atas. Proses penuaan berarti menurunnya daya tahan fisik, menurut kartari (1993) lanjut usia disebabkan oleh meningkatnya usia, sehingga terjadi perubahan struktur dan fungsi sel jaringan serta sistem organ.












D.    Karakter Orang Dewasa

A.    Karakteristik dewasa muda[12]
Masa  ini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru, orang dewasa muda diharapkan memainkan peranan baru  seperti peran suami/ istri, orang tua, dan pencari nafkah.
1.      Masa dewasa Dini sebagai masa pengaturan
Banyak orang sudah mencoba berbagai  pekerjaan untuk menentukan mana yang paling sesuai untuk memenuhi berbagai kebutuhan mereka dan yang akan memberi kepuasan yang lebih permanen
2.      Masa dewasa dini sebagai usia reproduktif
Orang tua merupakan salah satu peran yang paling penting dalam hidup orang dewasa. Bagi orang yang cepat mempunyai anak dan mempunyai keluarga besar pada awal masa dewasa atau bahkan pada tahun-tahun terakhir  masa remaja kemungkinan seluruh masa dewasa ini merupakan masa reproduksi
3.      Masa dewasa dini sebagai masa bermasalah
Dalam tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang dihadapi   seseorang, masalah baru ini dari segi utamanya berbeda  dari masalah yang dihadapi sebelumnya. Dengan menurutnya  tingkat usia kedewasaan secara hukum menjadi  18 tahun pada tahun 1970 anak-anak muda telah dihadapkan pada banyak masalah dan mereka tidak siap untuk menghadapinya.
4.      Masa dewasa dini sebagai masa ketegangan emosional
Sekitar awal pertengahan umur tiga puluhan  kebanyakan orang muda telah mampu  memecahkan masalah-masalah mereka dengan baik sehingga menjadi stabil dan tenang secara emosional


5.      Masa sebagai keterasingan sosial
Banyak orang muda yang semenjak masa kanak-kanak dan remaja terbiasa tergantung pada persahabatan dalam kelompok mereka kesepian sewaktu  tugas-tugas mereka dalam rumah tangga ataupun dalam pekerjaan memisahkan mereka dari kelompok mereka.
6.      Masa sebagai masa komitmen
Sewaktu menjadi dewasa orang-orang muda mengalami perubahan tanggung jawab dari seorang pelajar yang sepenuhnya tergantung pada orang tua menjadi orang dewasa mandiri maka mereka menentukan pola hidup baru  dan membuat komitmen-komitmen baru
7.      Masa dewasa dini sebagai masa kreatif
Bentuk kreatifitas yang akan terlihat sesudah ia dewasa akan tergantung  pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya.
B.     Karakteristik Dewasa Madya[13]
1.      Usia madya merupakan usia yang sangat ditakuti
Semakin mendekati usia tua, periode usia madya semakin terasa lebih menakutkan dilihat dari seluruh kehidupan manusia, oleh karena itu orang-orang dewasa tidak akan mau mengakui  bahwa mereka telah memasuki usia tersebut
2.      Usia madya adalah masa stres
Penyesuaian  secara radikal terhadap peran dan pola hidup  yang berubah khususnya bila disertai dengan perubahan fisik selalu cendrung merusak homeo statis fisik dan psikologi seseorang dan membawa kepada masa stres
3.      Usia madya adalah masa transisi
Transisi senantiasa berarti penyesuaian diri  terhadap minat nilai dan pola perilaku yang baru
4.      Usia madya adalah usia yang berbahaya
Usia ini dianggap sebagai usia yang berbahaya karena cara biasa menginterpretasi berasal dari kalangan pria yang ingin melakukan pelampiasan untuk kekerasan yang berakhir sebelum memasuki usia lanjut
5.      Usia madya merupakan masa evaluasi
Karena usia madya pada umumnya  merupakan saat pria dan wanita  mencapai puncak prestasinya  maka logislah apabila masa ini juga merupakan saat mengevaluasi prestasi brdasarkan aspirasi.
6.      Usia madya merupakan masa jenuh
Hampir seluruh pria dan wanita pada usia ini  mengalami kejenuhan. para pria jenuh kepada kegiatan-kegiatan rutin dan kehidupan keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburan.
7.      Karakteristik Dewasa Lanjut
Kesepian merupakan kondisi yang sering mengancam kehidpan para orang tua, khususnya manula ketika anggota keluarga misalnya anak-anak hidup terpisah dari mereka, kesepian tidak semata-mata muncul akibat kesendirian fisik atau ketidakberadaan  orang lain disekeliling hidup seseorang tetapi juga akibat perasaan  ditinggalkan khususnya oleh mereka yang tadinya memiliki hubungan emosional yang amat dekat.[14]

8.      Ciri spesifik Dewasa lanjut[15]
a.       Keadaan fisik lemah dan tak berdaya hingga harus tergantung kepada orang lain
b.      Menentukan kondisi hidup sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik
c.       Orang usia lanjut secara tidak proposional menjadi subyek bagi masal emosional dan mental yang berat
d.      Keinginan menjadi muda kembali sangat kuat pada usia lanjut
e.       Status ekonominya sangat melemah  sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai perubahan  besar dalam pola hidupnya
f.       Mencari teman baru untuk menggantikan suami/istri yang meninggal/ pergi jauh
g.      Belajar mempelakukan anak yang sudah besar sebagai orang dewasa
h.      Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat  yang secara khusus yang direncanakan untuk orang dewasa .

E.     Psikologi Perkembangan
1.      Pengertian Psikologi
Secara etimologi psikologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “psyche” yang artinya jiwa, dan “logos” yang artinya ilmu jiwa. Sehingga psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosenya, maupun latar belakangnya.[16] Menurut Aristoteles, psikologi adalah ilmu mengenai gejala-gejala jiwa manusia, dimana didalam ilmu itu dipelajari tentang tingkah laku manusia dan penghayatan akan manusia.[17] Psikologi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku dan proses mental.[18] Jadi, pada dasarnya psikologi itu merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku seseorang atau sering disebut dengan ilmu jiwa.
2.      Pengertian Perkembangan
Perkembangan adalah perubahan individu ke arah yang lebih sempurna yang terjadi dari proses terbentuknya individu sampai akhir hayat dan berlangsung secara terus menerus. Selain itu perkembangan adalah perubahan yang terjadi dalam suatu medium. Elisabeth B.Hurlock mengartikan perkembangan sebagai serangkaian perubahan yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.[19] Perkembangan juga dapat diartikan sebagai suatu perubahan dan perubahan itu tidak bersifat kuantitatif , melainkan kualitatif.[20]
3.      Psikologi Perkembangan Orang Dewasa
Psikologi perkembangan orang dewasa terbagi atas tiga baigan, yaitu:
a.      Dewasa Dini (18-34 tahun)
1.      Fisik
Sejak usia sekitar 25 tahun, perubahan perubahan fisik mulai terlihat. Perubahan-perubahan ini sebagian besar lebih bersifat kuantitatif dari pada kualitatif. Secara berangsur-angsur, kekuatan fisik mengalami kemunduran, sehingga lebih mudah terserang penyakit. Akan tetapi bagaimana pun juga seseorang masih tetap cukup mampu untuk melakukan aktivitas normal bahkan bagi yang menjaga kesehatannya dan melakukan olahraga rutin masih terlihat bugar.[21] 
2.      Kognitif
Berpikir positif, berpikir kreatif, proaktif dan kritis,[22] kemampuan menyatakan perbedaan pendapat dengan kebijaksanaan dan kemampuan menerima kegagalan dan keberhasilan secara simpati.
3.      Segi Emosi
Timbul kekuatiran tentang pekerjaan, perkawainan yang membuat mereka tegang, adanya kenginginan yang besar tentang karier, keluarga dan kesehatan. Memiliki semangat yang kuat dalam bersaing.
4.      Segi Sosial
Mulai menyesuaikan diri dengan pekerjaan dan perkawinan, adanya waktu menerima waktu tanggung jawab dan mandiri, masa kesepian (terasing dari lngkungan). Berkembangnya kesadaran akan ketertiban sosial. Suka menjamu teman-teman dirumah dan mulai ada persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.
5.      Segi Spiritual
Memperhatikan relasi pribadi dengan Tuhan seperti hubungan suami istri (ibadah yang teratur, membentuk tim-tim doa, mengajak mereka terlibat dalam kegiatan Gereja). Dalam ibadah yang tradisional (menajamkan kedewasaan dari berbagai sudut pandangan ilmu pengetahuan dan alam).[23]
b.      Dewasa Madya (35-60 tahun)
1.      Fisik
Kekuatan dan energi orang berkurang pada masa ini. Kaum wanita mengalami monopause dengan akibat yang negatif. Kemampuan panca indera dan seks berkurang. Mereka cenderung menyukai pekerjaan yang kurang keras.
2.      Kognitif
Penyesuaian terhadap peran dan pola hidup yang selau berubahcenderung membawa orang dewaswa kemasa stress. Pada masa ini dituntut bertanggung jawab yang nyata. Pada masa ini juga merupakan saat menevaluasi prestasi.
3.      Mental Intelektual
Semakin tua orang akan semakin lambat dalam belajar meskipun masih tetap mampu dalam belajar.
4.         Sosial
Umunya orang muda hanya bergerak keatasa dan hanya sedikit yang puas berpindah kesenjangan sosial yang lebih rendah. Masa ini merupakan masa keterpencilan yang mana dalam masa ini pria dan wanita merasa kesepian.
5.      Emosi
Akibat menurunnya kemampuan penginderaan, mungkin akan timbul perasaan tidak berguna, tidak aman dan depresi, tetaoi pada masa ini juga akan timbul sifat suka menoong orang lain dan lebih bijaksana dari pada sebelumnya.
6.      Spiritual
Orang pada masa usia ini menilai kembali tanggung jawab kedewasaanya dan pelayanannya dalam gereja.[24] Pada masa ini dewasa mempunyai toleransi agama yang lebih baik dari pada sebelumnya.
c.       Dewasa Lanjut (60 tahun keatas)
1.      Fisik
Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat. Tubuh membungkuk dan tampak kecil, garis pinggang melebar.
2.      Kognitif
Orang yang berusia lanjut lebih berhati-hati dalam belajar, memerlukan waktu yang lebih banyak untuk mengintegrasikan jawaban mereka, kurang mampu mempelajari hal-hal yang baru. Keinginan untuk berpikir kreatif berkurang. Menurut Sntrock 5 hingga 10% dari neuron kita berhenti tumbuh sampai kita mencapai usia 70 tahun. Setelah itu hilangnya neuron akan semakin cepat.
3.      Sosial
Semakin lanjut usia seseorang berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari keterbatasan yang dimilikinya. Keadaaan ini mengakibatkan interaksi sosial pada lanjut usia menurun baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Pada masa pensiun seseorang harus menyesuaikan diri dengan peran baru.
4.      Afektif
Harus bergantung pada orang lain. Cenderung untuk mengenang sesuatu yang sudah terlewatkan. Mencari teman baru untuk mengantikan suami atau istri yang sudah meninggal.
5.      Spiritual
Menurunya kehadiran dan partisipasinya dalam kegiatan gereja. Pada tingkat ini kepercayaan semakin mundur kelatar belakangan pribadi mengosongkan diri, sekaligus mengalami diri sebagai makhluk yang berakar dalam Allah dan daya kesatuan. [25]
F.     Media
1.      Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa latin medius. Dalam bahasa latin media dimaknai sebagai antara. Media merupakan bentuk jamak dari medium yang secara harafiah berarti pengantara atau pengantar. Secara khusus kata tersebut dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa informasi dari satu sumber kepada penerima.[26] Adapun pengertian media menurut pakar dan organisasi, yaitu:
·         Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari guru (Schram, 1982).
·         National Education Asociation (NEA) memberikan batasan bahwa media merupakan sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun auidovisual, termasuk teknologi perangkat kerasnya.
·         Briggs berpendapat bahwa media merupakan alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar.
·         Asociation of Education Comunication Technology (AECT) memberikan batasan bahwa media merupakan segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan.
·         Gagne berpendapat bahwa berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
·         Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar (Miarao, 1989).[27]
2.      Pengertian Media Pembelajaran
Proses belajar mengajar pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi, sehingga media yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran.[28] Media pembelajaran selalu terdiri atas dua unsur penting, yaitu unsur peralatan atau perangkat keras (hardware) dan unsur pesan yang dibawanya (message/ software). Media pembelajaran memerlukan peralatan untuk menyajikan pesan, namun yang terpenting bukanlah peralatan itu, tetapi pesan atau informasi belajar yang dibawakan oleh media tersebut.[29]
3.      Fungsi Media Pembelajaran[30]
1.      Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalitas
2.      Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indra
3.      Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar
4.      Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan kinestetiknya.
5.      Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, menimbulkan persepsi yang sama.
G.    Metode-metode
1.      Pengertian metode Pembelajaran
Metode secara harafiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang umu, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Kata “pembelajaran” berarti segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri siswa. Jadi metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri siswa untuk mencapai tujuan.[31]
2.      Jenis Metode
1.      Seminar
Merupakan suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh beberapa orang dalam suatu sidang yang berusaha membahas/ mengupas masalah-masalah atau hal-hal tertentu dalam rangka mencari jalan memecahkannya atau mencari pedoman pelaksanaannya.
2.      Sociodrama dan Role Play (Bermain Peran)
Metode sosiodrama dan bermain peran merupakan suatu metode mengajar dimana siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku atau ungkapan gerak gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia.
3.      Demonstrasi
Demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan peserta dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan sesuatu.
4.      Kerja Lapangan
Metode mengajar dengan mengajak siswa ke dalam suatu tempat di luar sekolah yang bertujuan tidak hanya sekedar observasi atau peninjauan saja, tetapi langsung terjun aktif ke lapangan kerja agar siswa dapat menghayati serta bekerja sendiri dalam pekerjaan.
5.      Simulasi
Metode simulasi merupakan cara mengajar dimana menggunakan tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang di maksudkan dengan tujuan agar orang dapat menghindari lebih mendalam tentang bagaimana orang itu merasa dan berbuat sesuatu dengan kata lain siswa memegang peranan sebagai orang lain.
6.      Kerja Kelompok
Suatu cara menyajiikan bahan pelajaran dengan menyuruh pelajar (setelah dikelompokkan) mengerjakan tugas terntentu untuk mencapai tujuan pengajaran.
7.      Ceramah
Metode yang meberikan penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu dan tempat tertentu. Dengan kata lain, metode ini adalah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umunya mengikuti secara pasif.
8.      Sumbang saran
Suatu cara mengajar dengan mengutarakan suatu masalah ke kelas oleh guru kemudian siswa menjwab mengemukakakn pendapat atau jawaban dan komentar sehingga masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru.
9.      Unit Teaching
Metode yang meberikan kesempatan pada siswa secara aktif dan guru dapat mengenal dan menguasai belajar secara unit.
10.  Sandiwara
Seperti memindahkan sepenggal cerita yang menyerupai kisah nyata atau situasi sehari-hari ke dalam pertunjukkan.
11.  Penemuan (Discovery)
Merupakan proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu proses atau prinsip-prinsip.
12.  Eksperimen
Merupakan salah satu cara mengajar dimana seorang siswa diajak beruji coba atau mengadakan pengamatan kemudian hasil pengamatan disampaikan di kelas dan di evaluasi oleh guru.
13.  Permainan
Metode yang digunakan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat dan antusiasme.
14.   Studi Kasus
Merupakan metode penyajian pelajaran dengan memanfaatkan kasus yang ditemui anak sebagai bahan pelajaran kemudian kasus tersebut dibahas bersama untuk mendapatkan penyelesaian.
15.  Inquiry
Teknik pengajaran di depan kelas dimana dilakukannya pembagian tugas meneliti suatu masalah ke kelas.
16.  Micro Teaching
Merupakan suatu latihan mengajar permulaan bagi guru atau calon guru dengan scope, latihan dan audience yang lebih kecil dan dapat dilaksanakan di lingkungan teman-teman setingkat sendiri atau sekelompok siswa di bawah bimbingan pembimbing.
17.  Problem Solving
Metode pemecahan masalah adalah menggunakan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
18.  Metode Karya Wisata
Metode mengajar yang dilaksanakandengan mengajak siswa ke suatu tempat atau obyek tertentu untuk mempelajari sesuatu.
19.  Practice/ Drill (Latihan /Praktek)
Latihan secara sederhana adalah latihan dengan daya dan upaya untuk meningkatkan secara menyeluruh kondisi fisik dengan proses yang sistematis dan berulang-ulang dengan kian hari kian bertambah jumlah beban latihan, waktu atau intesnsitasnya.
20.  Dialog
Merupakan salah satu teknik metode pengajaran untuk memberi motivasi pada siswa agar aktif pemikirannya untuk bertanya.
21.   Non Directive
Merupakan salah satu metode mengajar dimana siswa melakukan observasi, analisis dan berpikir sendiri.
22.  Tanya Jawab
Merupakan cara lisan menyajikan bahan untuk mencapai tujuan pengajaran
23.  Katekesmus
Merupakan suatu cara menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya sudah ditentukan.
24.   Prileksi
Merupakan suatu cara menyajikan pelajaran dengan menggunakan bahasa lisan, menyuruh para pelajar mendiskusikan, menganalisa, membandingkan dan akhirnya menarik kesimpulan dari apa yang disampaikan untuk mencapai tujuan pengajaran.
25.  Proyek
Merupakan suatu cara menyajikan bahan ajaran pada hal tertentu untuk mempelajari dalam rangka mewujudkan tujuan belajar.
26.  Berprogama
Menyajikan bahan pelajaran dengan menggunakan alat tertentu untuk mencapai tujuan pengajaran.
27.  Musyawarah
Merupakan cara menyajikan bahan pelajaran melalui perundingan untuk mencapai musyawarah bersama.
28.  Mind Mapping
Pembelajaran ini sangat cocok untuk mereview pengetahuan awal anak
29.  Review (Ulasan)
Ulasan adalah kupasan, tafsiran, komentar, tanggapan.
30.   Sharing Time (Berbagi waktu)
Meluangkan waktu untuk bercerita kepada teman, keluarga untuk berdiskusi mengenai sesutau agar mempunyai solusi.
31.  Show and Tell (Menunjukkan dan Menjelaskan)
Mempertunjukkan dan menjelaskan adalah memperlihatkan kemudian menjelaskan apa yang kita pertunjukkan tersebut.
32.   Simulation Games (Simulasi Permainan)
Simulasi permainan adalah menirukan sesuatu permainan dengan melihat keadaan sekelilingnya.
33.  Spontaneous Speaking (Berbicara Spontan)
Berbicara spontan pada hakikatnya berbicara tanpa persiapan juga deisebut dengan to aldlib atau ad libs berarti mengatakan sesuatu tanpa persiapan atau memberikan komentar secara spontan. Berbicara tanpa persiapan biasanya sering dilakukan oleh beberapa penyiar yang sudah berpengalaman karena dalam melakukannya, mereka jarang melihat catatan yang mereka bawa dan hanya memandu secara spontan.
34.  Story Writing/ Telling
Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain. Bercerita adalah upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran dan kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih keterampilan anak dalam bercakap-cakap, untuk menyampaikan ide-ide dalam bentuk tulisan.
35.  Testing (Pengujian)
Pengujian adalah proses yang bertujuan untuk memastikan apakah semua fungsi sistem bekerja dengan baik dan mencari kesalahan yang terjadi pada sistem. Tujuan dari pengujian adalah untuk mendeteksi kesalahan bahasa (language error), kesalahan yang diakibatkan oleh penulisan.
36.  Simposium
Simposium adalah serangkaian pidato pendek di depan pengunjung dengan seorang pemimpin. Simposium menampilkan beberapa orang pembicara dan mereka mengemukakan aspek-aspek pandangan yang berbeda dan topik yang sama. Dapat juga terjadi, suatu topik persoalan dibagi atas beberapa aspek, kemudian setiap aspek disoroti tersendiri secara khusus, tidak perlu dari berbagai sudut pandang.

