Pendidikan untuk Orang Dewasa: KATEKISASI
Daftar
Isi
I.
Daftar
Isi......................................................................................................................3
II.
Kata Pengantar...........................................................................................................5
III.
Pendidikan Agama
Kristen........................................................................................6
IV.
Dewasa
A. Pengertian
Orang Dewasa....................................................................................7
B.
Pengertian
Orang Dewasa Dipandang Dari Berbagai Aspek...........................8
C.
Pembagian
Umur Orang Dewasa.........................................................................9
D.
Karakter
Orang Dewasa.....................................................................................10
E.
Psikologi Perkembangan Orang
Dewasa...........................................................13
F.
Media-media.........................................................................................................16
G. Metode-metode.....................................................................................................18
V.
Pengajaran/
PAK Dewasa
A.
Pengertian PAK
Dewasa...............................................................................28
B.
Tujuan PAK
Dewasa.....................................................................................29
C.
Iman
dan Orang Dewasa...............................................................................30
D.
Pendidikan
Nilai dan Orang Dewasa...........................................................36
E.
Moral
dan Orang Dewasa.............................................................................42
VI.
Katekisasi
A. Pengertian
Katekisasi..........................................................................................48
B. Tujuan
Katekisasi................................................................................................49
C. Latar
Belakang Katekisasi.................................................................................51
D. Perkembangan
Katekisasi dalam Perjanjian Lama........................................52
E. Perkembangan
Katekisasi dalam Perjanjian Baru.........................................53
F. Kateketika
Pada Zaman Reformasi..................................................................57
G. Kateketika
di Indonesia.....................................................................................60
H. Kateketika
Pada Zaman Zending.....................................................................61
I. Kateketika
Setelah Zending...............................................................................62
J. Jenis-jenis
Kateketika.........................................................................................63
VII.
Bahan Pengajaran
A. HOOK.................................................................................................................67
B. BOOK.................................................................................................................69
C. LOOK.................................................................................................................72
D. TOOK.................................................................................................................74
VIII. Daftar
Pustaka
Kata
Pengantar
Puji
Syukur kita panjatkan Kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
buku Bahan Pengajaran Katekisasi untuk Pemuda di GBKP Runggun Rumah Pil-pil,
dengan judul materi “Penciptaan”.
Buku ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Kristen Kateketika Dewasa. Dalam buku ini mengulas tentang, pengertian
Pendidikan Agama Kristen (PAK), pengertian orang dewasa, psikologi perkembangan
orang dewasa sampai kepada Bahan Pengajaran bagi Orang Dewasa.
Saya sebagai penulis mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya, kepada:
1.
Kepada Dr. Setia Ulina Br
Tarigan sebagai Dosen pengampu dalam mata Kuliah Pendidikan Agama Kristen yang
selalu sabar membimbing dan mengarahkan
kami selama dua semester bersama ibu.
2.
Kepada Dr. Erick Johnson
Barus sebagai Dosen Pembimbing kelas II-B/Theologia yang selalu sabar mengarahkan
kami semua.
3.
Kepada BPMR GBKP Runggun
Rumah Pil-pil, Kepada Tim Penguji, Kepada Teman-teman yang sedang menjalani
belajar Katekisasi, dan Kepada seluruh Jemaat GBKP Runggun Rumah Pil-pil yang
sudah senantiasa mengijinkan saya untuk membawa Pengajaran Katekisasi.
4.
Kepada kedua Orang tua saya
P. Kayser Tarigan dan R. Br Barus, yang selalu senantiasa mendoakan dan memberi
saya semangat.
5.
Kepada seluruh teman-teman
kelas II-B, dan kepada teman-teman yang sudah ikut berpartisipasi membantu saya
dalam pembuatan buku ini.
Dengan
segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan
dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan buku pada
tugas-tugas selanjutnya dan pada waktu mendatang.
Dede
Genta Sari Br Tarigan
III. Pendidikan Agama Kristen
Ø Pengertian Pendidikan Agama Kristen
Pendidikan Agama
Kristen harus pertama sekali kita pahami sebagai “pendidikan”. Artinya sebagai
“pendidikan” ia merupakan usaha sadar tujuan, dan bersungguh-sungguh untuk
membimbing dan memperlengkapi individu dan kelompok menuju kedewasaan,
khususnya dalam cara berfikir, sikap, iman, dan perilaku. Kemudian PAK harus
pula kita pahami secara seksama tentang kedudukannya sebagai pendidikan dan
pengajaran agama, atau tepatnya pengajaran iman Kristen. Landasannya, cara
kerjanya, serta misinya harus berakar dari nilai-nilai iman Kristiani,
sebagaimana diajarkan dalam Alkitab dan Tradisi Gereja sebab itu, dalam
mengembangkan tugas PAK, paa pengelolanya perlu tetap berakar dan berdasar
dalam kehidupan, yang berpusat pada pribadi Yesus Kristus dan digerakkan oleh
dinamika pribadi Roh yang Maha Kudus.[1]
Pendidikan
Agama Kristen mengajarkan setiap orang Kristen untuk mengenal Tuhan Yesus
dengan dasar iman yang benar. Proses belajar menagajra yang alkitabiah, dengan
kuasa Roh Kudus dan berpusatkan pada Kristus. Pendidikan Agama Kristen adalah
pendidikan yang berisi ajaran tentang iman Kristen. Maksudnya ajaran yang
menekankan pada moral dan mental serta rohani seseorang (anak didik), penekanan
pendidikan mengarah pada tiga aspek pendidikan yaitu pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang terjadi pada proses belajar mengajar sistematis.
Ada
perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa jika ditinjau berdasarkan umur, ciri
psikologis dan ciri biologis. Pendidikan bagi orang dewasa adalah semua
aktivitas pendidikan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam kehidupan sehari-hari yang hanya
menggunakan sebagian waktunya dan tenaga untuk memperoleh atau menambahkan
intelektualnya.[2]
Jadi kesimpulan pengertian PAK Dewasa adalah seluruh aspek pendidikan yang
didasarkan pada tinjauan Alkitabiah teologis, dan kerohanian, dalam hal
kerohanian orang dewasa yang mengarahkan orang dewasa agar dapat menjalani
kehidupan spritual dengan baik dan benar sehingga menjadi dampak positif bagi
orang lain, baik dalam gereja, masyarakat dan dimanapun berada.[3]
IV.
Dewasa
A.
Pengertian
Dewasa
Istilah “adult” berasal dari kata kerja Latin,
seperti juga istilah “adolescene-adolescere”,
yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi kata adult berasal dari bentuk lampau participle dari kata kerja adultus
yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah
menjadi dewasa. Oleh karena itu orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan
pertumbuhannya dan siap menerima kedudukannya dalam masyarakat bersama dengan
orang dewasa lainnya.[4]
Orang dewasa juga dapat diartikan sebagai individu-individu yang telah memiliki
kekuatan tubuh secara maksimal dan siap berproduksi dan telah dapat diharapkan
memiliki kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta dapat diharapkan
memainkan peranannya bersama dengan individu-individu lain dalam masyarakat.[5]
Elisabeth
B.Hurlock menyatakan bahwa orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan
pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan
orang dewasa lainnya.[6]
Ditinjau dari segi psikologis seseorang yang dapat dikatakan dewasa yaitu orang
yang mampu mengarahkan diri sendiri, tidak selalu tergantung kepada orang lain,
mau bertanggung jawab, mandiri, berani mengambil resiko dan mampu mengambil
keputusan.[7]
Orang juga dapat disebut dewasa apabila telah menyelesaikan tahun-tahun
sekolahnya sebagaimana tuntutan masyarakatnya. Banyak pendidik orang dewasa
mengasumsikan (baik oleh pilihan sendiri maupun bukan) semacam tanggung jawab
bagi diri sendiri dan barang kali juga terhadap orang lain, dan juga suatu
tingkat kemandirian dari otoritas orangtua yang baik sama dengan para remaja
dan pemuda.[8]
B.
Pengertian
Orang Dewasa Dipandang Dari Berbagai Aspek
1.
Menurut
Alkitabiah
Orang
dewasa menurut alkitabiah adalah orang yang dianggap mampu untuk memperlihatkan
kebenaran dan kesaksiannya (Bnd. Yeh 23:12). Orang dewasa dari Perjanjian Lama
dibatasi dari segi umur saja tetapi lebih dominan ditunjukan oleh kemampuan dan
kekuatannya dalam melakukan kehendak Allah. Didalam Perjanjian Lama gambaran
orang dewasa adalah seorang yan mulai sadar dan dapat berpikir tentang dunia
luar dan dirinya sendiri. Sedangkan dalam kitab Perjanjian Baru juga tidak
ditemukan batasan tertentu tentang seseorang yang dikatakan dewasa. namun dalam
1 Tim 4:12 mengatakan bahwa “janganlah
seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda, jadilah teladan bagi
orang percaya dalam perkataanmu, tingkah lakumu, dalam kasihmu dalam
kesetiaanmu dan dalam kesucianmu”. Dari kesaksian ini terlihat bahwasannya
orang dewasa merupakan orang yang dianggap belum mampu, namun sebenarnya telah
mempunyai kemampuan jika setia kepada Tuhan dan suci dalam perbuatan.[9]
2.
Orang
Dewasa Menurut Gereja
Orang
dewasa didalam gereja adalah orang yang sudah menerima sidi (tanda kedewasaan
Rohani di Gereja), oleh karena itu orang dewasa ini memiliki kedudukan yang
sama denagn jemaatb yang lai, dalam arti sudah mendapat hak pilih dan dipilih
menjadi penatua dan ikut dalam musyawarah jemaat. Maka dari itu orang dewasa
dalam gereja mempunyai kewajiban dalam memberitakan injil kepada setiap orang
(Mat 28:19-20).
3.
Orang
Dewasa Secara Umum
Secara
umum yang disebut orang dewasa adalah orang yang sudah mengerti membedakan mana
yang baik dan mana yang tidak baik, yang benar dan yang mana yang tidak benar,
pemikirannya tidak seperti anak-anak lagi melainkan dapat berpikir lebih abstrak,
hidup mandiri dan bertanggungb jawab. Orang dewasa secara umum juga mempunyai
rasa ketidakamanan tertentu, bergerak dalam pekerjaan, mempunyai pandangan
hidup yang beraneka dan mengalami gaya hidup baru.[10]
C. Pembagian Umur Orang Dewasa
Masa Dewasa dibagi menjadi 3
bagian:[11]
1.
Dewasa
Awal 18-34 tahun (Masa dewasa Dini/ Young Adult)
Adalah masa
pencarian kemantapan dan masa reproduksi yaitu masa penuh dengan masalah dan
ketegangan emosional, periode isolasi, periode komitmen dan masa
ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreatifitas dan penyesuain diri pada pola
hidup yang baru.
2.
Dewasa
Madya 35-60 tahun (Midle adulthood)
Status kesehatan
menjadi persoalan utama masa dewasa madya, hal ini dikarenakan adanya sejumlah
perubahan fisik. Perubahan kejantanan bagi pria dan juga wanita mengalami
berkurang/ hilangnya kesuburan. Seperti, pada wanita mengalami monopouse.
3.
Dewasa
Lanjut 60 tahun keatas (Masa Tua/ older adult)
Masa dewasa tua
berkisar umur 60 tahun ke atas. Proses penuaan berarti menurunnya daya tahan
fisik, menurut kartari (1993) lanjut usia disebabkan oleh meningkatnya usia,
sehingga terjadi perubahan struktur dan fungsi sel jaringan serta sistem organ.
D.
Karakter
Orang Dewasa
A.
Karakteristik
dewasa muda[12]
Masa ini merupakan periode penyesuaian diri
terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru, orang dewasa
muda diharapkan memainkan peranan baru
seperti peran suami/ istri, orang tua, dan pencari nafkah.
1.
Masa
dewasa Dini sebagai masa pengaturan
Banyak
orang sudah mencoba berbagai pekerjaan
untuk menentukan mana yang paling sesuai untuk memenuhi berbagai kebutuhan
mereka dan yang akan memberi kepuasan yang lebih permanen
2.
Masa
dewasa dini sebagai usia reproduktif
Orang
tua merupakan salah satu peran yang paling penting dalam hidup orang dewasa.
Bagi orang yang cepat mempunyai anak dan mempunyai keluarga besar pada awal
masa dewasa atau bahkan pada tahun-tahun terakhir masa remaja kemungkinan seluruh masa dewasa
ini merupakan masa reproduksi
3.
Masa
dewasa dini sebagai masa bermasalah
Dalam
tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang dihadapi seseorang, masalah baru ini dari segi
utamanya berbeda dari masalah yang
dihadapi sebelumnya. Dengan menurutnya
tingkat usia kedewasaan secara hukum menjadi 18 tahun pada tahun 1970 anak-anak muda telah
dihadapkan pada banyak masalah dan mereka tidak siap untuk menghadapinya.
4.
Masa
dewasa dini sebagai masa ketegangan emosional
Sekitar
awal pertengahan umur tiga puluhan
kebanyakan orang muda telah mampu
memecahkan masalah-masalah mereka dengan baik sehingga menjadi stabil
dan tenang secara emosional
5.
Masa
sebagai keterasingan sosial
Banyak
orang muda yang semenjak masa kanak-kanak dan remaja terbiasa tergantung pada
persahabatan dalam kelompok mereka kesepian sewaktu tugas-tugas mereka dalam rumah tangga ataupun
dalam pekerjaan memisahkan mereka dari kelompok mereka.
6.
Masa
sebagai masa komitmen
Sewaktu
menjadi dewasa orang-orang muda mengalami perubahan tanggung jawab dari seorang
pelajar yang sepenuhnya tergantung pada orang tua menjadi orang dewasa mandiri
maka mereka menentukan pola hidup baru
dan membuat komitmen-komitmen baru
7.
Masa
dewasa dini sebagai masa kreatif
Bentuk
kreatifitas yang akan terlihat sesudah ia dewasa akan tergantung pada minat dan kemampuan individual,
kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan
kepuasan sebesar-besarnya.
B.
Karakteristik
Dewasa Madya[13]
1.
Usia
madya merupakan usia yang sangat ditakuti
Semakin
mendekati usia tua, periode usia madya semakin terasa lebih menakutkan dilihat
dari seluruh kehidupan manusia, oleh karena itu orang-orang dewasa tidak akan
mau mengakui bahwa mereka telah memasuki
usia tersebut
2.
Usia
madya adalah masa stres
Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola
hidup yang berubah khususnya bila
disertai dengan perubahan fisik selalu cendrung merusak homeo statis fisik dan
psikologi seseorang dan membawa kepada masa stres
3.
Usia
madya adalah masa transisi
Transisi
senantiasa berarti penyesuaian diri
terhadap minat nilai dan pola perilaku yang baru
4.
Usia
madya adalah usia yang berbahaya
Usia
ini dianggap sebagai usia yang berbahaya karena cara biasa menginterpretasi
berasal dari kalangan pria yang ingin melakukan pelampiasan untuk kekerasan
yang berakhir sebelum memasuki usia lanjut
5.
Usia
madya merupakan masa evaluasi
Karena
usia madya pada umumnya merupakan saat
pria dan wanita mencapai puncak
prestasinya maka logislah apabila masa
ini juga merupakan saat mengevaluasi prestasi brdasarkan aspirasi.
6.
Usia
madya merupakan masa jenuh
Hampir
seluruh pria dan wanita pada usia ini
mengalami kejenuhan. para pria jenuh kepada kegiatan-kegiatan rutin dan
kehidupan keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburan.
7.
Karakteristik
Dewasa Lanjut
Kesepian
merupakan kondisi yang sering mengancam kehidpan para orang tua, khususnya
manula ketika anggota keluarga misalnya anak-anak hidup terpisah dari mereka,
kesepian tidak semata-mata muncul akibat kesendirian fisik atau ketidakberadaan orang lain disekeliling hidup seseorang
tetapi juga akibat perasaan ditinggalkan
khususnya oleh mereka yang tadinya memiliki hubungan emosional yang amat dekat.[14]
8.
Ciri
spesifik Dewasa lanjut[15]
a. Keadaan
fisik lemah dan tak berdaya hingga harus tergantung kepada orang lain
b. Menentukan
kondisi hidup sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik
c. Orang
usia lanjut secara tidak proposional menjadi subyek bagi masal emosional dan
mental yang berat
d. Keinginan
menjadi muda kembali sangat kuat pada usia lanjut
e. Status
ekonominya sangat melemah sehingga cukup
beralasan untuk melakukan berbagai perubahan
besar dalam pola hidupnya
f. Mencari
teman baru untuk menggantikan suami/istri yang meninggal/ pergi jauh
g. Belajar
mempelakukan anak yang sudah besar sebagai orang dewasa
h. Mulai
terlibat dalam kegiatan masyarakat yang
secara khusus yang direncanakan untuk orang dewasa .
E.
Psikologi
Perkembangan
1.
Pengertian
Psikologi
Secara
etimologi psikologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “psyche” yang artinya jiwa, dan “logos”
yang artinya ilmu jiwa. Sehingga psikologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosenya, maupun latar
belakangnya.[16]
Menurut Aristoteles, psikologi adalah ilmu mengenai gejala-gejala jiwa manusia,
dimana didalam ilmu itu dipelajari tentang tingkah laku manusia dan penghayatan
akan manusia.[17]
Psikologi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari
perilaku dan proses mental.[18]
Jadi, pada dasarnya psikologi itu merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku
seseorang atau sering disebut dengan ilmu jiwa.
2.
Pengertian
Perkembangan
Perkembangan
adalah perubahan individu ke arah yang lebih sempurna yang terjadi dari proses
terbentuknya individu sampai akhir hayat dan berlangsung secara terus menerus.
Selain itu perkembangan adalah perubahan yang terjadi dalam suatu medium.
Elisabeth B.Hurlock mengartikan perkembangan sebagai serangkaian perubahan yang
terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.[19]
Perkembangan juga dapat diartikan sebagai suatu perubahan dan perubahan itu
tidak bersifat kuantitatif , melainkan kualitatif.[20]
3.
Psikologi
Perkembangan Orang Dewasa
Psikologi
perkembangan orang dewasa terbagi atas tiga baigan, yaitu:
a.