37.  Dramatic Reading/ Membaca Drama
Membaca drama berbeda dari membaca fiksi drama menceritakan sedikit tentang karakter, biasanya hanya dalam arah tahap yang pemirsa dari tidak melihat pemain. Aktor dan pembaca harus membaca petunjuk dan harus hati-hati untuk membuat kesimpulan dari apa yang dipelajari tentang karakter dalam dialog. Dari apa yang dikatakan karakter, anda harus membangun sebuah penafsiran siapa mereka.
38.  Charadas
Charadas adalah metode dengan meniru atau mengikuti gambar gaya seseorang, biasanya dengan cara yang lucu.
39.  Monologue
Metode ini adalah metode dimana anak diajak untuk berbicara panjang sendiri. Ini juga dapat diartikan sebagai pidato dramatis oleh aktor tunggal.
40.  Pantomime
Metode ini adalah metode yang meniru gerakan tubuh tanpa kata-kata.
41.  Play/ Bermain
Bermain adalah aktivitas khas yang menggembirakan, menyenangkan dan menimbulkan kenikamatan. Kegiatan ini merupakan kesibukan yang dipilih sendiri oleh anak sebagai bagian dari usaha mencoba-coba dan melatih diri.
42.  Silhouettes (Siluet)
Siluet merupakan metode dengan menggunakan apa yang dihasilkan dalam fotografi karena adanya perbedaan signifikan antara pantulan cahaya objek utama di bagian depan gambar dengan latar belakangnya. Untuk menghasilkan siluet, cahaya dari bagian belakang objek harus sangat terang kemudian ditangkap dengan mengukur luminitas cahaya latar belakang.
43.  Skit (Lelucon)
Metode ini adalah metode yang menggunakan cerita pendek atau susunan perkataan yang bersifat lucu. Terdapat beberapa kategori lelucon, dari lelucon sederhana hingga lelucon yang menggunakan sarkasme.
44.    Spontaneous drama (Drama Spontan)
Drama spontan merupakan bentuk seni yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan memyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Dengan melihat drama, penonton seolah-olah melihat kehidupan dan kejadian dalam masyarakat. Hal ini karena drama merupakan potert kehidupan manusia.
45.  Story Play (Bermain Cerita)
Bermain cerita berarti penceritaan cerita atau memainkan cerita. Selain itu bermain cerita disebut juga mendongeng seprti yang dikemukakan oleh Malan, mwndongeng adalah bercerita berdasarkan tradisi lisan. Bermain cerita merupakan usaha yang dilakukan oleh pendongeng dalam menyampaikan isi perasaan, buah pikira atau sebuah cerita kepada anak-anak secara lisan.
46.  Tableau (Tablo)
Tablo (kata benda) adalah petunjukan lakon tanpa gerak atau tanpa dialog.
47.  TV/ Radio Show (TV/ Acara Radio)
Metode ini adalah metode yang menggunakan TV atau acara radio
48.  Apprenticeship (Masa Belajar)
Dapat diartikan sebagai aktivitas mental (psikis) yang terjadi karena adanya interaksi aktif antara individu dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan yang bersifat relatif dalam aspek: kognitif, psikomotr dan afektif. Perubahan tersebut dapat berubah ke arah sesuatu yang sama sekali baru atau penyempurnaan/ peningkatan dari hasil belajar yang telah diperoleh sebelumnya.
49.  Assignment/ Homework (Tugas/ Pekerjaan Rumah)
Metode ini adalah metode dimana anak diberikan tugas atau pekerjaan rumah. Tugas juga dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan dan tanggung jawab seseorang. Pekerjaan yang dibebankan. Sesuatu yang wajib dilakukan atau ditentukan untuk perintah agar melakukan sesuatu dalam jabatan terntentu.
50.  Case Study (Studi Kasus)
Studi kasus adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam riset kyang menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yng mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara-caar ayng sistematis dalam melakukan pengamatan data, amalisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya akan dieproleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya.


51.  Metode Kerajinan tangan/ Kreatifitas
Merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengajar anak didik menciptakan suatu produk atau barang yang dilakukan dengan tangan dan memiliki fungsi pakai atau keindahan sehingga memiliki nilai jual.
52.  Metode minat atau pusat belajar
Merupakan cara pengajaran yang dilakukan dengan cara melihat minat yang ada pada diri anak.
53.  Metode Hewan dan Tanaman
Merupakan pengajaran yang dilakukan dengan memperkenalkan hewan-hewan dan tumbuhan kepada anak agar anak dapat mengenal dan memahami makhluk hidup yang lain.
54.  Metode Surat Kabar
Metode yang menggunakan surat kabar dengan tujuan mengajarkan anak untuk mengetahui kejadian-kejadian yang ada di sekitarnya.
55.  Metode Laboratorium
Cara pengajaran yang dilakukan dengan cara melakukan percobaan di laboratorium.
56.  Programmed Learning and Instruction
Pembelajaran yang identik dengan kata” mengajar” berasal dari kata “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui, ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan ssehingga anak didik mau belajar. Maka dari itu pembelajaran adalah proses interaksi peserta dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai suatu objektif yang ditentukan. Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah.
57.  Reports (Laporan)
Laporan adalah suatu bentuk penyampaian berita, keterangan, pemeberitahuan atau pertanggung jawaban baik secara lisan maupun tertulis dari bawahan kepada atasan sesuai dengan hubungan wewenang dan tanggung jawab yang ada antara mereka.


58.  Research (Penelitian)
Penelitian sering dideskripsikan sebagai suaut proses investigasi yang dilakukan dengan aktif, tekun, dan sistematis yang bertujuan untuk menemukan, menginterpretasikan, dan merevisi fakta- fakta. Penelitian juga menghasilkan suatu pengetahuan yang lebih mendalam mengenai sutau peristiwa, tingkah lkau, teori, dan hukum serta membuka peluang bagi penerapan praktik dari penegtahuan tetrsebut.
59.  Sensory Experiences (Pengalaman Sensorik)
Bagaimana sesuatu terlihat, suara, selera dan sebagian besar itu adalah tentang pengalaman visual, tapi deskripsi juga berhubungan dengan jenis lain dari persepsi.
60.  Supervised Study (Belajar diawasi)
Ini merupakan metode belajar yang dilakukan dengan perhatian penuh.
61.  Survey (Penelitian)
Suatu tindakan yang dilakukan untu mencari tahu tentang sesuatu.
62.  Team Teaching (Tim Mengajar)
Tim mengajar ini adalah sekelompok guru atau sukarelawan utnuk mendidik.
63.  Textbook Study (Buku Pelajaran)
Buku pelajaran ini adalah alat yang dipakai untuk menulis seluruh atau sebagian dari didikan guru.
64.  Unit of Learning (Unit Belajar)
Sekelompok orang yang tergabung dalam suatu rana pembelajaran.
65.   Verse Memorization (Ayat Hafalan)
Ayat hafalan adalah suatu metode yang penekanannya untuk daya ingatan baik itu cakupan waktu yang lama maupun waktu yang singkat.
66.   Workbook or Manual (Buku Kerja atau Manual)
Buku kerja ini adalah buku untuk pengamatan sesuatu yang bersifat langkah-langkah.
67.  Cathecism (Katekismus)
Katekismus ini suatu bentuk pengajaran tentang keagamaan mengenai keimanan seseorang.


68.  Choral Reading/ Speaking (Paduan suara membaca/ berbicara)
Paduan suara ini adalah metode ekskpresi diri untuk meluapkan kebahagiaan serta kesedihan di dalam sutau kata yang di aransemen mnejadi suatu nada yang indah di dengar.
69.  Circle Conversation (Lingkaran Percakapan)
Ini adalah sebuah bentuk percakapan yang dilakukan dalam kartun-kartun gunanya untuk menandakan ada topik pembicaraan tersebut.
70.   Creative Writing (Menulis kreatif)
Menulis kreatif ini metode pembelajaran yang dilakukan untuk menunjukkan bakat/ jiwa seni yang ada dalam dirinya sendiri.
71.  Games (Pertandingan)
Metode ini adalah metode dimana anak-anak di ajak untuk mengikuti pertandingan yang sudah ditetapkan guru. Dengan metode ini anak-anak dapat belajar untuk berjuang.
72.  Memorization (Menghafal)
Metode ini adalah metode degan memberikan anak hafalan-hafalan dan pada waktu yang sudah ditetapkan, apa yang sudah dihafal dikatakan.
73.  Paraphrase (Mengutip)
Mengutip adalah mengambil perkataan atau kalimat dari buku, mengumpulkan dari berbagai sumber, dan sebagainya.
74.   Puzzle (Menyatukan)
Menyatukan adalah menjadikan satu, mengumpulkan menjadi satu.
75.   Questions and Answer (Pertanyaan dan Jawaban)
Pertanyaan adalah sebuah ekspresi keingintahuan seseorang akan sebuah informasi yang dituangkan dalam kalimat tanya. Jawaban adalah sahutan, balasan, tanggapan.
76.  Play Time (instructive) (Waktu bermain)
Waktu bermain yaitu kita harus menyisihkan waktu untuk bermain agar tubuh bisa seimbang dengan kinerja otak.
77.  Reading (Membaca)
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulis. Pengertian lain dari membaca adalah suatu proses kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan lambang-lambang bahasa tulis.
78.  Mime
Mime adalah metode yang berkomunikasi sepenuhnya dengan gerakan dan ekspresi wajah. Ini merupakan jenis drama yang dimana orang-orang dan peristiwa umumnya diwakili secara konyol.

V.                Pengajaran/PAK Dewasa
A.    Pengertian PAK Dewasa
Pendidikan Agama Kristen mengajarkan setiap orang Kristen untuk mengenal Tuhan Yesus dengan dasar iman yang benar. Proses belajar menagajra yang alkitabiah, dengan kuasa Roh Kudus dan berpusatkan pada Kristus. Pendidikan Agama Kristen adalah pendidikan yang berisi ajaran tentang iman Kristen. Maksudnya ajaran yang menekankan pada moral dan mental serta rohani seseorang (anak didik), penekanan pendidikan mengarah pada tiga aspek pendidikan yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang terjadi pada proses belajar mengajar sistematis.
Ada perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa jika ditinjau berdasarkan umur, ciri psikologis dan ciri biologis. Pendidikan bagi orang dewasa adalah semua aktivitas pendidikan yang dilakukan oleh orang dewasa  dalam kehidupan sehari-hari yang hanya menggunakan sebagian waktunya dan tenaga untuk memperoleh atau menambahkan intelektualnya.[32] Jadi kesimpulan pengertian PAK Dewasa adalah seluruh aspek pendidikan yang didasarkan pada tinjauan Alkitabiah teologis, dan kerohanian, dalam hal kerohanian orang dewasa yang mengarahkan orang dewasa agar dapat menjalani kehidupan spritual dengan baik dan benar sehingga menjadi dampak positif bagi orang lain, baik dalam gereja, masyarakat dan dimanapun berada.[33]
B.     Tujan PAK Orang Dewasa
Tujuan PAK bagi orang dewasa ini dapat kita lihat yaitu merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk membimbing dan mengarahkan setiap orang untuk memiliki kesadaran dalam tingkat kedewasaan dan kematangan yang dia miliki serta dapat ditunjukkannya dalam berbagai hal baik dalam moralitas, maupun mental spiritualitasnya. PAK haruslah dipahami sebagai isi sekaligus proses dari pengajaran Firman Tuhan, yang memimpin seseorang menjadi pelaku dan hidup sesuai dengan nilai-nilai utama dari Firman Tuhan. PAK sekaligus menjadi lembaga untuk mengimplementasikan Firman Tuhan menjadi bagian hidup individu dan komunitas masyarakat beragama Kristen di dalam seluruh dimensi kehidupan mereka. Dalam tingkatan tertentu, PAK bisa diatur sebagai media penginjilan dan menjadikan semua orang sebagai Kristen yang matang dan dewasa secara spiritual.[34]