Dewasa
Dini (18-34 tahun)
1. Fisik
Sejak usia
sekitar 25 tahun, perubahan perubahan fisik mulai terlihat. Perubahan-perubahan
ini sebagian besar lebih bersifat kuantitatif dari pada kualitatif. Secara
berangsur-angsur, kekuatan fisik mengalami kemunduran, sehingga lebih mudah
terserang penyakit. Akan tetapi bagaimana pun juga seseorang masih tetap cukup
mampu untuk melakukan aktivitas normal bahkan bagi yang menjaga kesehatannya
dan melakukan olahraga rutin masih terlihat bugar.[21]
2. Kognitif
Berpikir
positif, berpikir kreatif, proaktif dan kritis,[22]
kemampuan menyatakan perbedaan pendapat dengan kebijaksanaan dan kemampuan
menerima kegagalan dan keberhasilan secara simpati.
3. Segi
Emosi
Timbul
kekuatiran tentang pekerjaan, perkawainan yang membuat mereka tegang, adanya
kenginginan yang besar tentang karier, keluarga dan kesehatan. Memiliki
semangat yang kuat dalam bersaing.
4. Segi
Sosial
Mulai
menyesuaikan diri dengan pekerjaan dan perkawinan, adanya waktu menerima waktu
tanggung jawab dan mandiri, masa kesepian (terasing dari lngkungan).
Berkembangnya kesadaran akan ketertiban sosial. Suka menjamu teman-teman
dirumah dan mulai ada persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.
5. Segi
Spiritual
Memperhatikan
relasi pribadi dengan Tuhan seperti hubungan suami istri (ibadah yang teratur,
membentuk tim-tim doa, mengajak mereka terlibat dalam kegiatan Gereja). Dalam
ibadah yang tradisional (menajamkan kedewasaan dari berbagai sudut pandangan
ilmu pengetahuan dan alam).[23]
b.
Dewasa
Madya (35-60 tahun)
1. Fisik
Kekuatan
dan energi orang berkurang pada masa ini. Kaum wanita mengalami monopause
dengan akibat yang negatif. Kemampuan panca indera dan seks berkurang. Mereka
cenderung menyukai pekerjaan yang kurang keras.
2. Kognitif
Penyesuaian
terhadap peran dan pola hidup yang selau berubahcenderung membawa orang dewaswa
kemasa stress. Pada masa ini dituntut bertanggung jawab yang nyata. Pada masa
ini juga merupakan saat menevaluasi prestasi.
3. Mental
Intelektual
Semakin
tua orang akan semakin lambat dalam belajar meskipun masih tetap mampu dalam
belajar.
4.
Sosial
Umunya
orang muda hanya bergerak keatasa dan hanya sedikit yang puas berpindah
kesenjangan sosial yang lebih rendah. Masa ini merupakan masa keterpencilan
yang mana dalam masa ini pria dan wanita merasa kesepian.
5. Emosi
Akibat
menurunnya kemampuan penginderaan, mungkin akan timbul perasaan tidak berguna,
tidak aman dan depresi, tetaoi pada masa ini juga akan timbul sifat suka
menoong orang lain dan lebih bijaksana dari pada sebelumnya.
6. Spiritual
Orang
pada masa usia ini menilai kembali tanggung jawab kedewasaanya dan pelayanannya
dalam gereja.[24]
Pada masa ini dewasa mempunyai toleransi agama yang lebih baik dari pada
sebelumnya.
c.
Dewasa
Lanjut (60 tahun keatas)
1. Fisik
Pada
usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti
oleh penurunan daya ingat. Tubuh membungkuk dan tampak kecil, garis pinggang
melebar.
2. Kognitif
Orang
yang berusia lanjut lebih berhati-hati dalam belajar, memerlukan waktu yang
lebih banyak untuk mengintegrasikan jawaban mereka, kurang mampu mempelajari
hal-hal yang baru. Keinginan untuk berpikir kreatif berkurang. Menurut Sntrock
5 hingga 10% dari neuron kita berhenti tumbuh sampai kita mencapai usia 70
tahun. Setelah itu hilangnya neuron akan semakin cepat.
3. Sosial
Semakin
lanjut usia seseorang berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari keterbatasan
yang dimilikinya. Keadaaan ini mengakibatkan interaksi sosial pada lanjut usia
menurun baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Pada masa pensiun seseorang
harus menyesuaikan diri dengan peran baru.
4. Afektif
Harus
bergantung pada orang lain. Cenderung untuk mengenang sesuatu yang sudah
terlewatkan. Mencari teman baru untuk mengantikan suami atau istri yang sudah
meninggal.
5. Spiritual
Menurunya
kehadiran dan partisipasinya dalam kegiatan gereja. Pada tingkat ini
kepercayaan semakin mundur kelatar belakangan pribadi mengosongkan diri,
sekaligus mengalami diri sebagai makhluk yang berakar dalam Allah dan daya
kesatuan. [25]
F.
Media
1.
Pengertian
Media
Kata media
berasal dari bahasa latin medius.
Dalam bahasa latin media dimaknai sebagai antara. Media merupakan bentuk jamak
dari medium yang secara harafiah berarti pengantara atau pengantar. Secara
khusus kata tersebut dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan
untuk membawa informasi dari satu sumber kepada penerima.[26]
Adapun pengertian media menurut pakar dan organisasi, yaitu:
·
Teknologi pembawa pesan yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari
guru (Schram, 1982).
·
National Education Asociation (NEA)
memberikan batasan bahwa media merupakan sarana komunikasi dalam bentuk cetak
maupun auidovisual, termasuk teknologi perangkat kerasnya.
·
Briggs berpendapat bahwa media merupakan
alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar.
·
Asociation of Education Comunication
Technology (AECT) memberikan batasan bahwa media merupakan segala bentuk dan
saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan.
·
Gagne berpendapat bahwa berbagai jenis
komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
·
Segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan
kemauan siswa untuk belajar (Miarao, 1989).[27]
2.
Pengertian
Media Pembelajaran
Proses belajar mengajar pada dasarnya
juga merupakan proses komunikasi, sehingga media yang digunakan dalam
pembelajaran disebut media pembelajaran.[28]
Media pembelajaran selalu terdiri atas dua unsur penting, yaitu unsur peralatan
atau perangkat keras (hardware) dan unsur pesan yang dibawanya (message/
software). Media pembelajaran memerlukan peralatan untuk menyajikan pesan,
namun yang terpenting bukanlah peralatan itu, tetapi pesan atau informasi
belajar yang dibawakan oleh media tersebut.[29]
3.
Fungsi
Media Pembelajaran[30]
1. Memperjelas
pesan agar tidak terlalu verbalitas
2. Mengatasi
keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indra
3. Menimbulkan
gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar
4. Memungkinkan
anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan
kinestetiknya.
5. Memberi
rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, menimbulkan persepsi yang sama.
G.
Metode-metode
1.
Pengertian
metode Pembelajaran
Metode secara
harafiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang umu, metode diartikan sebagai
suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Kata
“pembelajaran” berarti segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi
proses belajar pada diri siswa. Jadi metode pembelajaran adalah cara-cara
menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses
belajar pada diri siswa untuk mencapai tujuan.[31]
2.
Jenis
Metode
1.
Seminar
Merupakan
suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh beberapa orang dalam suatu sidang yang
berusaha membahas/ mengupas masalah-masalah atau hal-hal tertentu dalam rangka
mencari jalan memecahkannya atau mencari pedoman pelaksanaannya.
2.
Sociodrama
dan Role Play (Bermain Peran)
Metode
sosiodrama dan bermain peran merupakan suatu metode mengajar dimana siswa dapat
mendramatisasikan tingkah laku atau ungkapan gerak gerik wajah seseorang dalam
hubungan sosial antar manusia.
3.
Demonstrasi
Demonstrasi
adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan peserta dengan cara
menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan sesuatu.
4.
Kerja
Lapangan
Metode
mengajar dengan mengajak siswa ke dalam suatu tempat di luar sekolah yang
bertujuan tidak hanya sekedar observasi atau peninjauan saja, tetapi langsung
terjun aktif ke lapangan kerja agar siswa dapat menghayati serta bekerja
sendiri dalam pekerjaan.
5.
Simulasi
Metode simulasi
merupakan cara mengajar dimana menggunakan tingkah laku seseorang untuk berlaku
seperti orang yang di maksudkan dengan tujuan agar orang dapat menghindari
lebih mendalam tentang bagaimana orang itu merasa dan berbuat sesuatu dengan
kata lain siswa memegang peranan sebagai orang lain.
6.
Kerja
Kelompok
Suatu cara menyajiikan bahan pelajaran
dengan menyuruh pelajar (setelah dikelompokkan) mengerjakan tugas terntentu
untuk mencapai tujuan pengajaran.
7.
Ceramah
Metode yang
meberikan penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu dan tempat tertentu.
Dengan kata lain, metode ini adalah metode mengajar dengan menyampaikan
informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umunya
mengikuti secara pasif.
8.
Sumbang
saran
Suatu cara mengajar dengan mengutarakan
suatu masalah ke kelas oleh guru kemudian siswa menjwab mengemukakakn pendapat
atau jawaban dan komentar sehingga masalah tersebut berkembang menjadi masalah
baru.
9. Unit Teaching
Metode yang meberikan kesempatan pada
siswa secara aktif dan guru dapat mengenal dan menguasai belajar secara unit.
10. Sandiwara
Seperti memindahkan sepenggal cerita
yang menyerupai kisah nyata atau situasi sehari-hari ke dalam pertunjukkan.
11. Penemuan (Discovery)
Merupakan proses mental dimana siswa
mampu mengasimilasikan suatu proses atau prinsip-prinsip.
12. Eksperimen
Merupakan salah satu cara mengajar
dimana seorang siswa diajak beruji coba atau mengadakan pengamatan kemudian
hasil pengamatan disampaikan di kelas dan di evaluasi oleh guru.
13. Permainan
Metode yang digunakan untuk membangun
suasana belajar yang dinamis, penuh semangat dan antusiasme.
14. Studi Kasus
Merupakan metode penyajian pelajaran
dengan memanfaatkan kasus yang ditemui anak sebagai bahan pelajaran kemudian
kasus tersebut dibahas bersama untuk mendapatkan penyelesaian.
15. Inquiry
Teknik pengajaran di depan kelas dimana
dilakukannya pembagian tugas meneliti suatu masalah ke kelas.
16. Micro Teaching
Merupakan suatu latihan mengajar
permulaan bagi guru atau calon guru dengan scope, latihan dan audience yang
lebih kecil dan dapat dilaksanakan di lingkungan teman-teman setingkat sendiri
atau sekelompok siswa di bawah bimbingan pembimbing.
17. Problem Solving
Metode pemecahan masalah adalah
menggunakan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa
menghadapi berbagai masalah baik masalah pribadi atau perorangan maupun masalah
kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
18. Metode Karya Wisata
Metode mengajar yang dilaksanakandengan
mengajak siswa ke suatu tempat atau obyek tertentu untuk mempelajari sesuatu.
19. Practice/ Drill (Latihan /Praktek)
Latihan secara sederhana adalah latihan
dengan daya dan upaya untuk meningkatkan secara menyeluruh kondisi fisik dengan
proses yang sistematis dan berulang-ulang dengan kian hari kian bertambah
jumlah beban latihan, waktu atau intesnsitasnya.
20. Dialog
Merupakan salah satu teknik metode
pengajaran untuk memberi motivasi pada siswa agar aktif pemikirannya untuk
bertanya.
21. Non Directive
Merupakan salah satu metode mengajar
dimana siswa melakukan observasi, analisis dan berpikir sendiri.
22. Tanya Jawab
Merupakan cara
lisan menyajikan bahan untuk mencapai tujuan pengajaran
23. Katekesmus
Merupakan suatu
cara menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang
jawabannya sudah ditentukan.
24. Prileksi
Merupakan suatu
cara menyajikan pelajaran dengan menggunakan bahasa lisan, menyuruh para
pelajar mendiskusikan, menganalisa, membandingkan dan akhirnya menarik
kesimpulan dari apa yang disampaikan untuk mencapai tujuan pengajaran.
25. Proyek
Merupakan suatu
cara menyajikan bahan ajaran pada hal tertentu untuk mempelajari dalam rangka
mewujudkan tujuan belajar.
26. Berprogama
Menyajikan bahan
pelajaran dengan menggunakan alat tertentu untuk mencapai tujuan pengajaran.
27. Musyawarah
Merupakan cara
menyajikan bahan pelajaran melalui perundingan untuk mencapai musyawarah
bersama.
28. Mind Mapping
Pembelajaran ini
sangat cocok untuk mereview pengetahuan awal anak
29. Review (Ulasan)
Ulasan
adalah kupasan, tafsiran, komentar, tanggapan.
30. Sharing Time (Berbagi waktu)
Meluangkan waktu
untuk bercerita kepada teman, keluarga untuk berdiskusi mengenai sesutau agar
mempunyai solusi.
31. Show and Tell (Menunjukkan dan
Menjelaskan)
Mempertunjukkan
dan menjelaskan adalah memperlihatkan kemudian menjelaskan apa yang kita
pertunjukkan tersebut.
32. Simulation Games (Simulasi Permainan)
Simulasi
permainan adalah menirukan sesuatu permainan dengan melihat keadaan
sekelilingnya.
33. Spontaneous Speaking (Berbicara
Spontan)
Berbicara
spontan pada hakikatnya berbicara tanpa persiapan juga deisebut dengan to aldlib atau ad libs berarti mengatakan sesuatu tanpa persiapan atau memberikan
komentar secara spontan. Berbicara tanpa persiapan biasanya sering dilakukan
oleh beberapa penyiar yang sudah berpengalaman karena dalam melakukannya,
mereka jarang melihat catatan yang mereka bawa dan hanya memandu secara
spontan.
34. Story Writing/ Telling
Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang
mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian dan disampaikan secara
lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain.
Bercerita adalah upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak
melalui pendengaran dan kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih
keterampilan anak dalam bercakap-cakap, untuk menyampaikan ide-ide dalam bentuk
tulisan.
35. Testing (Pengujian)
Pengujian adalah
proses yang bertujuan untuk memastikan apakah semua fungsi sistem bekerja
dengan baik dan mencari kesalahan yang terjadi pada sistem. Tujuan dari
pengujian adalah untuk mendeteksi kesalahan bahasa (language error), kesalahan yang diakibatkan oleh penulisan.
36. Simposium
Simposium adalah
serangkaian pidato pendek di depan pengunjung dengan seorang pemimpin.
Simposium menampilkan beberapa orang pembicara dan mereka mengemukakan
aspek-aspek pandangan yang berbeda dan topik yang sama. Dapat juga terjadi,
suatu topik persoalan dibagi atas beberapa aspek, kemudian setiap aspek
disoroti tersendiri secara khusus, tidak perlu dari berbagai sudut pandang.
37. Dramatic Reading/ Membaca Drama
Membaca drama
berbeda dari membaca fiksi drama menceritakan sedikit tentang karakter,
biasanya hanya dalam arah tahap yang pemirsa dari tidak melihat pemain. Aktor
dan pembaca harus membaca petunjuk dan harus hati-hati untuk membuat kesimpulan
dari apa yang dipelajari tentang karakter dalam dialog. Dari apa yang dikatakan
karakter, anda harus membangun sebuah penafsiran siapa mereka.
38. Charadas
Charadas adalah
metode dengan meniru atau mengikuti gambar gaya seseorang, biasanya dengan cara
yang lucu.
39. Monologue
Metode ini
adalah metode dimana anak diajak untuk berbicara panjang sendiri. Ini juga
dapat diartikan sebagai pidato dramatis oleh aktor tunggal.
40. Pantomime
Metode ini
adalah metode yang meniru gerakan tubuh tanpa kata-kata.
41. Play/ Bermain
Bermain adalah
aktivitas khas yang menggembirakan, menyenangkan dan menimbulkan kenikamatan.
Kegiatan ini merupakan kesibukan yang dipilih sendiri oleh anak sebagai bagian
dari usaha mencoba-coba dan melatih diri.
42. Silhouettes (Siluet)
Siluet merupakan
metode dengan menggunakan apa yang dihasilkan dalam fotografi karena adanya
perbedaan signifikan antara pantulan cahaya objek utama di bagian depan gambar
dengan latar belakangnya. Untuk menghasilkan siluet, cahaya dari bagian
belakang objek harus sangat terang kemudian ditangkap dengan mengukur luminitas
cahaya latar belakang.
43. Skit (Lelucon)
Metode ini
adalah metode yang menggunakan cerita pendek atau susunan perkataan yang
bersifat lucu. Terdapat beberapa kategori lelucon, dari lelucon sederhana
hingga lelucon yang menggunakan sarkasme.
44. Spontaneous drama (Drama Spontan)
Drama spontan
merupakan bentuk seni yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan
memyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Dengan melihat
drama, penonton seolah-olah melihat kehidupan dan kejadian dalam masyarakat.
Hal ini karena drama merupakan potert kehidupan manusia.
45. Story Play (Bermain Cerita)
Bermain cerita
berarti penceritaan cerita atau memainkan cerita. Selain itu bermain cerita
disebut juga mendongeng seprti yang dikemukakan oleh Malan, mwndongeng adalah
bercerita berdasarkan tradisi lisan. Bermain cerita merupakan usaha yang
dilakukan oleh pendongeng dalam menyampaikan isi perasaan, buah pikira atau
sebuah cerita kepada anak-anak secara lisan.
46. Tableau (Tablo)
Tablo (kata
benda) adalah petunjukan lakon tanpa gerak atau tanpa dialog.
47. TV/ Radio Show (TV/ Acara Radio)
Metode
ini adalah metode yang menggunakan TV atau acara radio
48. Apprenticeship (Masa Belajar)
Dapat diartikan
sebagai aktivitas mental (psikis) yang terjadi karena adanya interaksi aktif
antara individu dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan yang
bersifat relatif dalam aspek: kognitif, psikomotr dan afektif. Perubahan
tersebut dapat berubah ke arah sesuatu yang sama sekali baru atau
penyempurnaan/ peningkatan dari hasil belajar yang telah diperoleh sebelumnya.
49. Assignment/ Homework (Tugas/
Pekerjaan Rumah)
Metode ini
adalah metode dimana anak diberikan tugas atau pekerjaan rumah. Tugas juga
dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan dan tanggung jawab seseorang. Pekerjaan
yang dibebankan. Sesuatu yang wajib dilakukan atau ditentukan untuk perintah
agar melakukan sesuatu dalam jabatan terntentu.
50. Case Study (Studi Kasus)
Studi kasus
adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam riset kyang
menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yng mendalam
terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan
menggunakan cara-caar ayng sistematis dalam melakukan pengamatan data, amalisis
informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya akan dieproleh pemahaman
yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi
riset selanjutnya.
51. Metode Kerajinan tangan/
Kreatifitas
Merupakan suatu
cara yang digunakan untuk mengajar anak didik menciptakan suatu produk atau
barang yang dilakukan dengan tangan dan memiliki fungsi pakai atau keindahan
sehingga memiliki nilai jual.