C.    PAK dan Iman Orang Dewasa
1.      Pengertian Iman
Dalam pemahaman Alkitab, iman (ibrani: emuna) dapat diartikan sebagai “kesetiaan kepada Allah yang adalah setia adanya” (Hab 2:4; Rom 3:3; Gal 5:22). Secara khusus, dari pandangan perjanjian baru, iman (Yunani: pistis) berarti “kehidupan yang bersesuaian dengan kebenaran yang diterima, persandaran dan keberuntungan penuh atas janji-janji Allah, mengucap syukur atas rahmantNya, dan bekerja dengan segenap hidup untuk kemulianNya”. Salah satu bagian Alkitab secara jelas menyatakan, bahwa “Iman adalah dasar segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibr. 11:1).[35] 
Kepercayaan eksistensial merupakan suatu kegiatan universal manusia. Kepercayaan eksistensial/iman mengandaikan suatu sikap suatu pilihan hati. Pilihan tersebut diambil sesuai dengan suatu pengertian tentang nilai dan kekuasaan yaitu tentang hal yang paling penting dan fundamental dalam hidup manusia.[36] Dalam perkembangan iman, agama juga mengatur tingkah laku baik buruk secara spikologis. Agama bisa merupakan salah satu faktor pengendali terhadap tingkah laku remaja. Hal ini dapat di mengerti karena agama memang mewarnai kehidupan masyarakat setiap hari. Agama juga menyajikan kerangka moral sehigga seseorang bisa membandigkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa menerangkan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia, serta menawarkan rasa aman khususnya bagi remaja yang sedang mencari eksistensi dirinya.[37]
2.      Tahap Perkembangan Iman
Makin maju perkembangan kepercayaan, makin erat pula integrasi antara segala aspek struktural itu. Pengkajian ilmiah dan operasional yang penting bagi setiap peneliti empiris tidak akan diperdalam lebih lanjut. Mengenai tahap-tahap kepercayaan eksistensial sebagai khas seorang pribadi berada dalam kepercayaanya.[38]
Dr. A. Supratiknya mengemukakan tujuh tahap perkembangan iman menurut teori James Fowler adalah:
Ø  Kepercayaan Awal dan Elementer (Usia Kanak-kanak, 0-2 atau 3 tahun)
Rasa percaya Elementer dan dasariah ini timbul sebagai kecondongan spontan yang bersifat pralinguistis- sebelum munculnya kemampuan berbahasa untuk mengandalkan seluruh hubungan timbal balik antara bayi dan lingkungan sekitar, terutama orang-orang yang secara tetap, teratur dan setia mengasuh dan memeliharanya (orangtua terutama ibu). Seluruh interaksi timbal balik tersebut menimbulkan dalam diri anak sejenis pengharapan dan rasa percaya yang organismik dan aman, boleh dipercayai dan diandalkan.[39] 
Tahap kepercayaan awal yang elementer ditandai oleh cita rasa yang bersifat praveral terhadap kondisi-kondisi eksistensi, yaitu rasa percaya dan setia yang elementer pada semua orang dan lingkungan yang mengasuh sang bayi. Tentu saja sikap lingkungan yang menerima atau menolak itu, sangatlah penting bagi terbentuknya rasa kesatuan organik adaptif yang mesra antara bayi dan lingkungan.[40]
Ø  Kepercayaan Intuitive-Projektive (Masa Kanak-kanak, 3-7 Tahun)
Tahap ini membuat kepekaan anak terhadap dunia misteri dan yang Ilahi serta tanda-tanda nyata kekuasaan. Karena anak-anak sungguh-sunggh memperhatikan segala gerak isyarat, upacara dan kata-kata yang digunakan oleh orang-orang dewasa untuk mengungkapkan kepercayaan mereka, maka kemampuan dan minat anak terhadap misteri dan yang suci diarahkan dan dibina oleh persepsinya mengenai pandangan dan keyakinan religius orang dewasa. Dunia gambaran dan imajinasi ini menguasai seluruh hidup afektif dan kognitif yang mendasari pola kepercayaan si anak. Gambaran-gambaran tersebut menjadi kuat, bertahan lama dan tetap mempengaruhi secara positif atau negatif seluruh emosional dan kognitif kepercayaan anak d kemudian hari.[41]
Jenis anak yang kita temukan pada tahap ini adalah anak yang di dorong oleh rasa diri yang terbagi antara keinginan untuk mengekspresikan dorongan hatinya dan ketakutannya akan ancaman hukuman karena kebebasannya yang tanpa batas dan tanpa kekang.
Ø  Kepercayaan Mitis-Harafiah (Masa Kanak-kanak Usia 7-12 Tahun)
Pada tahap ini anak mulai belajar melepaskan diri dari sikap egosentrismenya, mulai membedakan antara perspektifnya sendiri dan perspektif orang lain, serta memperluas pandangannya dengan mengambil alih pandangan orang lain. Anak mulai berfikir secara logis dan mengatur dunia dengan kategori-kateori baru. Orang tua masih tetap menjadi sumber autoritas tertinggi baginya khususnya dalam cerita, keyakinan, kepercayaan, dan ibadat khas bagi kelompok keanggotanya, maka usia anak sekolah mulai berangsur-angsur menempatkan diri ke dalam perspektif orang lain serta mengambil alihnya. Yang paling digemari anak pada tahap ini, anak menjadi senang penutur dongeng (mitos) yang sungguh-sungguh. Anak berfikir secara konkret tanpa merefleksikan lebih lanjut tindakan berfikirnya.
Berkat daya logika baru dan pengambilan perspektif orang lain tersebut, maka anak sanggup memeriksa dan menguji gambaran serta pandangan religiusnya dengan tolak ukur logikanya sendiri, pengecekan atau pengamatannya, dan pandangan religius orang dewasa yang diandalkannya sebagai sumber autoritas. Pada tingkat moral, anak belum mampu menyusun dunia batin yaitu seluruh perasaan, sikap dan proses penuntut batiniah, yang dimiliki dirinya sendiri. Apabila ia mau mengreti tatanan moral, kenyataan dan hidup, maka ia bersandar pada struktur-struktur ekstern sikap kejujuran dan mengandalkan orang dewasa yang masih dipandang sebagai instansi wibawa moral. Pandangan moralnya menuntut bahwa yang baik harus dihadiahi dan yang jahat harus dihukum. Pada tahap ini ceritalah yang menjadi sarana utama seseorang untuk mengumpulkan berbagai arti menurut sifat keterkaitannya dan untuk membentuk pendapatnya.
Ø  Kepercayaan Sintetis-Konvensional Masa Adolesen dan Seterusnya, (Usia 12 Tahun sampai Sekitar 20 Tahun)
Disekitar umur 12 tahun, seseorang biasanya mengalami suatu perubahan radikal dalam caranya memberi arti. Karena munculnya kemampuan kognitif baru yaitu perasi-operasi formal, maka seseorang mulai mengambil alih pandangan pribadi orang lain menurut pola “pengambilan perspektif antar pribadi secara timbal balik”. Yang perlu ialah mengintegrasikan segalagambaran diri yang begitu berbeda supaya menjadi satu identitas diri yang koheren. Maka tugas paling pokok tahap ini adalah supaya menciptakan sintesis identitas. Oleh sebab itu tahap ini disebut “sintetis”. Soal identitas dan diri batiniah, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, menjadi topik paling mengasyikan bagi remaja. Seluk beluk kepribadian, gaya dan sisinya menjadi titik perhatian mereka. Gambaran diri itu di bangun dalam ketergantungannya pada orang lain yang berarti baginya. Remaja mendapatkan suatu kumpulan nilai, gambaran relligius, dan keyakinan kepercayaan baginya kriteria adalah fakta bahwa segala nilai, norma, dan keyakinan religius tersebut disahkan para anggota kelompok yang bernilai baginya.
Ø  Kepercayaan Individual-Reflektif (Usia 20 Tahun ke Atas- Awal Masa Dewasa)
Disini orang mengalami suatu perubahan yang mendalam dan menyeluruh dalam hidupnya. Orang dewasa muda tidak lagi berhasil mengatasi semua masalah dengan pola pikir konvensional. Pola dasar kepercayaan ini ditandai oleh lahirnya refleksi kritis atas seluruh pendapat, keyakinan, dan nilai(religius) lama. Pribadi sudah mampu melihat diri sendiri dan orang lain sebagai bagian dari suatu sistem kemasyarakatan, tetapi juga yakin bahwa dia sendirilah yang memikul tanggung jawab atas penentuan pilihan ideologis dan gaya hidup yang membuka jalan baginya untuk meningkatkan diri dengan cara menunjukkan kesetiaan pada seluruh hubungan dan panggilan tugas. Perubahan akibat struktur berfikir itu yang pertama pada tahap itu yang pertama pada tahap ini muncul suatu kesadaran jelas tentang identitas diri yang khas dan otonomi tersendiri di perjuangkan jenis kemandirian baru. Perubahan penting yang kedua ialah orang dewasa muda mulai mengajukan pertanyaan kritis mengenai keseuruhan nilai dan pandangan hidup.
Ø  Kepercayaan Konjungktif (Usia 35 Tahun ke Atas)
Kepercayaan konjungtif timbul pada masa usia 35 tahun keatas. Perhatian utama pada tahap ini ditunjukkan pada upaya membuat hidupnya lebih utuh, ia lebih peka terhadap fakta bahwa hidupnya merupakan anugrah pemberian daripada hasil rasional kita sendiri. Batas-batas sistem pandangan hidup teridentitas diri yang jelas, kaku, dan tertutup, kini menjadi runtuh. Tahap ini ditandai oleh sesuatu keterbukaan dan perhatian baru terhadap adanya polaritas, ketegangan, paradoks, dan ambiguitas dalam kodrat kebenaran diri dan hidupnya. Kebenaran hanya akan terwujud apabila paradoks dan sebagainnya itu diakui dan diungkap dalam bentuk pemikiran dialektis. Orang mencari berbagai cara dan daya untuk mempersatukan pertentangan-pertentangan yang terdapat di dalam pikiran dan pengalamannya, karna sadar bahwa manusia membuka sebuah tafsiran majemuk terhadap kenyataan multidimensional.
Peribadi ini mencoba mengolah kembali, memperbaiki, dan memperluas seluruh kebenaran yang diresapkannya pada masa kanak-kanaknya sendiri, tetapi juga sunguh-sungguh menghargai orang lain yang asing sebagai pemilik kebenaran baru. Tahap ini tidak menyediakan tempat bagi sikap sukuisme kelompok yang religius dan homogen dan tertutup atau niat untuk mengadakan perdebatan. 
Ø  Kepercayaan Universalitas (Usia 45 Tahun ke Atas)
Kepercayaan yang mengacu pada Universalitas dapat berkembang pada umur 45 tahun ke atas. Pribadi ini berhasil melepaskan diri dari egonya dan dari pandangan bahwa ego adalah pusat, titik acuan dan kehidupan yang mutlak. Pada tahap ini pribadi melampaui tingkatan paradoks dan polaritas, karena gaya hidupnya langsung berakar pada kesatuan yang ultim, yaitu pusat nilai, kekuasaan dan keterlibatan yang terdalam. Idenifikasi dan partisipasi dengan yang ultim sebagai dasar dan sumber segala yang hidup menjadi mungkin, karena pribadi berhasil melepaskan diri dari egonya dan dari pandangan bahwa ego adalah pusat, titik acuan, dan tolak ukur kehidupan yang mutlak. Visi tanggung jawab universal mendorongnya untuk membaktikan seluruh diri penuh cinta kasih dalam berbagai macam keterlibatan etis dan kreatif, misalnya tekad untuk menyelsaikan perselisihan-perselisihan, mengatasi segala macam penidasan dan situasi yang kurang berperi kemanusiaan, membongkar pandangan picik dan akuistik, serta ide dan idola palsu yang biasanya dianut oleh masyarakat luas.[42]
1.      Perspektif perkembangan iman orang dewasa
Biasanya sesudah sesorang sudah menjadi dewasa ia telah dapat mengatasi keragu-raguan di bidang kepercayaan atau agamanya, yang mengganggunya pada waktu ia masih remaja. Setelah ia menjadi dewasa ia biasanya sudah mempunyai suatu pandangan hidup, yang didasarkan pada agama, yang memberi kepuasan baginya. Atau dapat terjadi bahwa meninggalkan agama yang dianut keluarga, karena mungkin agama tersebut tidak memberi kepuasan kepadanya. Tetapi pada umur 20 tahun periode inilah yang paling tidal religius karena pada masa inilah mereka akan mudah terpengaruh oleh lingkungan mereka, sehingga mereka kurang meminati agama dan tak jarang pergi kegereja atau sikap acuh tak acuh terhadap ibadat.
Apibala sesorang sudah berkeluarga, umumnya ia akan kembali kepada agama atau setidaknya ia tampak menaruh cukup perhatian. Ia merasa bahwa mengajarkan dasar agama pada anak-anaknya.[43]
a.      Dewasa dini (usia 18-34 tahun)
Dalam konteks hubungan orang dewasa kaum muda, bimbingan rohani merupakan dialog yang mengundang kaum muda untuk menyadari, mengerti dan menjawab panggilan Yesus dalam konteks pengalaman pribadi dan perkembangan dirinya. Pengalaman pribadi dan perkembangan dirinya. Pengalaman pribadi orang muda sangat dipengaruhi oleh masalah-masalah perkembangan dan kebutuhan-kebutuhan pribadi. Bimbingan rohani bagi kaum muda bertujuan mengembangkan adanya kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam aktivitas hidup sehari-hari kaum muda, yakni dalam karya bermain,dalam studi, dalam pergaulan ataupun dalam pengalaman apa saja.[44]
Dalam peningkatan iman orang dewasa pada usia dini perlu sekali pembelajaran yaitu dengan cara:
a.       Pengenalan akan Allah, sangat sentral dalam kehidupan kristen. sebagaimana diajarkan Alkitab, pengenalan akan Allah merupakan panggilan dan tujuan hidup manusia.
b.      Pandangan mengenai kedudukan dan fungsi Alkitab. Jadikan alkitab sebagai alat pengajaran, alkitab digunakan sebagai ‘metafora’ dalam upaya menyampaikan nilai-nilai moral, etis dan spritual.
c.       Pengenalan terhadap Yesus Kristus. Menurut alkitab Yesus adalah ‘manusia ideal’ yang mampu membawa manusia mencapai pemulihan keutuhan. Ia adalah sumber kedamaian batin serta kekuatan spritual dan mental dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari.[45]

b.      Dewasa Madya (usia 35-60 tahun)
Orang dewasa pada umumnya melihat dirinya sebagai orang yang mandiri, mempunyai rasa identitas individual. Orang dewasa lebih banyak memiliki pengalaman dari pada anak-anak. Tiap orang dewasa masih perlu bertumbuh dalam kedewasaan kepribadian dan kedewasaan imannya. Menurut Efesus 4:15, tiap orang dewasa masih perlu ‘bertumbuh didalam segala hal kearah Dia’. Kedewasaan bukanlah sesuatu yang bisa dicapai sekaligus, melainkan sesuatu yang masih harus berkembang dalam proses waktu panjang. Dewasa secara fisik dan usia belum berarti dewasa secara kepribadian, moral dan kepercayaan. Begitupula kedewasaan dalam iman perlu adanya pembekalan samapai kita semua telah mencapai kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.[46]
Orang dewasa masih membutuhkan pendidikan dan pembinaan dalam gereja agar mereka dapat hidup sebagai orang Kristen yang dapat bertanggung jawab dalam dunia karjanya. Orang dewasa adalah orang yang setia dan bertanggung jawab. Orang dewasa setia kepada janji, tujuan, prinsip, dan imannya. Karna itu kedewasaan bukan soal umur atau ‘kurun waktu menjadi kristen’ namun soal sikap, khususnya sikap setia (konsekwen dan konsisten) terhadap janji,prinsip,tujuan,cita-cita dan iman.[47]
c.       Dewasa lanjut ( usia 60 tahun keatas)
Iman orang dewasa lanjut usia sangatlah penting untuk di tingkatkan karena dalam kehidupan sehari-hari lansia adalah conoh teladan bagi generasi yang dibawahnya. Seperti seorang anak mempunyai kecenderungan yang besar untuk belajardan mengikuti setiap kebijakan orang tuanya, begitulah dari posisi lansia ditengah kehidupan sosialnya. Ia adalah panutan dan tempat orang meminta nasihat, untuk memelihara pertumbuhan iman bagi orang yang lenjut usia dapat diadakan penbelajaran Pak melalui gereja.[48]
Proses pendewasaan diri dalam kristus dapat terus maju walaupun orang semakin tua, karna Kristus selalu bersama kita menarik kita agar semakin dekat dengannya. Kristus senantiasa menawarkan anugrahNya agar kita semakin bertumbuh didalam kasih terhadap Tuhan dan sesama.[49]

D.    PAK dan Pendidikan Nilai Orang Dewasa
1.      Pengertian Pendidikan
Secara Etimologi pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu.  Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatiha.
Pendidikan dapat diperoleh baik secara formal dan non formal. Pendidikan secara formal diperoleh dengan mengikuti program-program yang telah direncanakan, terstruktur oleh suatu insititusi, departemen atau kementtrian suatu negara. Sedangkan pendidikan non formal adalah pengetahuan yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari dari berbagai pengalaman baik yang dialami atau dipelajari dari orang lain. [50]

2.      Tujuan Pendidikan
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1985 yang berbunyi bahwa tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsadan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan bangsa.
Berdasarkan MPRS No. 2 Tahun 1960 bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 945. 
Berdasarkan UU. No.20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 3, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[51]

3.      Pengertian Nilai
Menurut Herminanto dan Winarno, Nilai merupakan sesuatu yang diharapkan (das solen) oleh manusia. Nilai merupakan sesuatu yang baik yang dicitakan manusia. Contohnya, semua manusia mengharapkan keadilan. Keadilan sebagai nilai adalah normatif. Nilai menjadikan manusia terdorong untuk melakukan tindakan agar harapan itu terwujud dalam kehidupannya. Nilai diharapkan manusia sehingga mendorong manusia berbuat.[52] Nilai adalah gambaran tentang sesuatu  yang indah dan menarik, yang mempesona, yang menakjubkan, yang membuat bahagia, senang dan merupakan sesuatu yang mernjadikan seseorang atau kelompok.[53] Artinya nilai berada pada wilayah pikiran manusia dengan pemahaman yang beragam, dan eksistensinya dibutuhkan manusia untuk menjadi standar bagi sebuah perilaku yang diinginkan. Dan perilaku yang diinginkan tersebut akan benar-benar diinginkan apabila ada proses pendidikan dan pendidikan erat kaitannya dengan berubahnya perilaku manusia menuju kesempurnaan.[54]
Nilai merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran, norma-norma, dan nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan dan pandangan moral secara kritis.[55]  Nilai merupakan suatu ide sebuah konsep mengenai sesuatu yang dianggap penting dalam kehidupan. Ketika seseorang menilai sesuatu ia menganggap sesuatu tersebut berharga untuk dimiliki, berharga untuk dikerjakan, atau berharga untuk dicoba maupun untuk diperoleh. Studi tentang nilai biasanya terbagi ke dalam area estetik dan etik. Estetik berhubungan erat dengan studi dan justifikasi terhadap sesuatu yang dianggap indah oleh manusia apa yang mereka nikmati. Etik merupakan studi dan justifikasi dari tingkah laku bagaimana orang berperilaku. Dasar dari studi etik adalah pertanyaan mengenai moral yang merupakan suatu refleksi pertimbangan mengenai sesuatu yang dianggap benar atau salah.”[56]
4.      Pengertian Nilai Menurut Para Ahli[57]
1.      Gordon Allport mendefinisikan nilai sebagai sebuah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya.
2.      Kupperman mendefinisikan nilai sebagai patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif.
3.      Kluckhohn berpendapat bahwa nilai adalah konsepsi dari apa yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir tindakan.
4.      Mulyana mengatakan bahwa nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan.