52. Metode minat atau pusat belajar
Merupakan cara
pengajaran yang dilakukan dengan cara melihat minat yang ada pada diri anak.
53. Metode Hewan dan Tanaman
Merupakan
pengajaran yang dilakukan dengan memperkenalkan hewan-hewan dan tumbuhan kepada
anak agar anak dapat mengenal dan memahami makhluk hidup yang lain.
54. Metode Surat Kabar
Metode yang
menggunakan surat kabar dengan tujuan mengajarkan anak untuk mengetahui
kejadian-kejadian yang ada di sekitarnya.
55. Metode Laboratorium
Cara pengajaran
yang dilakukan dengan cara melakukan percobaan di laboratorium.
56. Programmed Learning and Instruction
Pembelajaran
yang identik dengan kata” mengajar” berasal dari kata “ajar” yang berarti
petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui, ditambah dengan awalan
“pe” dan akhiran “an” menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan,
cara mengajar atau mengajarkan ssehingga anak didik mau belajar. Maka dari itu
pembelajaran adalah proses interaksi peserta dengan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia
serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun. Dalam konteks pendidikan, guru
mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga
mencapai suatu objektif yang ditentukan. Kegiatan belajar mengajar adalah satu
kesatuan dari dua kegiatan yang searah.
57. Reports (Laporan)
Laporan adalah
suatu bentuk penyampaian berita, keterangan, pemeberitahuan atau pertanggung
jawaban baik secara lisan maupun tertulis dari bawahan kepada atasan sesuai
dengan hubungan wewenang dan tanggung jawab yang ada antara mereka.
58. Research (Penelitian)
Penelitian
sering dideskripsikan sebagai suaut proses investigasi yang dilakukan dengan
aktif, tekun, dan sistematis yang bertujuan untuk menemukan,
menginterpretasikan, dan merevisi fakta- fakta. Penelitian juga menghasilkan
suatu pengetahuan yang lebih mendalam mengenai sutau peristiwa, tingkah lkau,
teori, dan hukum serta membuka peluang bagi penerapan praktik dari penegtahuan
tetrsebut.
59. Sensory Experiences (Pengalaman
Sensorik)
Bagaimana
sesuatu terlihat, suara, selera dan sebagian besar itu adalah tentang
pengalaman visual, tapi deskripsi juga berhubungan dengan jenis lain dari
persepsi.
60. Supervised Study (Belajar diawasi)
Ini
merupakan metode belajar yang dilakukan dengan perhatian penuh.
61. Survey
(Penelitian)
Suatu
tindakan yang dilakukan untu mencari tahu tentang sesuatu.
62. Team Teaching (Tim Mengajar)
Tim mengajar ini
adalah sekelompok guru atau sukarelawan utnuk mendidik.
63. Textbook Study (Buku Pelajaran)
Buku pelajaran
ini adalah alat yang dipakai untuk menulis seluruh atau sebagian dari didikan
guru.
64. Unit of Learning
(Unit Belajar)
Sekelompok
orang yang tergabung dalam suatu rana pembelajaran.
65. Verse
Memorization (Ayat Hafalan)
Ayat hafalan
adalah suatu metode yang penekanannya untuk daya ingatan baik itu cakupan waktu
yang lama maupun waktu yang singkat.
66. Workbook
or Manual (Buku Kerja atau Manual)
Buku kerja ini
adalah buku untuk pengamatan sesuatu yang bersifat langkah-langkah.
67. Cathecism (Katekismus)
Katekismus ini
suatu bentuk pengajaran tentang keagamaan mengenai keimanan seseorang.
68. Choral Reading/ Speaking (Paduan
suara membaca/ berbicara)
Paduan suara ini
adalah metode ekskpresi diri untuk meluapkan kebahagiaan serta kesedihan di
dalam sutau kata yang di aransemen mnejadi suatu nada yang indah di dengar.
69. Circle Conversation (Lingkaran Percakapan)
Ini adalah
sebuah bentuk percakapan yang dilakukan dalam kartun-kartun gunanya untuk
menandakan ada topik pembicaraan tersebut.
70. Creative
Writing (Menulis kreatif)
Menulis kreatif
ini metode pembelajaran yang dilakukan untuk menunjukkan bakat/ jiwa seni yang
ada dalam dirinya sendiri.
71. Games (Pertandingan)
Metode ini
adalah metode dimana anak-anak di ajak untuk mengikuti pertandingan yang sudah
ditetapkan guru. Dengan metode ini anak-anak dapat belajar untuk berjuang.
72. Memorization (Menghafal)
Metode ini adalah metode degan
memberikan anak hafalan-hafalan dan pada waktu yang sudah ditetapkan, apa yang
sudah dihafal dikatakan.
73. Paraphrase
(Mengutip)
Mengutip adalah
mengambil perkataan atau kalimat dari buku, mengumpulkan dari berbagai sumber,
dan sebagainya.
74. Puzzle
(Menyatukan)
Menyatukan
adalah menjadikan satu, mengumpulkan menjadi satu.
75. Questions and Answer (Pertanyaan dan Jawaban)
Pertanyaan
adalah sebuah ekspresi keingintahuan seseorang akan sebuah informasi yang
dituangkan dalam kalimat tanya. Jawaban adalah sahutan, balasan, tanggapan.
76. Play Time (instructive) (Waktu
bermain)
Waktu bermain
yaitu kita harus menyisihkan waktu untuk bermain agar tubuh bisa seimbang
dengan kinerja otak.
77. Reading (Membaca)
Membaca adalah
suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan
yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulis. Pengertian lain dari
membaca adalah suatu proses kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan
lambang-lambang bahasa tulis.
78. Mime
Mime adalah
metode yang berkomunikasi sepenuhnya dengan gerakan dan ekspresi wajah. Ini
merupakan jenis drama yang dimana orang-orang dan peristiwa umumnya diwakili
secara konyol.
V.
Pengajaran/PAK
Dewasa
A. Pengertian PAK Dewasa
Pendidikan Agama
Kristen mengajarkan setiap orang Kristen untuk mengenal Tuhan Yesus dengan
dasar iman yang benar. Proses belajar menagajra yang alkitabiah, dengan kuasa
Roh Kudus dan berpusatkan pada Kristus. Pendidikan Agama Kristen adalah
pendidikan yang berisi ajaran tentang iman Kristen. Maksudnya ajaran yang
menekankan pada moral dan mental serta rohani seseorang (anak didik), penekanan
pendidikan mengarah pada tiga aspek pendidikan yaitu pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang terjadi pada proses belajar mengajar sistematis.
Ada perbedaan
antara anak-anak dan orang dewasa jika ditinjau berdasarkan umur, ciri
psikologis dan ciri biologis. Pendidikan bagi orang dewasa adalah semua
aktivitas pendidikan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam kehidupan sehari-hari yang hanya
menggunakan sebagian waktunya dan tenaga untuk memperoleh atau menambahkan
intelektualnya.[32]
Jadi kesimpulan pengertian PAK Dewasa adalah seluruh aspek pendidikan yang
didasarkan pada tinjauan Alkitabiah teologis, dan kerohanian, dalam hal
kerohanian orang dewasa yang mengarahkan orang dewasa agar dapat menjalani
kehidupan spritual dengan baik dan benar sehingga menjadi dampak positif bagi
orang lain, baik dalam gereja, masyarakat dan dimanapun berada.[33]
B.
Tujan
PAK Orang Dewasa
Tujuan PAK bagi
orang dewasa ini dapat kita lihat yaitu merupakan suatu usaha yang dilakukan
untuk membimbing dan mengarahkan setiap orang untuk memiliki kesadaran dalam
tingkat kedewasaan dan kematangan yang dia miliki serta dapat ditunjukkannya
dalam berbagai hal baik dalam moralitas, maupun mental spiritualitasnya. PAK
haruslah dipahami sebagai isi sekaligus proses dari pengajaran Firman Tuhan,
yang memimpin seseorang menjadi pelaku dan hidup sesuai dengan nilai-nilai
utama dari Firman Tuhan. PAK sekaligus menjadi lembaga untuk
mengimplementasikan Firman Tuhan menjadi bagian hidup individu dan komunitas
masyarakat beragama Kristen di dalam seluruh dimensi kehidupan mereka. Dalam
tingkatan tertentu, PAK bisa diatur sebagai media penginjilan dan menjadikan
semua orang sebagai Kristen yang matang dan dewasa secara spiritual.[34]
C. PAK dan Iman Orang Dewasa
1.
Pengertian
Iman
Dalam pemahaman
Alkitab, iman (ibrani: emuna) dapat
diartikan sebagai “kesetiaan kepada Allah yang adalah setia adanya” (Hab 2:4;
Rom 3:3; Gal 5:22). Secara khusus, dari pandangan perjanjian baru, iman
(Yunani: pistis) berarti “kehidupan
yang bersesuaian dengan kebenaran yang diterima, persandaran dan keberuntungan
penuh atas janji-janji Allah, mengucap syukur atas rahmantNya, dan bekerja
dengan segenap hidup untuk kemulianNya”. Salah satu bagian Alkitab secara jelas
menyatakan, bahwa “Iman adalah dasar segala sesuatu yang kita harapkan dan
bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibr. 11:1).[35]
Kepercayaan
eksistensial merupakan suatu kegiatan universal manusia. Kepercayaan
eksistensial/iman mengandaikan suatu sikap suatu pilihan hati. Pilihan tersebut
diambil sesuai dengan suatu pengertian tentang nilai dan kekuasaan yaitu
tentang hal yang paling penting dan fundamental dalam hidup manusia.[36]
Dalam perkembangan iman, agama juga mengatur tingkah laku baik buruk secara
spikologis. Agama bisa merupakan salah satu faktor pengendali terhadap tingkah
laku remaja. Hal ini dapat di mengerti karena agama memang mewarnai kehidupan
masyarakat setiap hari. Agama juga menyajikan kerangka moral sehigga seseorang
bisa membandigkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan
bisa menerangkan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia, serta
menawarkan rasa aman khususnya bagi remaja yang sedang mencari eksistensi
dirinya.[37]
2.
Tahap
Perkembangan Iman
Makin
maju perkembangan kepercayaan, makin erat pula integrasi antara segala aspek
struktural itu. Pengkajian ilmiah dan operasional yang penting bagi setiap
peneliti empiris tidak akan diperdalam lebih lanjut. Mengenai tahap-tahap
kepercayaan eksistensial sebagai khas seorang pribadi berada dalam
kepercayaanya.[38]
Dr. A.
Supratiknya mengemukakan tujuh tahap perkembangan iman menurut teori James
Fowler adalah:
Ø Kepercayaan Awal dan Elementer
(Usia Kanak-kanak, 0-2 atau 3 tahun)
Rasa percaya
Elementer dan dasariah ini timbul sebagai kecondongan spontan yang bersifat
pralinguistis- sebelum munculnya kemampuan berbahasa untuk mengandalkan seluruh
hubungan timbal balik antara bayi dan lingkungan sekitar, terutama orang-orang
yang secara tetap, teratur dan setia mengasuh dan memeliharanya (orangtua
terutama ibu). Seluruh interaksi timbal balik tersebut menimbulkan dalam diri
anak sejenis pengharapan dan rasa percaya yang organismik dan aman, boleh
dipercayai dan diandalkan.[39]
Tahap
kepercayaan awal yang elementer ditandai oleh cita rasa yang bersifat praveral
terhadap kondisi-kondisi eksistensi, yaitu rasa percaya dan setia yang
elementer pada semua orang dan lingkungan yang mengasuh sang bayi. Tentu saja
sikap lingkungan yang menerima atau menolak itu, sangatlah penting bagi
terbentuknya rasa kesatuan organik adaptif yang mesra antara bayi dan
lingkungan.[40]
Ø Kepercayaan Intuitive-Projektive
(Masa Kanak-kanak, 3-7 Tahun)
Tahap ini
membuat kepekaan anak terhadap dunia misteri dan yang Ilahi serta tanda-tanda
nyata kekuasaan. Karena anak-anak sungguh-sunggh memperhatikan segala gerak
isyarat, upacara dan kata-kata yang digunakan oleh orang-orang dewasa untuk
mengungkapkan kepercayaan mereka, maka kemampuan dan minat anak terhadap misteri
dan yang suci diarahkan dan dibina oleh persepsinya mengenai pandangan dan
keyakinan religius orang dewasa. Dunia gambaran dan imajinasi ini menguasai
seluruh hidup afektif dan kognitif yang mendasari pola kepercayaan si anak.
Gambaran-gambaran tersebut menjadi kuat, bertahan lama dan tetap mempengaruhi
secara positif atau negatif seluruh emosional dan kognitif kepercayaan anak d
kemudian hari.[41]
Jenis anak yang
kita temukan pada tahap ini adalah anak yang di dorong oleh rasa diri yang
terbagi antara keinginan untuk mengekspresikan dorongan hatinya dan
ketakutannya akan ancaman hukuman karena kebebasannya yang tanpa batas dan
tanpa kekang.
Ø Kepercayaan Mitis-Harafiah (Masa
Kanak-kanak Usia 7-12 Tahun)
Pada tahap ini
anak mulai belajar melepaskan diri dari sikap egosentrismenya, mulai membedakan
antara perspektifnya sendiri dan perspektif orang lain, serta memperluas
pandangannya dengan mengambil alih pandangan orang lain. Anak mulai berfikir
secara logis dan mengatur dunia dengan kategori-kateori baru. Orang tua masih
tetap menjadi sumber autoritas tertinggi baginya khususnya dalam cerita,
keyakinan, kepercayaan, dan ibadat khas bagi kelompok keanggotanya, maka usia
anak sekolah mulai berangsur-angsur menempatkan diri ke dalam perspektif orang
lain serta mengambil alihnya. Yang paling digemari anak pada tahap ini, anak
menjadi senang penutur dongeng (mitos) yang sungguh-sungguh. Anak berfikir
secara konkret tanpa merefleksikan lebih lanjut tindakan berfikirnya.
Berkat daya
logika baru dan pengambilan perspektif orang lain tersebut, maka anak sanggup
memeriksa dan menguji gambaran serta pandangan religiusnya dengan tolak ukur
logikanya sendiri, pengecekan atau pengamatannya, dan pandangan religius orang
dewasa yang diandalkannya sebagai sumber autoritas. Pada tingkat moral, anak
belum mampu menyusun dunia batin yaitu seluruh perasaan, sikap dan proses
penuntut batiniah, yang dimiliki dirinya sendiri. Apabila ia mau mengreti
tatanan moral, kenyataan dan hidup, maka ia bersandar pada struktur-struktur
ekstern sikap kejujuran dan mengandalkan orang dewasa yang masih dipandang
sebagai instansi wibawa moral. Pandangan moralnya menuntut bahwa yang baik
harus dihadiahi dan yang jahat harus dihukum. Pada tahap ini ceritalah yang
menjadi sarana utama seseorang untuk mengumpulkan berbagai arti menurut sifat
keterkaitannya dan untuk membentuk pendapatnya.
Ø Kepercayaan Sintetis-Konvensional
Masa Adolesen dan Seterusnya, (Usia 12 Tahun sampai Sekitar 20 Tahun)
Disekitar umur
12 tahun, seseorang biasanya mengalami suatu perubahan radikal dalam caranya
memberi arti. Karena munculnya kemampuan kognitif baru yaitu perasi-operasi
formal, maka seseorang mulai mengambil alih pandangan pribadi orang lain
menurut pola “pengambilan perspektif antar pribadi secara timbal balik”. Yang perlu
ialah mengintegrasikan segalagambaran diri yang begitu berbeda supaya menjadi
satu identitas diri yang koheren. Maka tugas paling pokok tahap ini adalah
supaya menciptakan sintesis identitas. Oleh sebab itu tahap ini disebut
“sintetis”. Soal identitas dan diri batiniah, baik pada diri sendiri maupun
pada orang lain, menjadi topik paling mengasyikan bagi remaja. Seluk beluk
kepribadian, gaya dan sisinya menjadi titik perhatian mereka. Gambaran diri itu
di bangun dalam ketergantungannya pada orang lain yang berarti baginya. Remaja
mendapatkan suatu kumpulan nilai, gambaran relligius, dan keyakinan kepercayaan
baginya kriteria adalah fakta bahwa segala nilai, norma, dan keyakinan religius
tersebut disahkan para anggota kelompok yang bernilai baginya.
Ø Kepercayaan Individual-Reflektif
(Usia 20 Tahun ke Atas- Awal Masa Dewasa)
Disini orang
mengalami suatu perubahan yang mendalam dan menyeluruh dalam hidupnya. Orang
dewasa muda tidak lagi berhasil mengatasi semua masalah dengan pola pikir
konvensional. Pola dasar kepercayaan ini ditandai oleh lahirnya refleksi kritis
atas seluruh pendapat, keyakinan, dan nilai(religius) lama. Pribadi sudah mampu
melihat diri sendiri dan orang lain sebagai bagian dari suatu sistem
kemasyarakatan, tetapi juga yakin bahwa dia sendirilah yang memikul tanggung
jawab atas penentuan pilihan ideologis dan gaya hidup yang membuka jalan
baginya untuk meningkatkan diri dengan cara menunjukkan kesetiaan pada seluruh
hubungan dan panggilan tugas. Perubahan akibat struktur berfikir itu yang pertama
pada tahap itu yang pertama pada tahap ini muncul suatu kesadaran jelas tentang
identitas diri yang khas dan otonomi tersendiri di perjuangkan jenis
kemandirian baru. Perubahan penting yang kedua ialah orang dewasa muda mulai
mengajukan pertanyaan kritis mengenai keseuruhan nilai dan pandangan hidup.
Ø
Kepercayaan
Konjungktif (Usia 35 Tahun ke Atas)
Kepercayaan
konjungtif timbul pada masa usia 35 tahun keatas. Perhatian utama pada tahap
ini ditunjukkan pada upaya membuat hidupnya lebih utuh, ia lebih peka terhadap
fakta bahwa hidupnya merupakan anugrah pemberian daripada hasil rasional kita
sendiri. Batas-batas sistem pandangan hidup teridentitas diri yang jelas, kaku,
dan tertutup, kini menjadi runtuh. Tahap ini ditandai oleh sesuatu keterbukaan
dan perhatian baru terhadap adanya polaritas, ketegangan, paradoks, dan
ambiguitas dalam kodrat kebenaran diri dan hidupnya. Kebenaran hanya akan
terwujud apabila paradoks dan sebagainnya itu diakui dan diungkap dalam bentuk
pemikiran dialektis. Orang mencari berbagai cara dan daya untuk mempersatukan
pertentangan-pertentangan yang terdapat di dalam pikiran dan pengalamannya,
karna sadar bahwa manusia membuka sebuah tafsiran majemuk terhadap kenyataan
multidimensional.