5.      Ciri-ciri Nilai
Ciri-ciri nilai Menurut bambang daroeso, nilai memiliki ciri sebagai berikut:
a.        Suatu realitas yang abstrak (tidak dapat di tangkap melalui panca indra. Tetapi ada).
Nilai itu ada atau riil dalam kehidupan manusia. Misalnya, manusia mengakui adanya keindahan. Akan tetapi, keindahan sebagai nilai adalah abstrak (tidak dapat diindra). Yang dapat diindra adalah objek yang memiliki nilai keindahan itu. Misalnya, lukisan atau pemandangan.

b.      Normatif (yang seharusnya, ideal, sebaiknya, diinginkan).
Nilai merupakan sesuatu yang diharapkan (das solen) oelh manusia. Nilai merupakan sesuatu yang baik dicitakan manusia. Contohnya, semua manusia mengharapkan keadilan. Keadilan sebagai nilai adalah alternatif.
c.       Berfungsi sebagai daya dorong manusia (sebagai motivator).
Nilai menjadikan manusia terdrong untuk melakukan tindakan agar harapan yang terwujud dalam kehidupannya. Nilai diharapkan manusia seagai mendorong amnusia berbuat. Misalnya, siswa berharap akan kepandaian. Maka siswa melakukan berbagai kegiatan agar pandai. Kegiatan manusia pada dasarnya digerakkan atau didorong oleh nilai.[58]
6.      Hakikat Nilai[59]
1.      Nilai sepenuhnya berhakikat subjektif, bergantung kepada pengalaman manusia pemberi nilai itu sendiri.
2.      Nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.
3.      Nilai-nilai merupakan unsur –unsur objektif yang mneyusun kenyataan.  Sedangkan menurut Sadulloh mengemukakan tetang hakikat nilai berdasarkan teori-teori sebagai berikut: menurut teori voluntarisme, nilai adalah suatu pemuasan terhadap keinginan atau kemauan. Menurut kaum hedonisme, hakikat nilai adalah “pleasure” atau kesenangan, sedangkan menurut formalisme, nilai adalah sesuatu yang dihubungkan pada akal rasional dan menurut pragmatisme, nilai itu baik apabila memenuhi kebutuhan dan nilai instrumental yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan.
7.      Fungsi Dasar Pendidikan Orang Dewasa
Fungsi dasar pendidikan orang dewasa adalah instruksi, konseling, perkembangan program dan administrasi. Proses pengembangan program melibatkan penilaian pada kebutuhan pelajar, membuat dan mengeksekusi keputusan yang diperlukan dalam aktivitas belajar untuk memposisikan dan mengevaluasi hasil. Keunikan dan keterpusatan fungsi pengembangan program dalam pendidikan orang dewasa berasal dari perbedaan tujuan dan kebutuhan pendidik orang dewasa.
Sebuah upaya dilakukan untuk mempertemukan bermacam-macam perubahan individu dan kebutuhan kelompok walaupun berupa program jangka pendek. Hal ini mengikuti pernyataan bahwa pendidikan orang dewasa lebih distandarisasi seperti dalam program remidi atau kesempatan kedua yang mensejajarkan kurikulum pendidikan remaja, dan fungsi pengembangan program tidaklah begitu penting.[60]
8.      Tujuan Pendidikan Nilai Orang Dewasa
Houle (1972), menggambarkan enam orientasi yang dipegang oleh pendidik orang dewasa, yaitu:
1.      Memusatkan pada tujuan.
2.      Memenuhi kebutuhan dan minat.
3.      Menyerupai sekolahan.
4.      Menguatkan kepemimpinan.
5.      Mengembangkan lembaga pendidikan orang dewasa.
6.      Meningkatkan informalisasi.
Bergeivin mengemukakan tujuan pendidikan orang dewasa sebagai berikut:
1.      Membantu pelajar mencapai suatu tingkatan kebahagiaan dan makna hidup.
2.      Membantu pelajar memahami dirinya sendiri, bakatnya, keterbatasannya dan hubungan interpersonalnya.
3.      Membantu mengenali dan memahami kebutuhan lifelong education.
4.      Memberikan kondisi dan kesempatan untuk membantu mencapai kemajuan proses pematangan secara spiritual, budaya, fisik, politik dan kejujuran.
5.      Memberikan kemampuan melek huruf, keterampilan kejujuran dan kesehatan bagi orang dewasa yang sebelumnya tidak memiliki kesempatan untuk belajar.
Dalam Living Values Education (2004: 1) dijelaskan bahwa tujuan Pendidikan Nilai adalah: “to help individual think about and reflect on different values and the practical implications of expressing them in relation to them selves, other, the community, and the world at large, to inspire individuals to choose their own personal, social, moral and spiritual values and be aware of practical methods for developing anf deepening them”.
Lorraine (1996: 9) pun berpendapat: “in the teaching learning of value education should emphasizing on the establishing and guiding student in internalizing and practing good habits and behaviour in their everyday life as a citizen and as a member of society”.
Adapun tujuan Pendidikan Nilai menurut Apnieve-UNESCO (1996: 184) adalah untuk membantu peserta didik dalam mengeksplorasi nilai-nilai yang ada melalui pengujian kritis sehingga mereka dapat meningkatkan atau memperbaiki kualitas berfikir dan perasaannya. Sementara itu, Hill (1991: 80) meyakini bahwa Pendidikan Nilai ditujukan agar siswa dapat menghayati dan mengamalkan nilai sesuai dengan keyakinan agamanya, konsesus masyarakatnya dan nilai moral universal yang dianutnya sehingga menjadi karakter pribadinya.
Secara sederhana, Suparno (2002: 75) melihat bahwa tujuan Pendidikan Nilai adalah menjadikan manusia berbudi pekerti. Hakam (2000: 8) dan Mulyana (2004: 119) menambahkan bahwa pendidikan nilai bertujuan untuk membantu peserta didik mengalami dan menempatkan nilai-nilai secara integral dalam kehidupan mereka.
Dalam proses Pendidikan Nilai, tindakan-tindakan pendidikan yang lebih spesifik dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang lebih khusus. Seperti dikemukakan komite APEID (Asia and The Pasific Programme of Education Innovation for Development), Pendidikan Nilai secara khusus ditujukan untuk:
1.      menerapkan pembentukan nilai kepada anak,
2.      menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan,
3.      membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut.
Dengan demikian tujuan Pendidikan Nilai meliputi tindakan mendidik yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai sampai pada perwujudan perilaku-perilaku yang bernilai (UNESCO, 1994).[61] Ada dua tujuan pendidikan nilai apabila dilihat dari pendekatan anlisa nilai tujuan tersebut adalah pertama adalah membantu siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir logis dan penemuan ilmmiah dan penemuan ilmiah dalam menganalisa sosial. Kedua, membantu siswa untuk menggunakan proses berpikir rasional dan analitik dalam menghubung-hubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai nilai-nilai mereka.[62] Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan klarifikasi nilai ini ada tiga; pertama, membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain, kedua, membantu siswa supaya bisa berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang  lain. Ketiga, membantu siswa supaya mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional(superka,et al.1976).[63]



C.    PAK dan Moral Orang Dewasa
1.      Pengertian Moral
Dari segi etimologis kata “moral” berasal dari bahasa latin “mores” yang berasal dari suku kata “mos”. Mores berarti adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak, yang kemudian artinya berkembang menjadi sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik. Moralitas memiliki arti yang pada dasranya sama dengan “moral” hanya ada nada lebih abstrak, moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.[64] Moralitas mengacu pada arti budi pekerti, selain itu moralitas juga mengandung arti: adat istiadat, sopan santun, dan perilaku.[65]
Sedangkan secara terminology kata moral memiliki beberapa arti, yakni: W. J. S. Poerdarminta menyatakan bahwa moral merupakan ajaran tentang baik buruknya perbuatan dan kelakuan.[66]
Dewey mengatakan bahwa moral sebagai hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai susila.
Baron dkk. Mengatakan bahwa moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan larangan dan tindakan yang membicarakan salah atau benar.
Magnis-Susino  mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia.[67]
Pengertian moral secara umum adalah suatu hukum tingkah laku yang di terapkan kepada setiap individu untuk dapat bersosialiasi dengan tetangga tau perkumpulannya dengan benar dan agar terjalin rasa hormat dan menghormati. Moral ini perlu di tanamkan sejak kecil oleh orang tua dan lingkungan agar masa depan generasi kita menjadi anak yang bermoral baik dan dapat di terima dengan baik di masyarakat luas.[68]
2.      Perbedaan Akhlak, Etika, dan Moral[69]
Secara terminologis, menurut Imam Ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Contohnya, ketika menerima tamu, bila seseorang membeda-bedakan tamu yang satu dengan yang lain atau kadang kala ramah kadang kala tidak, maka orang tersebut belum bisa dikatakan memiliki sifat menghargai tamu. Sebab seseorang yang mempunyai akhlak menghargai tamu, tentu akan selalu menghargai tamunya.
     Sedangkan etika seperti yang dikemukakan oleh para ahli salah satunya yaitu Ki Hajar Dewantara menurutnya adalah cabang ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama yang mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang merupakan perbuatan. Adapun moral secara terminologi merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
3.      Ciri- ciri Moral[70]
a.       Bertanggungjawab berkaitan dengan tanggung jawab kita.
Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia. Yang khususnya menandai nilai moral ialah bahwa nilai ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggungjawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggungjawab.
b.      Berkaitan dengan hati nurani
Semua nilai minat untuk diakui dan diwujudkan. Nilai selalu mengandung semacam himbauan. Mewujudkan nilai-nilai moral merupakan “imbauan” dari hati nurani.
c.       Mewajibkan
Berhubungan erat dengan nilai-nilai moral yang mewajibkan kita untuk tidak bisa tawar-menawar (absolut).
d.      Bersifat Formal
Nilai moral bukanlah merupakan suatu jenis nilai yang bisa ditempatkan begitu saja di samping jenis-jenis nilai lainnya. Biarpun nilai-nilai moral merupakan nilai-nilai tertinggi yang harus dihayati di atas semua nilai lainnya, seperti sudah menjadi jelas dari analisa sebelumnya, namun itu tidak berarti bahwa nilai ini menduduki jenjang teratas dari suatu hirearki nilai-nilai.
e.       Norma Moral
Ada banyak sekali macam norma, misalnya ada norma yang menyangkut benda dan norma lain yang menyangkut tingkah laku manusia. Ada 3 macam norma umum yaitu: norma kesopanan atau norma etiket, norma hukum dan norma moral.


4.      Teori Perkembangan Moral[71]
Teori perkembangannya berkenaan moral adalah berdasarkan pemikiran ahli psikologi Swiss yaitu Jean Piaget dan ahli falsafah Amerika-John Dewey. Kohlberg percaya dan berupaya membuktikan kesasihan teori ini melalui kajiannya yaitu manusia mencapai kemajuan moral berdasarkan beberapa peringkat:
Tahap
Peringkat
Orientasi Sosial
Tahap 1
Pra konvensional
1
2
Pematuhan dan Hukuman
Individualisasi, Instrumentalisasi, Pertukaran,
Tahap 2
Konvensional
3
4
Anak-anak yang Baik
Undang-undang dan Perintah
Tahap 3
Pasca Konvensional
5
6
Kontak Sosial
Prinsip Kata Hati
Keterangan:
Tahap Pertama: Secara amnya, pemikiran moral ditemui pada tahap sekolah rendah. Dalam peringkat pertama tahap ini, kelakuan manusia bergantung pada penerimaan normal masyarakat karena mereka diberitahu untuk berlakuan sedemikian oleh sesetengah  pihak seperti ibu bapak ataupun guru. Pematuhan ini disebabkan oleh ugutan atau pun penerapan hukuman. Perinkat kedua dalam tahap ini ditentukan dengan meneliti kelakuan yang betul mengikut keinginan individu itu.
Tahap Kedua: Secara amnya, pemikiran moral ditemui dalam masyarakat. Oleh sebab itu, ia dinamakan kebiasaan atau lazim. Peringkat pertama dalam tahap ini (peringkat 3) ditentukan melalui sikap uang dilakukan bagi mendapatkan persetujuan dari pada orang lain “Anak yang baik”. peringkat kedua diorientasikan untuk akur kepada undang-undang dan menjalankan kewajipan.
Tahap ketiga: Kohlberg merasakan, tahap ketiga pemikiran moral tidak dilalui oleh kebanyakan orang dewasa. Peringkat pertamanya yaitu peringkat 5 adalah berkaitan dengan saling faham-memahami dalam masyarakat dan tumpuan kita kepada kebajikan orang lain. peringkat terakhir yaitu peringkat 6 adalah berdasarkan prinsip sejagat dan keinginan hati individu. Walaupun Kohlberg selalu mempercayai wujudnya peringkat keenam dan mempunyai beberapa penama bagi peringakt itu, namun beliau tetap tidak mempunyai cukup subjek untuk mendefinisikannya. Begitu juga semasa meninjau pergerakan longitudinal mereka mereka dalam peringkat itu.
5.      Perkembangan Moral Dewasa Awal, Madya, dan Akhir
Masa dewasa awal selalu memiliki keinginan untuk bisa mengikuti nilai-nilai adat istiadat yang berlaku, namun sering kali dewasa awal belum bisa mengikuti nilai tersebut secara sempurna. Pada masa dewasa sudah lebih banyak mengetahui tentang yang baik dan buruk yang di dukung pengalaman-pengalaman dan ajaran-ajaran yang telah diterima pada masa lalu sehingga dapat dikembangkan pada masa dewasa. Masa dewasa madya sangat menghargai adat istiadat dan daya tariknya lebih tinggi sehingga mulai terlihat di dewasa akhir.[72]
6.      Teknik Penyampaian Moral
Teknik penyampaian moral dikategorikan menjadi dua macam, yaitu:
1.      Teknik Penyampaian Bersifat Langsung
Teknik ini dilakukan melalui pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian. Pengarang menyampaikan nilai moral secara langsung dan eksplisit. Teknik secara langsung ini bersifat mengganti pembaca. Karena pengarang secara langsung memberikan petuahnya kepada pembaca.
2.      Teknik Penyampaian Secara Tidak Langsung
Teknik secara tidak langsung ini dapat dilakukan  melalui sikap dan tingkah laku tokoh dalam menghadapi peristiwa konflik, baik yang terlihat dalam tingkah laku verbal maupun terjadi dalam pikiran dan perasaan. Dalam teknik ini pembaca berusaha untuk menemukan, merenungkan, dan menhayati nilai norma yang terkandung dalam karya sastra.


7.      Hukum Moral dalam Kitab Injil
a. Perjanjian Lama[73]
            Dalam PL dapat ditemukan himpunan hukum-hukum moral, seperti keluaran 21-23; seluruh kitab Ulangan, Imamat 17-26; 1-17; Bilangan 28-29. Beberapa cirri khas hukum moral dalam PL:
1.      Hukum moral bukan “realitas” terpisah, melainkan buah perjanjian antara Yahweh dengan manusia. Hukum ini dipandang sebagai simbol kedekatan dan keeratan relasi antara Allah dan manusia.
2.      Hukum moral mengungkapkan pilihan Yahweh atas Israel.
3.      Hukum moral menuntut ketaatan.
b.      Perjanjian Baru[74]
            Dalam PB, pembicaraan tentang hukum moral umumnya langsung dikaitkan dengan Perintah Cinta Kasih dari Yesus Kristus (Mat. 11:34-40; Mrk. 12:28-34; Luk 10:25-28; Yoh. 13:34-35), kendati masih terdapat sejumlah hukum moral lain dalam PB. Perintah ini dianggap sebagi jantung semua hukum. Lalu, bagaimanakah hubungan perintah cinta kasih dengan hukum Musa? Apakah pertanyaan ini terkait dengan kewajiban untuk melaksanakan Hukum Musa atau tidak? (Kis. 15:1-29). Keputusannya, Hukum Musa tidak lagi mengikat orang-orang Kristen. Namun, jawaban ini tidak dengan sendirinya mengakhiri kebingungan controversial tentang hubungan cinta kasih dengan Hukum Taurat (Gal. 3:1-5:26; 2 Pet 3:14-18). 