Peribadi ini
mencoba mengolah kembali, memperbaiki, dan memperluas seluruh kebenaran yang
diresapkannya pada masa kanak-kanaknya sendiri, tetapi juga sunguh-sungguh
menghargai orang lain yang asing sebagai pemilik kebenaran baru. Tahap ini
tidak menyediakan tempat bagi sikap sukuisme kelompok yang religius dan homogen
dan tertutup atau niat untuk mengadakan perdebatan.
Ø Kepercayaan Universalitas (Usia 45
Tahun ke Atas)
Kepercayaan yang
mengacu pada Universalitas dapat berkembang pada umur 45 tahun ke atas. Pribadi
ini berhasil melepaskan diri dari egonya dan dari pandangan bahwa ego adalah
pusat, titik acuan dan kehidupan yang mutlak. Pada tahap ini pribadi melampaui
tingkatan paradoks dan polaritas, karena gaya hidupnya langsung berakar pada
kesatuan yang ultim, yaitu pusat nilai, kekuasaan dan keterlibatan yang
terdalam. Idenifikasi dan partisipasi dengan yang ultim sebagai dasar dan
sumber segala yang hidup menjadi mungkin, karena pribadi berhasil melepaskan
diri dari egonya dan dari pandangan bahwa ego adalah pusat, titik acuan, dan
tolak ukur kehidupan yang mutlak. Visi tanggung jawab universal mendorongnya
untuk membaktikan seluruh diri penuh cinta kasih dalam berbagai macam
keterlibatan etis dan kreatif, misalnya tekad untuk menyelsaikan perselisihan-perselisihan,
mengatasi segala macam penidasan dan situasi yang kurang berperi kemanusiaan,
membongkar pandangan picik dan akuistik, serta ide dan idola palsu yang
biasanya dianut oleh masyarakat luas.[42]
1.
Perspektif
perkembangan iman orang dewasa
Biasanya sesudah
sesorang sudah menjadi dewasa ia telah dapat mengatasi keragu-raguan di bidang
kepercayaan atau agamanya, yang mengganggunya pada waktu ia masih remaja.
Setelah ia menjadi dewasa ia biasanya sudah mempunyai suatu pandangan hidup,
yang didasarkan pada agama, yang memberi kepuasan baginya. Atau dapat terjadi
bahwa meninggalkan agama yang dianut keluarga, karena mungkin agama tersebut
tidak memberi kepuasan kepadanya. Tetapi pada umur 20 tahun periode inilah yang
paling tidal religius karena pada masa inilah mereka akan mudah terpengaruh
oleh lingkungan mereka, sehingga mereka kurang meminati agama dan tak jarang
pergi kegereja atau sikap acuh tak acuh terhadap ibadat.
Apibala sesorang
sudah berkeluarga, umumnya ia akan kembali kepada agama atau setidaknya ia
tampak menaruh cukup perhatian. Ia merasa bahwa mengajarkan dasar agama pada
anak-anaknya.[43]
a.
Dewasa
dini (usia 18-34 tahun)
Dalam konteks
hubungan orang dewasa kaum muda, bimbingan rohani merupakan dialog yang
mengundang kaum muda untuk menyadari, mengerti dan menjawab panggilan Yesus
dalam konteks pengalaman pribadi dan perkembangan dirinya. Pengalaman pribadi
dan perkembangan dirinya. Pengalaman pribadi orang muda sangat dipengaruhi oleh
masalah-masalah perkembangan dan kebutuhan-kebutuhan pribadi. Bimbingan rohani
bagi kaum muda bertujuan mengembangkan adanya kesadaran akan kehadiran Tuhan
dalam aktivitas hidup sehari-hari kaum muda, yakni dalam karya bermain,dalam
studi, dalam pergaulan ataupun dalam pengalaman apa saja.[44]
Dalam
peningkatan iman orang dewasa pada usia dini perlu sekali pembelajaran yaitu
dengan cara:
a. Pengenalan
akan Allah, sangat sentral dalam kehidupan kristen. sebagaimana diajarkan
Alkitab, pengenalan akan Allah merupakan panggilan dan tujuan hidup manusia.
b. Pandangan
mengenai kedudukan dan fungsi Alkitab. Jadikan alkitab sebagai alat pengajaran,
alkitab digunakan sebagai ‘metafora’ dalam upaya menyampaikan nilai-nilai
moral, etis dan spritual.
c. Pengenalan
terhadap Yesus Kristus. Menurut alkitab Yesus adalah ‘manusia ideal’ yang mampu
membawa manusia mencapai pemulihan keutuhan. Ia adalah sumber kedamaian batin
serta kekuatan spritual dan mental dalam menghadapi tantangan hidup
sehari-hari.[45]
b.
Dewasa
Madya (usia 35-60 tahun)
Orang dewasa pada umumnya melihat
dirinya sebagai orang yang mandiri, mempunyai rasa identitas individual. Orang
dewasa lebih banyak memiliki pengalaman dari pada anak-anak. Tiap orang dewasa
masih perlu bertumbuh dalam kedewasaan kepribadian dan kedewasaan imannya.
Menurut Efesus 4:15, tiap orang dewasa masih perlu ‘bertumbuh didalam segala
hal kearah Dia’. Kedewasaan bukanlah sesuatu yang bisa dicapai sekaligus,
melainkan sesuatu yang masih harus berkembang dalam proses waktu panjang.
Dewasa secara fisik dan usia belum berarti dewasa secara kepribadian, moral dan
kepercayaan. Begitupula kedewasaan dalam iman perlu adanya pembekalan samapai
kita semua telah mencapai kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai
dengan kepenuhan Kristus.[46]
Orang dewasa masih membutuhkan
pendidikan dan pembinaan dalam gereja agar mereka dapat hidup sebagai orang
Kristen yang dapat bertanggung jawab dalam dunia karjanya. Orang dewasa adalah
orang yang setia dan bertanggung jawab. Orang dewasa setia kepada janji,
tujuan, prinsip, dan imannya. Karna itu kedewasaan bukan soal umur atau ‘kurun
waktu menjadi kristen’ namun soal sikap, khususnya sikap setia (konsekwen dan
konsisten) terhadap janji,prinsip,tujuan,cita-cita dan iman.[47]
c.
Dewasa
lanjut ( usia 60 tahun keatas)
Iman orang
dewasa lanjut usia sangatlah penting untuk di tingkatkan karena dalam kehidupan
sehari-hari lansia adalah conoh teladan bagi generasi yang dibawahnya. Seperti
seorang anak mempunyai kecenderungan yang besar untuk belajardan mengikuti
setiap kebijakan orang tuanya, begitulah dari posisi lansia ditengah kehidupan sosialnya.
Ia adalah panutan dan tempat orang meminta nasihat, untuk memelihara
pertumbuhan iman bagi orang yang lenjut usia dapat diadakan penbelajaran Pak
melalui gereja.[48]
Proses
pendewasaan diri dalam kristus dapat terus maju walaupun orang semakin tua,
karna Kristus selalu bersama kita menarik kita agar semakin dekat dengannya.
Kristus senantiasa menawarkan anugrahNya agar kita semakin bertumbuh didalam
kasih terhadap Tuhan dan sesama.[49]
D.
PAK
dan Pendidikan Nilai Orang Dewasa
1.
Pengertian
Pendidikan
Secara Etimologi pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan diri sendiri dan
kekuatan individu. Sedangkan menurut Kamus
Bahasa Indonesia, pendidikan adalah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatiha.
Pendidikan
dapat diperoleh baik secara formal dan non
formal. Pendidikan secara formal diperoleh dengan mengikuti program-program
yang telah direncanakan, terstruktur oleh suatu insititusi, departemen atau
kementtrian suatu negara. Sedangkan pendidikan non formal adalah pengetahuan
yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari dari berbagai pengalaman baik yang
dialami atau dipelajari dari orang lain. [50]
2.
Tujuan
Pendidikan
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1985 yang
berbunyi bahwa tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsadan
mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan bangsa.
Berdasarkan MPRS No. 2 Tahun 1960 bahwa
tujuan pendidikan adalah membentuk pancasilais sejati berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 945.
Berdasarkan UU. No.20 Tahun 2003 mengenai
Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 3, bahwa tujuan pendidikan nasional
adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.[51]
3.
Pengertian
Nilai
Menurut
Herminanto dan Winarno, Nilai merupakan sesuatu yang diharapkan (das solen)
oleh manusia. Nilai merupakan sesuatu yang baik yang dicitakan manusia.