8.      Hubungan Iman Kristen dengan Moral
Relasi antara manusia dengan Allah baru menjadi nyata, jika manusia tidak hanya menggemakan semata-mata sapaan Allah, melainkan memberikan jawaban yang berasal dari pengahayatan diri manusia yang bertanggungjawab, juga dalam relasinya dengan Allah. dalam rangka hubungan wahyu-iman (jawaban atau ketaatan iman), perbuatan moral diangkat menjadi perwujudan iman. Perbuatan moral orang beriman juga tidak dimaksudkan sebagai sumbangan iman dalam usaha untuk memperbaiki dan menyempurnakan dunia. Dalam rangka iman, perbuatan moral perlu, supaya senyatanya terjadi relasi antara Allah yang mewahyukan Diri dan manusia yang dipanggil-Nya. dalam rangka iman, perbuatan moral manusia menjadi sangat penting: supaya iman terwujudkan. Bagi orang beriman, perbuatan moral lebih dari pada hanya penerapan iman dalam hidup sehari-hari, dan lebih dari pada hanya konsekuensi dari keyakinan iman. Maka biasanya iman sebagai jawaban manusia dalam relasinya dengan Allah mendapat, yaitu kenyataannya dan kesungguhannya dalam perbuatan hidup secular. Dan perbuatan agama (hanyalah) pancingan atau panggilan untuk mewujudkan iman, ataupun (hanyalah) mengungkapkan relasi yang (sudah) terbentuk dalam perbuatan-perbuatan hidup. Dengan kepercayaan dasar yang secara implisit terlaksana dalam perbuatan moral, perbuatan moral dapat diangkat dalam hubungan rahmat dan iman dan munkin menjadi pelaksanaan kepercayaan dan penyerahan akan Allah yang Transenden, yang memanggil manusia. Kepercayaan dasar dan keterarahan kepada Nan-Transenden merupakan salah satu sifat dasar dari perbuatan atau kesadaran moral manusia. Kepercayaan dasar itu adalah cirri dari suatu usaha manusia dan sambil menghayati usaha tersebut, manusia mencari Allah dan dalam arti tertentu “samapai pada” Allah. Perbuatan moral orang Kristen yang mewujudkan relasi iman yang berpangkal dari Allah dan menuju kepada Allah, merupakan perwujudan iman dan tetap bersifat sekular.
Dalam iman, manusia menyerahkan diri secara total kepada Allah, yang diakui sebagai nilai tertinggi dan mutlak, dan oleh karena itu iman sebagai penyerahan itu adalah pasti. Kemantapan iman ini dapat memperoleh wujud dalam kemantapan moral. Namun kemantapan moral itu bukan “nekat” melainkan pertama-tama sikap lepas bebas terhadap segala nilai yang bersifat terbatas dan sementara baru selanjutnya kemantapan moral merupakan juga commitment yang pasti, yang diberikan dalam usaha setiap hari, kendati disadari keterbatasannya
VI.             Katekisasi
A.    Pengertian Katekisasi
Istilah “katekisasi” dan “katekese” berasal dari kata Yunani dan berarti “pengajaran”. Istilah ini sudah lama dipakai untuk pelajaran yang diberikan kepada siapa saja yang mau menerima dan mengakui iman Kristen. Secara sistematis ajaran Kristen dilayankan kepada orang yang disebut “katekumen”. Dengan mengikuti ‘katekisasi’ mereka akan mulai mengerti apa artinya menjadi Kristen. Disamping itu, mereka juga diberi kesempatan untuk mendengar tentang jalan keselamatan dalam dan oleh Yesus Kristus diajak mengikuti jalan itu.[75] Katekisasi atau pelajaran agama Kristen merupakan pelaksanaan tugas gereja untuk melengkapi calon anggotanya atau anggota baptis yang ingin mengakui sidi, dengan maksud agar mereka akan menjadi anggota dewasa.[76] Kateketika merupakan jawaban gereja purba untuk menanggulangi masalah banyaknya orang dewasa yang ingin mengabdikan diri kepada Kristus.[77] Yang menjadi tugas Katekisasi adalah pangilan dari Allah yang perlu kita lakukan dalam tanggung jawab kepada Tuhan dan dalam menyatakan kasih kepada murid, calon anggota Gereja itu.[78] Tujuan katekese ialah agar anak-anak muda mengenal Allah. Sehingga, mereka dengan jalan itu dapat hidup bersama-sama dengan Dia.[79] Arti katekitika dalam perjanjian baru pengajaran-pengajaran katekitika dalam perjanjian Lama diambil alih oleh jemaat-jemaat purba. Mereka mempergunakan katekitika dalam pelayanan mereka. Mereka memakai pengajaran itu dalam beberapa istilah:
a.         Katekhein (kata kerja) artinya memberitakan, mengatakan, menjelaskan, memberitakan, memberitahukan, mengajar, memberi pengajaran. Namun, kata yang paling menonjol dipakai yaitu mengajar (mengajar bukan dalam arti intelektualistis, tetapi dalam arti praktis yaitu mengajar/membimbing orang supaya melakukan apa yang diajarkan kepadanya).
Katekese berasal dari kata kerja dari kata kerja Katekhein. Misalnya:
1.      Kis. 21:21 mereka mendengar kabar/berita tentang Paulus, bahwa Paulus mengajar semua orang Yahudi yang tinggal di antara bangsa-bangsa lain untuk melepaskan hukuman Musa.
2.      Kis. 21:24..... segala kabar/berita yang mereka dengar tentang engkau (Paulus)
3.      Kis. 18:25 Apolos telah menerima pengajaran dalam jalan Tuhan. (Kepadanya telah diberitahukan/dijelaskan tentang jalan Tuhan)
4.      Luk. 1:4.......segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar
5.      Rm 2:17-18.... dan oleh karena diajar oleh Taurat Tuhan
6.      1 Kor. 14:19... mengajarkan orang juga daripada beribu-ribu kata dengan bahasa Roh.... yang penting dalam katekhein bukan banyak nya kata-kata yang digunakan, tetapi menyampaikan yang jelas dari pengetahuan yang berguna.
7.      Gal.6:6...., yang menerima pengajaran dalam firman, membagi segala yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu. Telah ada orang yang mendapatkan tugas untuk mengajar.
b.        Didaskein (kata kerja) adalah:
1)      Biasanya dipakai untuk pekerjaan menyampaikan pengetahuan dengan maksud, supaya orang yang “diajar” itu dapat bertindak dengan terampil.
2)      Dalam septuagenta “terjemahan PL dalam bahasa Yunani” kata didaskein digunakan sebagai terjemahan dari kata ibrani untuk mengajar, yaitu mengajar dengan maksud, supaya apa yang diajarkan itu yang dipraktikan. Didaskein bersifat praktis, sebab yang paling penting dalam Alkitab adalah pemahaman, penghayatan akan perbuatan-perbuatan penyelamatan Allah.
Contoh yang paling jelas dari hal ini ialah Ulangan 4:1 “maka sekarang, hai orang-orang Israel, dengarlah ketatapan-ketetapan dan peraturan-praturan, yang kuajarkan padamu untuk dilakukan, ....” 
B.     Tujuan Kateketika
1.      Mendidik (membina) anak-anak supaya mereka bisa berpartisipasi dalam hidup dan pelayanan gereja pada Allah
2.      Katekese: pengajaran tentang Allah dan perjanjian-Nya, pengajaran tentang Yesus Kristus dan pengajaran tentang pimpinan dan berkat bahwa roh kudus memimpin para katekesan dalam pelayanan katekese. Roh kudus memakai katekese untuk memuliakan Kristus dalam jemaat.
3.      Supaya anak-anak muda mengenal Allah dalam kehidupan mereka. Yang penting bukan pengenalan yang banyak tentang Alkitab dan Gereja, tetapi tentang pengenalan akan Allah sebagai Allah, Allah perjanjian. (Allah yang mengikat perjanjian dengan umat-Nya yang Dia bebaskan dari perbudakan dosa).
4.      Bimbingan bukan saja kepada anak-anak muda tetapi juga semua anggota jemaat untuk memperlengkapi mereka bagi suatu hidup yang bertanggung jawab di dalam dunia.
5.      Supaya anak-anak muda dapat mengenal Allah dengan begitu rupa, sehingga mereka bisa hidup bersama-sama dengan Tuhan.
6.      Pemberian pengetahuan ( hal-hal pokok isi Alkitab, ajaran Gereja yang berasal dari Alkitab, garis-garis besar tentang gereja, tentang pelayanan dan sejarahnya)
7.      Pendidikan (pembinaan) anggota-anggota jemaat untuk menyadari tugas mereka di dalam Gereja.
8.      Mendidik anak-anak muda supaya mereka menjadi hamba-hamba Allah yang bertanggungjawab di dalam dunia. Mereka ditempatkan di tengah-tengah dunia sebagai saksi dan pelayan Kristus.
9.      Penyampaian pengetahuan tenttang Allah dari generasi ke generasi. Keselamatan kepada kita harus disampaikan kepada semua orang, dari generasi ke generasi, sehingga katekese mempunyai peranan penting.
Dan dapat kita katakan bahwa tujuan kateketika adalah belajar percaya secara kognitif , dengan mempelajari semua yang difirmankan Tuhan, suatu saat sang murid akan merasa terpanggil oleh Tuhan, tangan Tuhan yang meyakinkannya perihal keselamatannya, mengajarkan kepercyaan secara efektif. Tekanan diberikan pada pengetahuan yang pasti yang terutama pada kepercayaan yang teguh sehingga melalui katekese seorang diyakinkan bahwa badan dan jiwa semasa hidupmaupun sesudah mati, adalah milik Kristus Juruselamat yang setia, dan juga alat Roh Kudus untuk mengajarkan ajaran Kristus.[80]



C.    Latar Belakang Kateketika
Katekese adalah salah satu bentuk pelayanan yang paling tua dan paling sering dipakai oleh gereja. Mengapa dikatakan palin tua? Karena katekese berasal dari Israel. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan di Israel bahwa orang tua yang berperan (ditugaskan) untuk mengajarkan tentang perbuatan-perbuatan Allah yang besar (Ul. 6:20-25; Mzm 78:1-7). Setiap orang tua telah menerima pengajaran tentang perbuatan-perbuatan Allah yang besar dari orang tua mereka ketika mereka masih kecil. Pengajaran ini harus mereka wariskan kepada anak-anak mereka. Demikianlah pengajaran itu diteruskan dari generasi ke generasi selanjutnya. Karena pengajaran itu sangat penting sehingga sekitar permulaan abad pertama jemaat-jemaat Yahudi telah mendirikan sekolah-sekolah. Di sekolah semakin berkembang pengajaran itu, sehingga anak-anak kecil usia 6-7 tahun mendapat pengajaran dari guru-guru torah tentang pengetahuan tentang Torah (bukan pengetahuan umum). Pengetahuan tentang Torah terdiri dari pembacaan dan penghafalan Torah secara harafiah (sebagaimana asal/aslinya).
D.    Perkembangan Kateketika dalam Perjanjian Lama
Pada zaman perjanjian lama, pengajaran pada umat Yahudi jauh lebih bermakna. Pada saat itu dibangun gedung ibadat Yahudi, sebagai tempat untuk memuji Tuhan dan sebagai tempat umat untuk belajar.
·         Dasar Alkitab
Para pemimpin Yahudi berpendapat agar setiap generasi baru harus diperkenalkan Iman. Umat Yahudi pada umumnya dan setiap keluarga, khususnya ayah, ditugaskan untuk menyampaikan keyakinan Yahudi. Keyakinan itu nyata seperti tertulis dalam Ulangan 6:4-9. Dengarlah Hai orang israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa! Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, haruslah engaku mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumah, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring ,dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda panadantanganmu dan haruslah itu tanda didahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pintu gerbangmu.
·         Dasar Teologi
Keyakinan bahwa Allah memanggil abram dan ia menjawab melalui imannya, maka keturunannya dinamakan bangsa terpilih pada abad ke 7 SM. Pemilihan itu terjadi karena anugerah Tuhan saja. Pemilihan itupun tidak terjadi tagar bangsa yahudi itu dilayani tetapi sebaliknya. Agar bangsa lain dilayani oleh bangsa terpilih itu. Hal ini jelas pada kej 12:2-3 “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat”.
Dari hal itulah maka diperkenalkan kepada generasi baru. Dalam ruang lingkup pendidikan agama Yahudi, para orangtua harus wajib belajar seumur hidup. Pendidikan agama Yahudi dipengaruhi oleh kepastian akan adanya penyataan sebagai pengalaman yang akan terjadi. Orang-orang yahudi lebih cenderung bersandar kepada Tuhan melalui firman-Nya, peristiwa-peristiwa sejarah dan perbuatan-perbuatan yang ajaib. Sejak kecil para anggota paguyuban Yahudi diajar menjadi waspada agar siap ketika disapa oleh firman-Nya. Keyakinan teologis berikutnya yang menjadi dasar agama Yahudi ialah ajaran tentang manusia. Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah untuk menaati perintah, memelihara lingkungan dan hidup dengan setia sebagai umat. Manusia terpanggil untuk membedakan nilai-nilai pada kehendak Tuhan. Apabila manusia tidak melihat antara nilai kebudayaan dan maksud Tuhan maka keadaannya mirip seperti yang diucapkan nabi yeremia. Didalam kitab ulangan manusia dapat mempertimbangkan keadaannya dan memilih kehendak Tuhan. Hal itu terjadi pada Musa oleh kaum pembaru agama Yahudi yang melayani pada zaman Raja Yosias(640-609 SM). Pengambilan keputusan itu diperlancar dalam pengalaman belajar. Para Teolog agama Yahudi sadar akan kemampuan diri mereka yang terbatas. Oleh karena itu manusia adalah makhluk yang sering berpaling dari Tuhan bahkan menentang kehendaknya. Manusia hidup antara keselamatan dan hukuman sebagai mana pada kesaksian Nabi Yesaya. Ketiga ajaran itulah yang menjadi dasar pendidikan agama yahudi.


E.     Sejarah kateketika dalam Perjanjian Baru
Pada permulaan periode ini katekese gerejawi masih sangat sederhana dan belum mengandung unsur tradisional yang lengkap, unsur credo (pengakuan iman), tidak lebih panjang daripaad pengakuan, bahwa “Yesus adalah Tuhan”. Semua bahan pelajaran ini menunjukkan unsur-unsur terpenting dalam pendidikan Yahudi:pengakuan iman, doa, taurat, dan hari-hari raya. Nyatalaah disini kemiripan ajaran yahudi dengan katekese gerejawi, yang biasanya juga terdiri dari empat bagian: pengakuan iman rasuli, Doa Bapa Kami, Kesepuluh Firman dan sakramen-sakramen. Pendidikan merupakan hal yang penting dalam perjanjian Baru. Para Rasul selalu menekankan Etika kristen dalam setiap pengajaran yang mereka lakukan. Ajaran Kristus harus diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.
·         Yesus
1.      Yesus Sebagai Buah dari Pendidikan Agama Yahudi
Oleh karena Yesus diakaui sebagai Guru Agung, semua pembahasan teentang pendidikan agama dalam perjanjian Baru dimulai dengan pribadi yang luar biasa ini, demikianlah akan diselidiki bagaimana Yesus tiba pada sejarah dari pendidikan agama Yahudi. Sejak semula umat Kristen mengakui bahwa Yesus adalah manusia sebagaimana dimaksudkan Allah, fakta itu tidak membebaskan-Nya dari keharusan belajar. Pengalaman belajar tersebut terjadi sebagai hasil usaha-Nya menghayati panggilan-Nya sebagai manusia yang sesungguhnya, yanng tidak mampu dipenuhi oleh manusia lainnya. Ucapan Yesus yang merupakan semacam Amsal: Lukas 6:40 yang artinya murid-murid Yesus tidak boleh mengharapkan mendapatkan pengetahuan dan pengertian dengan Cuma-Cuma, sebab Yesus juga mendapat pengetahuan-Nya yang mendalam itu melalui usaha yang sunguh-sunguh memeras keringat. Dulu ia sendiri adalah seorang murid. Ia sudah belajardari guru-guru-Nya. Sama denggan halnya dengan anak laki-laki Yahudi lainnya, keluargalah guru-Nya yang pertama. Sejak kecil Yesus mengambil bagian dalam berbagai tanggung jawab yang di wajibkan dalam agama Yahudi ddan Ia semakin bertumbuh dalam pengetahuan tentang kitab suci mereka. Dalam Matius dan Yohanes, Dia diberi gelar Rabi,guru sutu gelar yang tidak dipakai sembarangan dalam pembicaraan. Jadi panggilan Yesus telah memperoleh pendidikan dalam bangsa Ibrani, agar Ia mampu membaca Taurat.[81] Ia adalah buah dari pendidikan Agama Yahudi. Guru-guru-Nya adalah: orang tua-Nya, guru di Sinagoge di Nazaret, Beth Hasssepher, dan Beth Talmud.[82]
2.      Yesus sebagai seorang guru
Keahlian Yesus sebagai seorang guru diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi. Mereka menyebut Dia “Rabbi”. Ini tentu suatu gelar kehormatan yang menyatakan betapa Ia disegani dan dikagumioleh orang sebangsa-Nya selaku seorang pengajar yang mahir ilmu ke- Tuhanan. Sebab Ia mengajar mereka “sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli taurat yang biasa mengajar mereka” (Matius 7:29). Yesus mengajar di atas bukit, di perahu, di tepi sumur, di rumah yang sderhana, dan rumah yang kaya juga di pembesar agama dan pemerintahan. Yesus mengajar tidak terkait pada waktu tertentu. Tujuan pengajaran Yesus untuk melayani setiap orang yang datang kepada-Nya.[83] Tuhan Yesus adalah Guru Utama (Yohanes 1:9), ia mengajar kita melalui firman-Nya, melalui kehidupan-Nya di tengah-tengah kita, dan sebagai kepala gereja sehingga jemaat di dalam pengajaran-Nya, juga menunjuk kepada Dia.[84] Yesus betul-betul seorang guru itu melambangkan perananNya di tengah-tengah mereka selama jangka waktu sebelum Ia disalibkan. Melalui gaya hidupNya Yesus telah menyatakan latihanNya sebagai seorang Guru. Yesus mengumpulkan orang yang ingin diajar yang dinamakan murid. Dengan menekankan identitas Yesus sebagai guru, maka itu tidak berarti bahwa identitasNya yang lain harus ditolak.[85] Sebutan yang paling banyak digunakan untuk Yesus dalam keempat Injil adalah Didaskalos, yaitu guru. Dan kegiatan Yesus lebih sering digambarkan dengan kata kerja mengajar, Yesus sangat mementingkan pekerjaan mengajar, tidak hanya murid yang menyebutnya sebagai Rabi tapi musuh-Nya juga. Yesus sebagai seorang Rabi tetaplah memiliki persamaan dengan rabi lainnya.[86]


3.      Gaya mengajar Yesus[87]
Cara mengajar yang dilakukan oleh Yesus ialah tidak membentangkan sesuatu ajaran dengan menyuruh orang mempercayai itu, tetapi  Ia menolong mereka berpikir sendiri dan menarik kesimpulannya sendiri dari apa yang telah dijelaskan-Nya.[88] Gaya mengajar Yesus mampu menarik perhatian khalayak ramai, suara-Nya, gerak-gerik-Nya semua itu turut menarik perhatian orang banyak. Rupanya terdapat juga sesuatu dalam nada suara-Nya yangmenimbulkan kepercayaan diri mereka. Apa yang diungkapkan-Nya dapat dipercaya.[89] Yesus memiliki banyak metode belajar yaitu sebagai berikut:
·         Ceramah
Dengan metode ceramah Yesus berusaha menyampaikan pengetahuan kepada murid-murid-Nya atau menafsirkan pengetahuan tersebut. Melalui itu Ia mengharapkan dua tanggapan dari para pendengar-Nya pengertia mendalam dan perilaku baru.
·         Bimbingan
Yesus mengajarjuga melalui bimbingan. Dalam Matius 10 misalnya, keduabelas murid telah menerima petunjuk dari Yesus untuk mengusir Roh-roh jahat, melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan serta memberitakan bahwa “Kerajaan Sorga sudah dekat”.
·         Menghafalkan
Meskipun tidak ada perintah khusus dari Yesus agar murid-murid-Nya menghafalkan ayat-ayat tertentu dari Kitab Suci, namun kepentingannya jelas sekali bagi Yesus pribadi. Sering juga sesudah Yesus mengajarkan sesuatu Ia condong mengikhtisaran isinya dalam suatu ucapan yang gampang dihafal, contohnya: Matius 12:8, 9;12 dan Markus 10:45.
·         Perwujudan
Meskipun metode perwujudan ini adalah khas Matius, namun contohnya diberikan oleh Yesus sendiri. Melalui pengaljaran-Nya Yesus mengatakan bahwa Israel telah terwujud dalam diri pribadi-Nya sebagai Hamba Tuhan yang menderita. Perwujudan itu lebih mendalam artinya daripada melalui teknik memainkan peranan, sebab yang terakhir ini hanya berlaku untuk waktu  yang sementara saja, sedangkan dengan perwujudan-Nya Yesus mengajarkan kepada murid-murid-Nya bahwa pribadi-Nyalah pernyataan yang baru itu dan bukan hanya pengajaran-Nya. Ia mengajar apa yang Ia adanya.
·         Dialaog
Metode ini banyak sekali contohnya dalam keempat injil. Dialog memainkan peranan yang penting pada wkatu Yesus mengajar. Yesus sering mengajukan pertanyaan yang baru sebagai tanggapan-Nya atas pertanyaan yang sebelumnya yang diajukan kepada-Nya.
·         Studi kasus
Melalui studi kasus Yesus menggariskan seluk-beluk salah satu kasus sebagian dari pengalaman seorang tertentu, dan mengundang para pelajar memanfaatkan akal dan imannya. Melalui studi kasus para pendengar-Nya didorong untuk memikirkan inti persoalan dan bagaimana memecahkannya. Segala pernyataan Yesus sendiri tidak menjawabnya secara langsung.
·         Perjumpaan
Di sini Yesus tidak bercerita. Ia memprakarsai pertanyaan yang pribadi dan besar sekali maknanya. Metode perjumpaan banyak dipakai oleh Yesus contohnya: Matius 16:13, Lukas 14:3, Yohanes 9:35.
·         Perbuatan Simbolis
Pada awal pelayanan Yesus di depan umum, Ia dibaptiskan oleh Yohanes Pembaptis, ini menimbulkan banyak pertanyaan namun ternyata Yesus ingin mengajar murid-murid-Nya melalui perbuatan simbolis ini. Jadi baptisan-Nya merupakan lambang kesengsaraan nanti dan melalui lambang baptisan itu Yesus mengajarkan perlunya solider dengan semua orang lain, dan bahwa solidaritas itu hanya dapat dinyatakan sebagai hamba yang merendahkan diri dan yang menderita.

F.     Sejarah Kateketika Pada Masa Reformasi
Pada tanggal 31 Oktober 1517, Martin Luther, tokoh utama reformasi, menempelkan ke-95 dalilnya di pintu gereja Wittenberg, yang dikenal sebagai hari lahirnya reformasi. Kemudian pada tahun 1529 Luther menulis Katekismus Besar dan Katekismus kecil.[90]Kemudian, sejak abad IV, lama-kelaman peraturan yang keras dan baik itu sudah mulai di kendorkan, karena agama kristen telah diizinkan bahkan dianakmaskan oleh kaisar-kaisar, sehingga beribu-ribu orang suka menjadi anggotanya. Semakin banyak orang mintak masuk, semakin lunak dan gampang syarat-syaratnya. Katekisasi sidi segera turun mutunya. Pemimpin-pemimpin jemaat menjadi imam dan sudah kurang bersifat Guru. Akhirnya pada abad pertengahan persiapan 3 tahun itu sudah susut menjadi persiapan selama 3 minggu saja. Gereja telah menjadi lembaga yang menyelanggarakan sakramen-sakramen, dan kurang mementingkan khotbah dan pengetahuan.sudah cukup jika anggota-anggotanya dapat menghafal sejumlah doa-doa dan tau menerima sakramen-sakramen menurut petunjuk-petunjuk Gereja. Barulah pada zaman reformasi pendidikan oleh Gereja mulai di perhatikan kembali dengan sebaik-baiknya. Para reformator itu menghendaki suatu umat kristen yang sadar dan mengetahui akan isi pengakuannya. Pendeta-pendetanya peratama-tama bukan pelaksanaan sakramen, melainkan pengkotbah dan pengajar. Alkitab di terjemahkan mereka ke bahasa daerah, supaya dapat diselidiki oleh sekalian anggota jemaat. Mereka mengarang buku-buku pelajaran berupa katekismus, yang dengan jalan soal-jawab menanamkan pengetahuan dan pengertian tentang Kitab Suci dan Iman Injili kedalam akal dan sanubari tiap-tiap orang Kristen. Bukan kaum pejabat saja, melainkan seluruh umat Tuhan harus dididik untuk menjadi mahir dalam perkara-perkara Kerajaan Allah.
Bukan lagi sakramen saja yang dijunjung sebagai pusat dan puncak kebaktian, melainkan pemberitaan Firman Tuhan. dan berkenaan dengan itu peraturan dan isi katekisasi juga diubah sama sekali. Sekarang tujuannya yang terutama ialah mengajar kaum muda mengenai jalan keselamatan yang benar dan panggilan tiap-tiap orang Kristen terhadap Gereja dan Masyarakat. Peneguhan sidi pun berubah sifatnya. Dalam Gereja Roma Katolik konirmasi itu masih tetap dianggap sebagai salah satu sakramen, yang dengan sendirinya mengerjakan Berkat Rohaninya dalam diri orang yang menerima, asal ia menerimanya dengan penuh hikmat dan percaya. Konfirmasi itu dilakukan mulai dari umur 7 tahun. Pembaru-pembaru Gereja membuat peneguhan atau konfirmasi itu menjadi suatu upacara yang indah, yang taat kepada pengakuan Iman dan janji-janji dari orang yang menamatkan pelajaran katekisasinya.[91]
Salah satu tokoh pada Zaman reformasi ialah Martin Luther. Martin Luther adalah putra sulung dari Hans Luther dan margaretha. Dia meraih gelar magister artes dari universitas Erfurt pada tahun 1505. Martin Luther juga meraih gelar doktor dalam bidang Alkitab. Marthin memulai pengalaman pendidikannya ketika berumur 7 tahun.[92] Luther mengingat bagaimana gurunya bertindak begitu keras atas diri pada pelajaranya. Keterampilannya mengajar pun amat minim, luther belajar  membaca, menulis, menghafal Doa Bapa Kami, Pengakuan Iman Rasuli oleh Gereja katolik roma.[93]
Perubahan atau atau pembaharuan yang dibawa oleh reformasi berlangsung di 3 bidang yaitu:
·         Isi katekese, katekismus-katekismus pada waktu zaman itu dibandingkan dengan buku-buku katekese dari abad-abad pertengahan nyata dengan jelas,bahwa isi katekismu-katekismu itu jauh lebih baik . hal itu di seabkan oleh tempat sentral,yang diberikan oleh reformasi kepada alkitab dalam katekese .
·         Ruang cakup katekese.Ruang cakup katekese pada waktu reformasi jauh kebih luas daripada ruang cakup katekese dalam abad – abad pertengahan . katekese hanya di batasi pada orang – orang yang berpindah dari agama kafir ke agama kristen . pada waktu reformasi katekese mencakup semua orang .sebab sebagai “imam”tiap-tiap orang percaya,menurut para reformator harus selengkap dan sebaik mungkin mengetahui kebenaran yang ia percayai.
·         Cara mempelajari bahan katekese. Dibidang ini reformasi berbeda dengan abad pertengahan. Dalam abad-abad pertengahan katekese umumnya terdiri dari menghafal bahan-bahan katekese,tanpa mengetahui artinya. Pada waktu reformasi hal ini berubah. Para reformator tidak setuju dengan hanya menghafal pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban dalam katekismus.[94]
1.      Martin Luther
Bagi Luther Tujuan PAK ada 3 yakni;
1)      Untuk menyadarkan anak-anak dan orang dewasa tentang keadaan mereka yang sebenarnya bahwa mereka merupakan orang berdosa dan karena itu berbuat dosa (membahas asrti dasah Titah dalam katekismusnya baik kecil maupun besar).
2)      Mempelajari Pengakuan Iman Rasuli agar iman dapat ditanam dalam diri semua pelajar.
3)      Agar para pelajar memahami doa serta segala kehidupan berdosa (Doa Bapa Kami).
4)      Agar pelajar memahami arti sakramen seperti baptisan dan perjamuan kudus.[95]
Untuk pelajar yang sudah dapat membaca, martin luther Katekismus Besar yang menolong orang dewasa memperoleh pengetahuan minimal tentang iman kristen. Dan untuk anak-anak martin luther menyediakan Katekismus Kecil.[96]
2.      Yohanes Calvin(1509-1564)
Yohanes Calvin lahir pada tahun 1509 di Noyon, Perancis Utara.[97] Pendidikan Agama Kristen menurut Calvin adalah pemupukan akal orang-orang percaya dengan firman Allah dibawah bimbingan roh kudus melalui sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja sehingga menimbulkan pertumbuhan rohani yang bersinambung semakin mendalam melalui pengabdian diri kepada Yesus Kristus berupa tndakan-tindakan kasih  terhadap sesamanya (Boehhlke, 1998). Sampai hari ini ajaran calvin dan luther masih besar pengaruhnya  atas gereja diseluruh dunia. Akan sangat baik jika semua orang yang bertanggung jawab atas pendidikan anak secara Kristen ataupun pengetahuan kaum awam di gereja.[98]
Tujuan PAK menurut Calvin ada 2, yakni:
1)        Agar karakter Kristus tampak dalam diri warga gereja sebagai akibat kehidupan mereka bersama, khusunya kehidupan beribadah dan belajar.
2)        Memperlengkapi warga gereja mengambil keputusan yang bertanggung jawab yang sesuai dengan Alkitab [99]

G.Kateketika di Indonesia[100]
Sejarah telah menunjukkaan bahwa masuknya Kekristenan ke wilayah Nusantara terjadi di dalam dua periode. Pertama, era Pra-Sejarah Gereja di Indonesia Tahun 645-1930, setelah itu kedatangan mereka disusul oleh pengutusan Gereja Katolik di Indonesia Pada tahun 1511-1666. Selanjutnya terjadi penyebaran Kristen Protestan di Indonesia pada tahun 1605-1910. Kedua, era Sejarah Gereja di Indonesia sejak tahun 1930 hingga sekarang. Periode ini meliputi: (a) Gereja dan Pergerakan Nasional (1930-1941); (b) Gereja Pada Zaman Pendudukan Jepang (1942-1945); (c) Gereja Pada Perang Kemerdekaan (1945-1950); (d) Gereja yang bertumbuh(1950-sekarang).
Sampai tahun 1850 belum ada Gereja Sumatera dan Gereja Jawa. Tetapi pada masa itu pun ternyata lembaga pengutusan dari Amerika dan Jerman telah mempersiapkan pengiriman utusan terbaik mereka ke daerah yang masih tertutup dan masih ditemukan tempat praktik kanibalisme.
Pada kali ini kami penyaji akan memberikan satu contoh kisah tokoh kateketika saat masuk  ke Indonesia yaitu Francisus Xaverius di Maluku, begini kisahnya;
Franciskus (berkebangsaan Spanyol) adalah seorang imam Jesuit yang paling termasyur. Beliau dianggap sebagai utusan Katolik yang terbesar di sepanjang sejarah. Beliau melayani di Ambon, kemudian berlanjut ke Ternate dan Halmahera selama 15 bulan.
Di ternate, Xaverius menyelenggarakan dua jam pembelajaran agama Kristen setiap hari. Materi pelajarannya meliputi pokok-pokok iman Kristen, semisal Pengakuan Iman Rasuli, Doa Bapa Kami, Salam Maria, Sepuluh Perintah Allah, dan lain-lain. Pengajaran Xaverius disampaikan kepada orang-orang Indonesia dalam bahasa Melayu pasar. Materi pembelajaran tersebut telah dipersiapkan sebelumnya tatkala beliau masih berada di Malaka.
Xaverius juga menyusun sejenis katekismus berbentuk syair-syair, yangh berisi penjelasan tentang Pengakuan Iman Rasuli (dalam dua bahasa: Portugis dan Melayu). Xaverius menyusunnya tatkala beliau melayani di Ternate.
H.    Kateketika  Pada Masa Zending
Kebiasaan-kebiasaan yang dipakai oleh Gereja-Gereja di Eropa di bidang katekese, dibawa masuk oleh pendeta-pendeta zending ke Indonesia dan dipakai juga dalam Jemaat-jemaat di sini. Salah satu dari kebiasaan-kebiasaan itu ialah: katekese yang erat dihubungkan dengan pengajaran agama di sekolah. Begitu erat hubungan itu di sini, sehingga pengajaran agama di sekolah dianggap sebagai “pesemaian” dari katekese Gereja.[101]
Zending adalah badan atau lembaga penginjilan yang dibentuk oleh kalangan Kristen Protestan di Eropa dan Amerika Utara dan berkarya di berbagai negeri di luar dunia Barat itu. Ada ratusan badan zending yang dibentuk, terutama sejak akhir abad ke-18.
1.      Nederlandsch Zendeling-genootschap (NZG) yang berasal dari Belanda dan bekerja di berbagai wilayah di Indonesia
2.      Rheinische Mission-Gesellschaft (RMG) yang berasal dari jerman dan yang memandang karyanya di Tanah Batak sebagai primadona diantara sekian banyak lapangan zending yang digarapnya.
N ZG, karena berasal dari Belanda di mana gereja Protestan utama beraliran Calvinis, menganut dan menyebarluaskan juga paham Calvinis di lapangan yang digarapnya, termasuk melalui sekolah-sekolah yang diselen ggarakannya.
RMG berasal dari lingkungan Gereja Protestan di kawasan Rheinlad-Westfalen, Jerman bagian barat, yang tidak sepenuhnya menganut ajaran atau aliran Lutheran. Di gereja kawasan itu menganut paham Uniert, yaitu gabungan Lutheran dan Calvinis. Karena itu tidak heran bila pandangan dan ajaran yang ditanamkannya di lapangan zending termasuk yang mendasari pendidikan merupakan kombinasi dari ajaran kedua reformator itu.[102]
I.       Kateketika Pada Masa Setelah Zending
Katekisasi pada masa setelah zending sudah semakin sangat pesat perkembangannya, semakin banyaknya gereja-gereja dalam pelayanan katekese yang menandakan bahwa semakin pesatnya perkembangan katekese pada masa setelah zending. Tenaga-tenaga pengajar katekese dalam Gereja-Gereja kita pada waktu ini umumnya lebih baik dipersiapkan daripada tenaga-tenaga pengajar katekese pada waktu zending.[103] Mereka diperlengkapi dengan rupa-rupa pengetahuan yang mereka butuhkan untuk pekerjaan mereka, seperti: Pengetahuan tentang dunia mereka, pengetahuan tentang perkembangan mereka, pengetahuan tentang bahan-bahan katekese. Juga buku-buku yang digunakan pada waktu zending. Benar, ada gereja yang masih tetap menggunakan buku-buku katekese yang dipakai pada waktu zending tetapi umumnya Gereja-Gereja kita pada waktu itu menggunakan buku-buku atau bahan lain.
J.      Jenis-jenis Kateketika
                                             1.      Kateketika Keluarga
·         Sejarah Kateketika di Keluarga
            Menurut kesaksian Perjanjian Lama, Keluarga (= rumahtangga) adalah tempat yang mula-mula, di mana pendidikan dan bimbingan agama diberikan. Di situ orangtua sangat berfungsi sebagai pengajar-pengajar (= guru-guru) yang pertama. Pada waktu-waktu yang tertentu orangtua  terutama ayah sebagai kepala keluarga mengumpulkan anak-anak mereka dan anak-anak lain ( yang tergolong pada keluarga mereka) untuk memberikan kepada mereka pengajaran tentang hukum-hukum (= ketetapan-ketetapan) Allah.
            Pengajaran (= pendidikan) dalam keluarga ini adalah bentuk dari pelayanan katekese: pemberitaan tentang perbuatan-perbuatan Allah yang besar. Oleh pemberitaan ini umat Allah dibina menjadi umat yang baik, yang taat kepadaNya dan yang melakukan hukum-hukumNya (= ketetapan-ketetapanNya). Pengajaran itu berlangsung secara lisan dalam kelurga-keluarga (= rumahtangga-rumahtangga) Israel.[104]
·         Tujuan Kateketika di Keluarga
Dalam keluarga, kateketika bertujuan menjelaskan mengenai apa yang kita percaya tentan Allah dan jalan keselamatan itu, maupun mengenai perwujudan kepercayaan itu di dalam hidupkita sehari-hari, dengan sendirinya dialami anak-anak kita dalam perhubungan rumah tangga.[105] Dalam kateketika keluarga dapat menjadikan anak-anak serupa dengan Kristus. Dengan demikian, pertobatan harus menjadi tujuan utama bagi anak-anak. Mereka tidak dapat bertumbuh menjadi serupa dengan Kristus jika mereka secara pribadi tidak memutuskan untuk mengikut Kristus.[106] Melalui pengajaran kateketika dapat menjadi panutan setiap kalangan masyarakat terkhusus dalam keluarga dan pedoman tata nilai kristiani dalam mencapai kekristenan yang berdasarkan firman Tuhan dengan berbagai metode penerapan dan cara mendidik yang Alkitabiah.[107] Dapat kita lihat di Efesus 6:4... didiklah mereka dalam ajaran dan nasehat Tuhan”. Dapat kita simpulkan bahwa pedoman didalam keluarga ialah dimana orangtua sebagai pengajar atau pendidik dalam keluarga.[108] Dalam Ulangan 6:4-9”... haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu... dimana saja.. ketika engkau duduk, berbaring....”[109]
·         Peranan Kateketika dalam Keluarga
            Kepala keluarga bertanggung jawab mengajarkaan kateketika kepada keluargannya. Hal ini dapat dilakukan melalui kebaktian keluarga atau retreat  keluarga. Kepala keluarga harus dapat memimpin keluarganya menjadi keluarga kristen yang baik dan menjadi teladan dalam hidup dan kehidupannya.[110]Ayah perlu memberi peraturan untuk kehidupan anaknya dengan hikmat dan perlu dikomunikasikan dengan kasih, agar kehidupan keluarga dapat berjalan dengan baik. Ibu berperan aktif membantu ayah dalam mendidik anaknya. Ibu memiliki peranan penting dalam mengembangan kerohanian anak. Ayah dan ibu harus memberi kesempatan kepada anak-anaknya berbicara. Dari apa yang dikatakan oleh anak,ayah dan ibu dapat mengetahui permasalahan- permasalahan yang dihadapi anakdan menolong pemecahanya. Demikian juga melalui kata-kata anak dapat diketahui bakat, minat dan tingkat kedewasaan kerohaniannya serta kepribadiannya[111]


            2.      Kateketika Sekolah  
1.      Sejarah Kateketika di Sekolah
                     Sejarah pendidikan agama di sekolah dapat kita bagi dalam beberapa periode :
·         Periode Prasekolah pemerintah (Negeri)
            Pendidikan diselenggarakan oleh badan-badan agamawi. Bertujuan untuk mentransmisikan tradisi agamawinya ataupun tujuan proselitisasi. Setiap agama besar telah mengembangkan bentuk sistem pendidikannya yang khas di Indonesia. Lembaga pendidikan adalah buah dari lembaga-lembaga agamawi.
·         Periode Hindia Belanda (1848-1942)
            Paham Liberal (liberalisme) berpendapat bahwa harus ada pemisahan antara gereja (agama) dan negara, dan juga bahwa manusia perlu berkembang secara penuh. Hal ini menyebabkan pemerintah mendirikan sekolah-sekolah di bawah pengawasannya sendiri, dengan menyisihkan dana untuk pendidikan yang bertujuan untuk mendidik pegawai pemerintah tingkat rendahan bagi lembaga-lembaganya sendiri.
·         Periode Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pendudukan Jepang membuka jalan bagi sistem pendidikan pada periode berikutnya, dimana ciri khasnya yang paling penting adalah penggunaan bahasa Indonesia sebagai medium pengajaran dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi.
·         Periode Kemerdekaan 1945 Hingga kini
Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945, pendidikan nasional mulai diperkenalkan dan sekolah negeri pun mulai didirikan. Kebijakan pemerintah tentang pendidikan agama di sekolah negeri dicirikan oleh pergulatan antara kekuatan-kekuatan sosial politik dalam masyarakat dan parlemen. Kekuatan-kekuatan sosial politik ini berjuang untuk memegang kekuasaan atas masa depan Indonesia yang merdeka.
2.      Tujuan Kateketika di Sekolah
Kateketika di sekolah bertujuan untuk mendidik orang-orang muda supaya mereka dalam hidup mereka dapat bertindak secara bertanggung jawab menurut firman Allah.Untuk itu harus ada guru- guru yang baik dan beriman. Maksudnya: guru-guru yang saleh, yang hidupnya dapat menjadi contoh bagi murid-muridnya. [112] Tujuan kateketika dalam sekolah yaitu sarana mendidik yang dapat dianggap menjadi tugas rutin untuk mengulang, mempertahankan dan meneruskan agama gereja. Dalam mendidik pun diperlukan dukungan dari peserta didik sebagai subjek pengajaran kateketika agar proses pengajaran dapat berjalan dengan baik. Dapat kita lihat dalam Amsal 8:33” dengarkanlah didikan maka kamu menjadi bijak, janganlah mengabaikannya”.[113]
3.      Peranan Kateketika dalam Sekolah
Ø  Dapat menyampaikan injil kepada banyak anak-anak dan pemuda-pemuda yang sukar dikumpulkan dalam PAK gereja sendiri.
Ø  Anak-anak yang menerima PAK di sekolah, akan merasa bahwa pendidikan umum dan agama itu bukan dua hal yang tak ada hubungannya, melainkan sebaliknya harus berjalan bersama-sama.
Ø  Banyak menolong murid-murid yang lemah dalam hal keuangan.[114]
Ø  Mendidik orang-orang muda supaya mereka dalam hidup mereka dapat bertindak secara bertanggung-jawab menurut Firman Allah.
Ø  Memberikan penjelasan yang lebih luas tentang apa yang dipelajari dalam katekese[115]
            3.      Kateketika Gereja
1.      Sejarah Perkembangan Kateketika Gereja
Setelah pembuangan ke Babel hidup keagamaan orang-orang Yahudi di Palestina dan di luar Palestina berpusat pada rumah-ruamah ibadah. Rumah- rumah ibadah ini dimaksudkan sebagai “rumah- rumah pengajaran” bagi rakyat. Maksudnya dimana rakyat diajar dalam pengetahuan tentang Torah (bnd Mzm 74:8 dan Kis15:21)[116] . Katekes Gereja seperti istilah perjanjian baru sebenarnya tidak dapat kita terjemahkan dengan “pengajaran Gereja saja. Sebab katekes Gereja juga mengandung unsur pendidikan, latihan, bimbingan, pemberitaan dan lain-lain[117].
2.      Peranan Kateketika dalam Gereja
Alkitab jelas menyaksikan bahwa orang Kristen tidak dipanggil menjadi orang kristen saja. Orang-orang percaya dipanggil untuk bersekutu. Itulah gereja. Dengan demikian, gereja diartikan sebagai persekutuan orang percaya. Oleh karena itu, gereja sering digambarkan sebagai Tubuh Kristus. Dalam konsep Gereja sebagai Tubuh Kristus, pendidikan yang memungkinkan pertumbuhan anggota jemaat secara pribadi dan kelompok perlu diadakan. Para pakar teologi berpendapat bahwa tugas-tugas gereja dikenal dengan “ Tri Tugas Gereja”, yaitu persekutuan(koinonia), kesaksian (marturia), dan pelayanan (diakonia). Gereja berperan penting dalam mengajarkan kateketika. Gembala sidang betanggung jawab mendewasakan jemaat. Pengajaran kateketika atau PAK dapat diprogram melalui kebaktian umum, sekolah minggu, bible study, dan berbagai persekutuan seperti persekutuan kaum muda, kaum wanita, kaum pria. [118]
3.       Tujuan Kateketika Gereja
Pendidikan gereja memberikan petunjuk Allah dalam hidup mereka. Pendidikan Gereja yang berkaitan dengan pembangunan masyarakat adalah menolong setiap angggota Gereja memahami kewajiban mereka dalam masyarakat. Dengan demikian gereja perlu berteologi secara penuh, dan mengajarkanya karena Tuhan memberikan kewajiban kepada Gereja untukk mengabarkan dan mengajarkan semua yang di anggap penting dalam Alkitab.[119] Tujuannya ialah juga memberikan bimbingan dan pengajaran yang berjalan terus-menerus sejak dulu hingga sekarang yang berfungsi membangun iman kepercayaan dan pengenalan lebih mendalam akan sang pencipta. Dapat kita lihat dalam Amsal 22:6 “ didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang pada jalan itu”.

VII.          Bahan Pengajaran
SISTEM PENGAJARAN UNTUK KATEKISASI
(CIPTAAN)

A.    HOOK
                                I.      Attention           : Dewasa Awal (18-34 tahun)
                             II.      Durasi   : 120 Menit
·         5 Menit  : Nyanyian dan Doa Pembuka
·         5 Menit  : Memperkenalkan Diri (Pengajar)
·         10 Menit            : Perkenalan Diri Katekumen
·         40 Menit            : Penjelasan Tema
·         20 Menit            : Memberi Catatan Untuk Katekumen
·         30 Menit            : Penerapan Metode
·         5 Menit  : Mengajukan Pertanyaan Untuk Katekumen
·         5 Menit  : Nyanyian dan Doa Penutup
                          III.      Tema                 : Penciptaan
                          IV.      Teks/ Bahan Pengajaran         : (Mazmur 33:6)
Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranya
            V.      Tujuan          :
1.      Agar Katekumen mampu menjelaskan siapa yang menciptakan alam semesta dan isinya
2.      Agar Katekumen mampu menjelaskan sejarah penciptaan
3.      Agar Katekumen bisa menerima dan mengakui melalui iman bahwa Allah adalah Pencipta
4.      Agar Katekumen menuliskan proses Penciptaan
3.1.7.      Penjelasan Teks & Tema:

Menurut Karl Barth, Penciptaan adalah Karya Tuhan Allah untuk mempersiapkan adanya ruang dan kemungkinan bagi keselamatan yang akan dikerjakan oleh Tuhan Allah di dalam Kristus. Yang dimaksud dengan “Penciptaan” adalah kenyataan yang dibuat oleh Allah dan dilestarikan olehnya.
Pertama-tama kita melihat bahwa Allah menciptakan dunia dengan Firman-Nya (logos) dan pada saat yang sama dengan Intervensi langsung. Memang benar bahwa Ia berfirman lalu jadilah Dunia (Mazmur 33:6). Tetapi kejadian 1:2-3 juga berbicara tentang Roh Allah yang melayang-layang, dan Kejadian 2:7-8 tentang Allah membentuk manusia dan membuat taman. Mencipta dengan firman menekankan sifat Allah yang Transenden keunggulan kehendaknya dan kemudahan pekerjaannya. Pekerjaan penciptaan dunia bukan suatu perjuangan yang berat bagi Allah. Sejak mula pertama dan seterusnya Firman Allah menjadi dasar kesinambungan antara Allah dan hasil karyanya.
Cerita tentang langit dan bumi dalam Kejadian 1 harus kita pahami. Seperti yang kita katakan bahwa tentang bagaimana caranya langit dan bumi telah terjadi, tetapi suatu kesaksian, suatu pengakuan Iman, dengan cerita penulis (=Israel) katakana bahwa: Langit dan Bumi bukanlah dewa-dewa (=ilah-ilah), tetapi makhluk ciptaan Allah ialah satu-satunya yang kekal. Ialah yang telah menciptakan segala yang ada, juga matahari, bulan dan bintang-bintang yang ditakuti dan disembah oleh manusia. Dari mulanya ia telah berjuang melawan kekacauan, kegelapan dan kematian (bnd ayat 1 dan 2).
Penciptaan bukanlah tindakan Allah yang dipaksakan, melainkan tindakan yang bebas dan sukarela; “Ia melakukan Apa yang dikehendakinya” (Mzm 115:3). Alkitab berbicara tentang penciptaan dunia yang sekarang kita diami. Jadi, sebenarnya tidaklah mungkin diadakan perbandingan manapun dengan apa yang dibuat oleh manusia. Allah, “Bara” langit dan bumi: itu tidak dapat kita terangkan begitu saja dengan kata-kata seperti menjadikan, mengadakan, membuat atau menciptakan.
Menurut Alkitab Penciptaan Alam Semesta terdiri dari 3 tahap:
1.      Pada Mulanya
Pada mulanya Allah menciptakan Langit dan Bumi. (Langit bukan Cakrawala, tapi luar angkasa, Jagad Raya). Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya; dan Roh Allah melayanglayang diatas permukaan air. (Pada hari ke-3 tidak diciptakan laut, tapi dinamakan).
2.      “Pembentukan” dan “Pengisian” Bumi (6 Hari)
1.      Jadilah Terang (1)
2.      Cakrawala (1) 
Memisahkan air yang diatas dan yang dibawah
3.      Dikumpulkan air dengan air sehingga ta,paklah darat (1)
Tumbuh-tumbuhan di darat (2)
4.      Benda-benda Langit
Matahari, Bulan, Bintang (2)
(Matahari dan Bulan mengatur peredaran waktu, ada rotasi)
5.      Binatang-binatang di air dan burung-burung (2)
6.      Binatang-binatang Darat
(Binatang melata; hidup di dua tempat)
3.      Hari ke-7 
Allah Berhenti Bukan Istirahat
Menguduskan dan memberkati supaya berjalan dengan keteraturan sesuai dengan rencananya.

·         Urutan dan Hasil Penciptaan
Allah mungkin telah menciptakan Alam Semesta sebagaimana adanya sekarang dalam sekejap mata. Ia mungkin membiarkan Alam Semesta berkembang dalam kurun waktu yang panjang. Jikalau dihitung terdapat delapan buah hasil karya penciptaan yaitu:
1.      Terang
2.      Cakrawala
3.      Daratan / Lautan
4.      Tumbuh-tumbuhan
5.      Matahari, Bulan, Bintang-bintang
6.      Burung/Ikan
7.      Binatang daratan
8.      Manusia
3.2. BOOK
3.2.1.      Buku:
·         Alkitab
·         Buku Katekisasi GBKP (2017)
·         Katekisasi Masa Kini (R.J Porter MA, OMF, 2002)
·         Pendidikan Agama Kristen (E.G. Homrighausen & I.H. Enklaar, BPK-GM,1985)
·         Ajarlah Mereka (G.Riemer, OMF, 1998)
·         Pendidikan Nilai Orang Dewasa
3.1.1.      Metode, Media, Cara Pengajaran serta Tujuannya.
Metode
Media
Cara Pengajaran
Tujuan Pengajaran
Sumbangan Saran
-           
Suatu cara mengajar dengan mengutarakan suatu masalah ke kelas oleh guru kemudian siswa menjwab mengemukakakn pendapat atau jawaban dan komentar sehingga masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru.

Agar Katekumen berperan aktif dalam proses pembelajaran, supaya Katekumen lebi cepat mengerti tentang Penciptaan.
Diskusi Kelompok
NoteBook
Pena
Diskusi Kelompok kecil ini caranya adalah si pengajar membagi kelompok dengan beberapa kelompok sesuai dengan jumlah dari Katekumen. Setelah itu pengajar memberi bahan yang akan di diskusi kan oleh Katekumen. Seperti pembahasan tentang apa-apa saja Penciptaan yang ada di sekitar mereka.

Agar si Katekumen dapat mengemukakan kesimpulan dan contoh-contoh konkrit bagi kehidupan mereka. Dan menumbuhkan rasa kagum melalui kebesaran Tuhan sebagai Pencipta.
Sharing Time (Berbagi waktu)

-
Membagi kelompok menjadi beberapa kelompok, setelah itu si pengajar memberi beberapa menit untuk mendiskusikan apa saja yang telah mereka dapatkan atau yang menjadi kesimpulan dari pembelajaran hari ini.


Metode ini saya buat karena dengan metode ini dapat membuat Katekumen aktif dan pelajaran atau pembahasan yang mereka dapat hari ini akan menunjukkan bahwa mereka memahami atau tidaknya apa yang di ajarkan.
Records Player (Perekam suara)
-          Hp (SmartPhone)
Pengajar sebelum menjelaskan tentang Penciptaan dan  memberikan arahan agar Katekumen menggunkan Hp (SmartPhone) untuk merekam suara (Record) pada saat penjelasan tema.
Pada saat merekam, Katekumen pasti tidak menggunakan Hp (SmartPhone) untuk hal lain. Dan akan meletakan Hp-nya ke tempat yang disediakan. Ini berguna sebagai metode agar katekumen lebih focus mendengarkan/ mengikuti pengajaran yang berlangsung. Dan katekumen akan lebih memperjelas atau mengulangi rekaman tersebut dirumah masing-masing agar lebih memahami konsep Penciptaan.

3.2.      LOOK
3.2.1.         Kegiatan pengajaran
b.      Memberikan sambutan dan sapaan hangat kepada Katekumen
Pengajarmenyapa dan memberi ucapan kepada Katekumen “Syalom bagi kita semua, Selamat sore” Pengajar menanyakan kabar Katekumen, dan Pengajar mengajak Katekumen untuk bernyanyi dengan lagu-lagu yang gembira, supaya diawal pertemuan, Katekumen semakin semangat. Lagu tersebut diambil dari :
Kidung Jemaat No. 337: “Betapa Kita Tidak Bersyukur”
Betapa kita tidak bersyukur Bertanah air kaya dan subur
Lautya luas gunungnya megah Menghijau padang bukit dan lembah
            Reff : Itu semua berkat karunia Allah yang Agung Maha Kuasa;
                        Itu semua berkat karunia Allah yang Agung Maha Kuasa
b. Doa pembuka
Untuk doa pembuka, Pengajar bisa menyuruh Katekumen untuk membawa doa pembuka untuk mengawali Pertemuan hari ini.
c.  Penyampaian firman Tuhan/ Pengajaran: (Mazmur 33:6)
Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranyaPengajar dapat mengajak Katekumen untuk membacakan ayat tersebut secara bersama-sama. Setelah itu pengajar dapat menjelaskan sedikit tentang ayat tersebut.
d. Penerapan/ Pengaplikasian Metode
Pada tahap ini Si pengajar akan menerapkan metode-metode yang telah dipersiapkan untuk proses pengajaran. Dan disini Katekumen akan berusaha mencari dan memahami tentang Penciptaa
K.    Penjelasan /Kesimpulan
Sipengajar akan memberikan kesimpulan dan memberikan satu ayat sebagai hafalan atau pun sebagai pengingat bagi Katekumen. Roma 11:36 “Segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia dan untuk Dia.”
L.     Nyanyian Penutup
PEE 48:1 “Oh Andiko Jilena”
      Oh, andiko jilena, tinepa Dibata;
      Subuk pertibi enda ras isina k’rina
      Deleng simeratah kerangen perik-perik rende kabangen
      Andiko jilena, sibanNa she kel kap ulina
      Emaka tangar lah min kita jelma, ola melangsang, ola meturdaksa
      Lit tenah kata pedah ni Dibata; Jaga kelengi k’rina TinepaNa



M.   Doa Penutup
Dalam doa penutup Pengajar memberi pengarahan apa saja topik yang akan di doakan, dalam arti bukan hanya doa penutup tapi doa syafaat juga. Topik doa yang dapat dibawakan adalah, pelajaran hari ini, pertemuan minggu depan, teman-teman yang tidak hadir hari ini. Dan pengajar akan menutup atau mengakhiri nya dengan doa Bapa Kami.
3.3.      TOOK
Dari pengajaran diatas, diharapkan Katekumen dapat mengerti dan memahami tentang Penciptaan. Dan Katekumen tahu bagaimana seharusnya sikap Katekumen setelah mendengar, melihat, dan merasakan hebatnya ciptaan Allah. Pengajaran di atas juga mengingatkan Katekumen bahwa pencipta segala yang ada adalah Allah. Dan dari pengajaran ini menumbuhkan rasa kagum pada kebesaran dan menyembah Allah saja dalam hidupnya.

MOTTO: “Aku ada karena Engkau”
Sekaligus saya membuat Vocal Grup untuk semua Pemuda yang sedang belajar Katekisasi di hari Minggu pada Kebaktian Umum di GBKP Runggun Rumah Pil-pil dengan judul lagu
“OH ANDIKO JILENA”
PEE 48:1 “Oh Andiko Jilena”
      Oh, andiko jilena, tinepa Dibata;
      Subuk pertibi enda ras isina k’rina
      Deleng simeratah kerangen perik-perik rende kabangen
      Andiko jilena, sibanNa she kel kap ulina
      Emaka tangar lah min kita jelma, ola melangsang, ola meturdaksa
      Lit tenah kata pedah ni Dibata; Jaga kelengi k’rina TinepaNa



V.                Daftar Pustaka

...Luther dan Pendidikan, KN LWF: Pematang siantar, 2012
Abineno J.L.Ch., Sekitar Katakese Gerejawi Pedoman Guru, Jakarta: BPK-GM, 2002
AlbinenoJ. L. Ch , sekitar katekese Gerejawi, Jakarta: BPK GM,2005
Ahmadi H. Abu, Psikologi Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2009
Ahmad Nawawi, Pentingnya Pendidikan Nilai Moral Bagi Generasi Penerus(jurnal), Bandung: UPI, 2010
Atkinson RitaL., dkk, Pengantar Psikologi Edisi kesebelas, Batam: Interaksara
Belandino Janse, Suluh Siswa I, Jakarta: BPK-GM, 2005
Bertens, Etika Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002
Budiningsih Asri, Pembelajaran Moral Berpijak Pada Karakteristik Siswa Dan Budayanya , Jakarta: Rineka cipta, 2004
Boehlke Robert R., Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK-GM, 1994
Belandino Janse, Suluh Siswa I, Jakarta: BPK-GM, 2005
Culver Jonathan E., Sejarah Gereja Indonesia, Bandung: BIJI SESAWI, 2014
Darmadi Hamid, Dasar Konsep Pendidikan Moral, Bandung: Alfabeta, 2009
Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: Rodas Karya, 2015
Enklaar I.H.., PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN, Jakarta: Gunung Mulia, 2009
Fowler James W., Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan, Yogyakarta: Kanisius, 55281
GP Harianto, PAK dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa Kini, Yogyakarta: ANDI, 2012
Geregungan W.A., Psikologi Sosial, Bandung: Retika Aditama, 2004
Hasan Shahizan, dkk, Komunikasi Kaunseuling, Bukit Tinggi: PTS Professional, 2005
Hurlock Elisabeth B., Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980
Hurlock Elizabeth H., Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga, 1990
Herminanto dan Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 2012
H Suprijanto, , Pendidikan orang dewasa; dari teori hingga aplikasi. Jakarta : Bumi Aksara, 2007
Herimanto dan Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Homrighausen E.G. & Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2012
Kristianto Paulus Lilik, M.Si., Th.M, Pendidikan Agama Kristen,
Lembaga pendidikan Kader GKJ/GKI, Berkumpul di sekitar Kristus, Yogyakarta: BPK:GM, 1989
Ismail Andar, Mulai dari Musa dan Segala Nabi, Jakarta: BPK-GM,2003
Marpiare Andi, Psikologi Orang Dewasa, Surabaya: Usaha Nasional, 1983
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Rafika Aditama, 2011
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, Bandung: Refika Aditama, 2011
M Amril., Etika dan Pendidikan, Pekanbaru: LSFK2P, 2005
Mubarok Zaim, membumikan Pendidikan Nilai mengumpulkan yang terserak, menyambung yang terputus dan menyatukan yangb tercerai, Bandung: PT. Alfabeta, 2008
Numahara Daniel, PAK Dewasa, Anggota IKAPIJabar, 2008,
Non-Serrano Jonse Belandia, Pedoman untuk Guru PAK SD-SMA Dalam melaksanakan Kurikulum Baru, Bandung: Bina Media Informasi, 2006
Porter R.J. ,Katekisasi Masa Kini, Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2002
Poerdarmita W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1984
Riemer G.,Ajarlah Mereka, Jakarta: Litindo,1998
R Mulyana,., Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta, 2004
Suprianto H., Pendidikan Orang Dewasa dari Teori Hingga Aplikasi Jakarta: Bumi Aksara, 2002
Sijabat B. Samuel, Strategi Pendidikan Kristen, Yogyakarta: ANDI, 1996
Soemanto Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2006
Sarwono Sarlito W., Psikologi Remaja, Jakarta: Rajawali Pers, 2010
Supratiknya A., Teori Perkembangan Kepercayaan, Yogyakarta: Kanisius, 1995
Shelton Charles M., menuju Kedewasaan Kristen, Yogyakarta: Penerbit Knisius,1988
Susilana Rudi dan Riyana Cepi, Media Pembelajaran, Bandung: CV Wacana Prima, 2009
Sutikno M. Sobry, Belajar dan Pembelajaran, Lombok: Holistica, 2013
Stefanus Daniel, Sejarah Tokoh-tokoh Besar PAK, Bandung: BMI,2009
Sauri Sofyan dan Firmansyah Herian, Meretas Pendidikan Nilai, Bandung: Armico,2010
Tanya Elin, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen, Cipanas: STT Cipanas, 1999
Tambunan Elia, Pendidikan Agama Kristen: Handbook Untuk Perguruan Tinggi, Yogyakarta: IllumiNation, 2013
Zuriah Nurul, Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Jakarta: Bumi Aksara, 2007
Zeigler Earl, Christian Education of Adults, Philadelphia: The Westminster Press
SUMBER INTERNET
https://www.google.co.id/search?perbedaan-akhlak-etika-moral. Diakses pada 24/04/2017 pukul 21:43 WIB.
http://suksespend.blogspot.co.id/2009/06/konsep-dasar-dan-filosofi-pendidikan.html
http://strategipak.blogspot.com/2013/11/strategi-pak-dalam-pelayanan-dewasa.html diakses pada tanggal 04 April 2017 Pukul 21.32
http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-pendidikan-tujuan-manfaat.html diakses pada     tanggal 16 April 2017 pukul 20:10
http://strategipak.blogspot.com/2013/11/strategi-pak-dalam-pelayanan-dewasa.html diakses pada tanggal 04 April 2017 Pukul 21.32





[1] B. Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen, (Yogyakarta: Andi, 1996), 111-112
                [2] http://strategipak.blogspot.com/2013/11/strategi-pak-dalam-pelayanan-dewasa.html diakses pada tanggal 04 April 2017 Pukul 21.32
                [3] Elia Tambunan, Pendidikan Agama Kristen: Handbook Untuk Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: IllumiNation, 2013),45
[4] Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980), 246
[5] Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), 17
[6] Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980), 246
[7] H. Suprianto, Pendidikan Orang Dewasa dari Teori Hingga Aplikasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), 11
[8] Daniel Numahara, PAK Dewasa, Anggota IKAPIJabar, 2008, 56
[9]B. Samuel Sijabat, Strategi Pendidikan Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 1996), 151-152
[10] W.J.S. Poerdarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 520
[11]Elizabeth H. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1990),13
[12]Elizabet B.hurlock, Psikologi perkembangan, (Jakarta:2002), 247-270
[13]Elizabet B.hurlock, Psikologi perkembangan, (Jakarta: ,2002), 320-385
[14] Janu wibowo, dari anak sampai Usia lanjut,(jakarta :BPK-GM,2004),417
[15]Elizabet B.hurlock, Psikologi perkembangan(Jakarta: ,2002)385-407
[16] H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 1
[17] W.A. Geregungan, Psikologi Sosial, (Bandung:  Retika Aditama, 204), 6
[18] RitaL.atkinson, dkk, Pengantar Psikologi Edisi kesebelas, Batam: Interaksara), 15
[19] Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980),2
[20] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 57
[21] Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Rodas Karya, 2015), 234
[22] Janse Belandino, Suluh Siswa I, (Jakarta: BPK-GM, 2005), 4
[23] Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga , 1980),246
[24] Elin Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen, (Cipanas: STT Cipanas, 1999),136
[25] Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Rodas Karya, 2015), 237
[26] Jonse Belandia Non-Serrano, Pedoman untuk Guru PAK SD-SMA Dalam melaksanakan Kurikulum Baru, (Bandung: Bina Media Informasi, 2006), 23.
[27] Rudi Susilana dan Cepi Riyana, Media Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), 6.
[29] Rudi Susilana dan Cepi Riyana, Media Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), 7.
[30] Jonse Belandia Non-Serrano, Pedoman untuk Guru PAK SD-SMA Dalam melaksanakan Kurikulum Baru, 22-23.
[31] M. Sobry Sutikno, Belajar dan Pembelajaran, (Lombok: Holistica, 2013), 83.
                [32] http://strategipak.blogspot.com/2013/11/strategi-pak-dalam-pelayanan-dewasa.html diakses pada tanggal 04 April 2017 Pukul 21.32
                [33] Elia Tambunan, Pendidikan Agama Kristen: Handbook Untuk Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: IllumiNation, 2013),45
[34] E.G. Homrighausen & Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2012), 24.
[35] Ibid, 232
[36] James W. Fowler, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 55281), 70
[37] Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 111-113
[38] James W. Fowler, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius,55281),96
[39] A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 39
[40] James W. Fowler, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan, 96
[41] A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, 39
[42] A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, 39
[43]  A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, 23
[44] Charles M. Shelton SJ, menuju Kedewasaan Kristen, (Yogyakarta: Penerbit Knisius,1988) 42-43
[45] B. Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen,35-36
[46] Andar Ismail, Mulai dari Musa dan Segala Nabi, (Jakarta: BPK-GM,2003),113
[47] Daniel Nuhamara, PAK Dewasa, (Bandung: penerbit Jurnal Info Media,2008) 9
[48] Andar Ismail, Mulai dari Musa dan Segala Nabi, (Jakarta: BPK-GM,2003),217
[49]  B. Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen,45
[50] http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-pendidikan-tujuan-manfaat.html diakses pada    tanggal 16 April 2017 pukul 20:10

                [51] http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-pendidikan-tujuan-manfaat.html diakses pada                tanggal 16 April 2017 pukul 21:10
[52] Herminanto dan Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 128
[53] Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta: PT. Rafika Aditama, 2011), 101
[54] Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Refika Aditama, 2011), 101
[55] Amril M., Etika dan Pendidikan, (Pekanbaru: LSFK2P, 2005), 5.
[56] Nawawi, Ahmad. (2010). Pentingnya Pendidikan Nilai Moral Bagi Generasi Penerus(jurnal). Bandung: UPI, 4.
[57] Mulyana, R., Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), 9.
[58] Herimanto, Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 127-128
[59] Sofyan Sauri dan Herian Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai, (Bandung: Armico,2010), 6.
[60] Suprijanto, H, Pendidikan orang dewasa; dari teori hingga aplikasi.     (Jakarta : Bumi Aksara, 2007),           35
[61] http://suksespend.blogspot.co.id/2009/06/konsep-dasar-dan-filosofi-pendidikan.html
[62] Zaim Mubarok, membumikan Pendidikan Nilai mengumpulkan yang terserak, menyambung yang terputus dan menyatukan yangb tercerai, (Bandung: PT. Alfabeta, 2008), 68
[63] Ibid, 70
[64] Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), 7 
[65] Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 17
[66] Hamid Darmadi, Dasar Konsep Pendidikan Moral ( Bandung: Alfabeta, 2009), 51
[67] Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral Berpijak Pada Karakteristik Siswa Dan Budayanya ( Jakarta: Rineka cipta, 2004 ), 24
[69] https://www.google.co.id/search?perbedaan-akhlak-etika-moral. Diakses pada 24/04/2017 pukul 21:43 WIB.
[70] Bertens, Etika, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), 34-36.
                [71] Shahizan Hasan, dkk, Komunikasi Kaunseuling, (Bukit Tinggi: PTS Professional, 2005), 10-12
[72] Earl Zeigler, Christian Education of Adults, (Philadelphia: The Westminster Press), 100.
                [73] Ibid, 104
                [74] Ibid, 107
[75] R.J.Porter MA,Katekisasi Masa Kini, (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2002), 1 
[76] Lembaga pendidikan Kader GKJ/GKI, Berkumpul di sekitar Kristus, (Yogyakarta: BPK:GM, 1989),9
[77] Daniel Stefanus, Sejarah Tokoh-tokoh Besar PAK, (Bandung: BMI,2009),30
[78] Lembaga pendidikan Kader GKJ/GKI, Berkumpul di sekitar Kristus, (Yogyakarta: BPK:GM, 1989),20
[79] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 1994), 18-35
[80] G. Riemer,Ajarlah Mereka,(Jakarta: Litindo,1998), 135-145
[81] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 1991), 57-61
[82] Daniel Stefanus, Sejarah Tokoh-tokoh Besar PAK, (Bandung: BMI,2009),9
[83] E.G. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-GM,1982), 17
[84] Lembaga pendidikan Kader GKJ/GKI, Berkumpul di sekitar Kristus, (Yogyakarta: BPK:GM, 1989), 26
[85] Robert  R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1991), 62-64.
[86] Daniel Stefanus, Sejarah PAK, Tokoh-Tokoh Besar PAK (Bandung: Bina Media Informasi,2009), 7-8.
[87] Robert  R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1991), 66-70.
[88] E.G. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: ), 17.
[89] Robert  R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1991), 65-66.
[90]G. Riemer, Ajarlah Mereka Pedoman Ilmu Katkese, 71
[91]E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar Pendidikan Agama Kristen (Jakarta:BPK GM, 2004) 107-108
[92]Daniel stefanus, Sejarah PAK (Bandung: Bina Media Informasi, 2009)73
[93]Robeth. R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan  Praktek  Pendidikan Agama Kristen: Dari         Plato Sampai IG, (Jakarta:BPK GM, 1998), 308
[94]J. L. ChAlbineno , sekitar katekese Gerejawi, (Jakarta: BPK GM,2005) 39-46.
[95]Daniel Stefanus, D.Th., Sejarah PAK TOKOH-TOKOH BESAR PAK, (Bandung: Bina Media Informasi, 2009), 73-74
[96]Daniel Stefanus, D.Th., Sejarah PAK TOKOH-TOKOH BESAR PAK, 77-78
[97]Daniel Stefanus, D.Th., Sejarah PAK TOKOH-TOKOH BESAR PAK, 78-79
[98]G. Riemer, Ajarlah Mereka Pedoman Ilmu Katkese, 91
[99]Daniel Stefanus, D.Th., Sejarah PAK TOKOH-TOKOH BESAR PAK, 79
[100]DR. Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Indonesia, (Bandung: BIJI SESAWI, 2014)
[101]J.L.Ch. Abineno, Sekitar Katakese Gerejawi Pedoman Guru, (Jakarta: BPK-GM, 2002), 24
[102]...Luther dan Pendidikan, (KN LWF: Pematang siantar, 2012), 13
[103]J. L. Ch. Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi Pedoman Guru, 56
                [104] Abineno, J.L. Ch, Sekitar Katekese Gerejawi, (Jakarta: BPK-GM, 2002), 56-57
                 [105] I.H. Enklaar., PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN, (Jakarta: Gunung Mulia, 2009), 131
[106] Harianto GP, PAK dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa Kini,(Yogyakarta: ANDI,2012),76
[107] Harianto GP, PAK dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa Kini,64
[108]  Harianto GP, PAK dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa Kini,63-64
[109] Harianto GP, PAK dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa Kini,62
                [110] Drs. Paulus Lilik Kristianto, M.Si., Th.M, Pendidikan Agama Kristen,7
                [111] Ibid,149-150
[112] Abineno, J.L. Ch, Sekitar Katekese Gerejawi, 66
[113]  Harianto GP, PAK dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa Kini, 63-64
[114]Ibid, 151
[115] Abineno, J.L Ch, Sekitar Katekese Gerejawi, (Jakarta: BPK-GM, 2002), 66
[116] Abineno, J.L Ch, Sekitar Katekese Gerejawi, 72
[117] Ibid, 67
[118] Harianto GP, PAK dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa Kini,(Yogyakarta: ANDI,2012), 67-68
[119] Ibid, 77

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Gereja Di Cina

Tafsiran Naratif Ezra 10:1-6

Tafsiran Metode Historis Krtis: Markus 4:1-20