Contohnya, semua manusia mengharapkan keadilan. Keadilan sebagai nilai adalah
normatif. Nilai menjadikan manusia terdorong untuk melakukan tindakan agar
harapan itu terwujud dalam kehidupannya. Nilai diharapkan manusia sehingga
mendorong manusia berbuat.[52]
Nilai adalah gambaran tentang sesuatu yang indah dan menarik, yang
mempesona, yang menakjubkan, yang membuat bahagia, senang dan merupakan sesuatu
yang mernjadikan seseorang atau kelompok.[53]
Artinya nilai berada pada wilayah pikiran manusia dengan pemahaman yang
beragam, dan eksistensinya dibutuhkan manusia untuk menjadi standar bagi sebuah
perilaku yang diinginkan. Dan perilaku yang diinginkan tersebut akan
benar-benar diinginkan apabila ada proses pendidikan dan pendidikan erat
kaitannya dengan berubahnya perilaku manusia menuju kesempurnaan.[54]
Nilai
merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran,
norma-norma, dan nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan dan pandangan moral
secara kritis.[55]
Nilai merupakan suatu ide
sebuah konsep mengenai sesuatu yang dianggap penting dalam kehidupan. Ketika
seseorang menilai sesuatu ia menganggap sesuatu tersebut berharga untuk
dimiliki, berharga untuk dikerjakan, atau berharga untuk dicoba maupun untuk
diperoleh. Studi tentang nilai biasanya terbagi ke dalam area estetik dan etik. Estetik berhubungan erat dengan studi dan
justifikasi terhadap sesuatu yang dianggap indah oleh manusia apa yang mereka
nikmati. Etik merupakan studi dan justifikasi dari
tingkah laku bagaimana orang berperilaku. Dasar dari studi etik adalah
pertanyaan mengenai moral yang merupakan suatu refleksi pertimbangan mengenai
sesuatu yang dianggap benar atau salah.”[56]
4.
Pengertian
Nilai Menurut Para Ahli[57]
1. Gordon
Allport mendefinisikan nilai sebagai sebuah keyakinan yang membuat seseorang
bertindak atas dasar pilihannya.
2. Kupperman
mendefinisikan nilai sebagai patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam
menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif.
3. Kluckhohn
berpendapat bahwa nilai adalah konsepsi dari apa yang diinginkan, yang
mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir tindakan.
4. Mulyana
mengatakan bahwa nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan.
5.
Ciri-ciri
Nilai
Ciri-ciri
nilai Menurut bambang daroeso, nilai memiliki ciri sebagai berikut:
a. Suatu realitas yang abstrak (tidak dapat di
tangkap melalui panca indra. Tetapi ada).
Nilai itu ada atau riil dalam kehidupan
manusia. Misalnya, manusia mengakui adanya keindahan. Akan tetapi, keindahan
sebagai nilai adalah abstrak (tidak dapat diindra). Yang dapat diindra adalah
objek yang memiliki nilai keindahan itu. Misalnya, lukisan atau pemandangan.
b. Normatif
(yang seharusnya, ideal, sebaiknya, diinginkan).
Nilai merupakan sesuatu yang
diharapkan (das solen) oelh manusia. Nilai merupakan sesuatu yang
baik dicitakan manusia. Contohnya, semua manusia mengharapkan keadilan.
Keadilan sebagai nilai adalah alternatif.
c. Berfungsi
sebagai daya dorong manusia (sebagai motivator).
Nilai menjadikan manusia terdrong untuk
melakukan tindakan agar harapan yang terwujud dalam kehidupannya. Nilai
diharapkan manusia seagai mendorong amnusia berbuat. Misalnya, siswa berharap
akan kepandaian. Maka siswa melakukan berbagai kegiatan agar pandai. Kegiatan
manusia pada dasarnya digerakkan atau didorong oleh nilai.[58]
6.
Hakikat
Nilai[59]
1. Nilai
sepenuhnya berhakikat subjektif, bergantung kepada pengalaman manusia pemberi
nilai itu sendiri.
2. Nilai
merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat
dalam ruang dan waktu. Nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat
diketahui melalui akal.
3. Nilai-nilai
merupakan unsur –unsur objektif yang mneyusun kenyataan. Sedangkan menurut
Sadulloh mengemukakan tetang hakikat nilai berdasarkan teori-teori sebagai
berikut: menurut teori voluntarisme, nilai adalah suatu pemuasan
terhadap keinginan atau kemauan. Menurut kaum hedonisme, hakikat nilai
adalah “pleasure” atau kesenangan, sedangkan
menurut formalisme, nilai adalah sesuatu yang dihubungkan pada akal
rasional dan menurut pragmatisme, nilai itu baik apabila memenuhi
kebutuhan dan nilai instrumental yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan.
7.
Fungsi
Dasar Pendidikan Orang Dewasa
Fungsi dasar pendidikan orang dewasa
adalah instruksi, konseling, perkembangan program dan administrasi. Proses
pengembangan program melibatkan penilaian pada kebutuhan pelajar, membuat dan
mengeksekusi keputusan yang diperlukan dalam aktivitas belajar untuk
memposisikan dan mengevaluasi hasil. Keunikan dan keterpusatan fungsi
pengembangan program dalam pendidikan orang dewasa berasal dari perbedaan
tujuan dan kebutuhan pendidik orang dewasa.
Sebuah upaya dilakukan untuk
mempertemukan bermacam-macam perubahan individu dan kebutuhan kelompok walaupun
berupa program jangka pendek. Hal ini mengikuti pernyataan bahwa pendidikan
orang dewasa lebih distandarisasi seperti dalam program remidi atau kesempatan
kedua yang mensejajarkan kurikulum pendidikan remaja, dan fungsi pengembangan
program tidaklah begitu penting.[60]
8.
Tujuan
Pendidikan Nilai Orang Dewasa
Houle
(1972), menggambarkan enam orientasi yang dipegang oleh pendidik orang dewasa,
yaitu:
1. Memusatkan
pada tujuan.
2. Memenuhi
kebutuhan dan minat.
3. Menyerupai
sekolahan.
4. Menguatkan
kepemimpinan.
5. Mengembangkan
lembaga pendidikan orang dewasa.
6. Meningkatkan
informalisasi.
Bergeivin mengemukakan tujuan pendidikan orang
dewasa sebagai berikut:
1. Membantu
pelajar mencapai suatu tingkatan kebahagiaan dan makna hidup.
2. Membantu
pelajar memahami dirinya sendiri, bakatnya, keterbatasannya dan
hubungan interpersonalnya.
3. Membantu
mengenali dan memahami kebutuhan lifelong education.
4. Memberikan
kondisi dan kesempatan untuk membantu mencapai kemajuan proses pematangan
secara spiritual, budaya, fisik, politik dan kejujuran.
5. Memberikan
kemampuan melek huruf, keterampilan kejujuran dan kesehatan bagi
orang dewasa yang sebelumnya tidak memiliki kesempatan untuk belajar.
Dalam
Living Values Education (2004: 1) dijelaskan bahwa tujuan Pendidikan Nilai
adalah: “to help individual think about and reflect on different values and the
practical implications of expressing them in relation to them selves, other,
the community, and the world at large, to inspire individuals to choose their
own personal, social, moral and spiritual values and be aware of practical
methods for developing anf deepening them”.
Lorraine
(1996: 9) pun berpendapat: “in the teaching learning of value education should
emphasizing on the establishing and guiding student in internalizing and
practing good habits and behaviour in their everyday life as a citizen and as a
member of society”.
Adapun
tujuan Pendidikan Nilai menurut Apnieve-UNESCO (1996: 184) adalah untuk
membantu peserta didik dalam mengeksplorasi nilai-nilai yang ada melalui
pengujian kritis sehingga mereka dapat meningkatkan atau memperbaiki kualitas
berfikir dan perasaannya. Sementara itu, Hill (1991: 80) meyakini bahwa
Pendidikan Nilai ditujukan agar siswa dapat menghayati dan mengamalkan nilai
sesuai dengan keyakinan agamanya, konsesus masyarakatnya dan nilai moral
universal yang dianutnya sehingga menjadi karakter pribadinya.
Secara
sederhana, Suparno (2002: 75) melihat bahwa tujuan Pendidikan Nilai adalah
menjadikan manusia berbudi pekerti. Hakam (2000: 8) dan Mulyana (2004: 119)
menambahkan bahwa pendidikan nilai bertujuan untuk membantu peserta didik
mengalami dan menempatkan nilai-nilai secara integral dalam kehidupan mereka.
Dalam
proses Pendidikan Nilai, tindakan-tindakan pendidikan yang lebih spesifik
dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang lebih khusus. Seperti dikemukakan komite
APEID (Asia and The Pasific Programme of Education Innovation for Development),
Pendidikan Nilai secara khusus ditujukan untuk:
1.
menerapkan pembentukan nilai
kepada anak,
2.
menghasilkan sikap yang
mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan,
3.
membimbing perilaku yang
konsisten dengan nilai-nilai tersebut.
Dengan demikian tujuan Pendidikan Nilai meliputi tindakan mendidik
yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai sampai pada perwujudan
perilaku-perilaku yang bernilai (UNESCO, 1994).[61]
Ada
dua tujuan pendidikan nilai apabila dilihat dari pendekatan anlisa nilai tujuan
tersebut adalah pertama adalah membantu siswa untuk menggunakan
kemampuan berpikir logis dan penemuan ilmmiah dan penemuan ilmiah dalam
menganalisa sosial. Kedua, membantu siswa untuk menggunakan proses
berpikir rasional dan analitik dalam menghubung-hubungkan dan merumuskan konsep
tentang nilai nilai-nilai mereka.[62] Tujuan
pendidikan nilai menurut pendekatan klarifikasi nilai ini ada tiga; pertama,
membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka
sendiri serta nilai-nilai orang lain, kedua, membantu siswa supaya bisa
berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain. Ketiga, membantu
siswa supaya mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional
dan kesadaran emosional(superka,et al.1976).[63]
C.
PAK dan Moral Orang Dewasa
1.
Pengertian Moral
Dari segi etimologis kata “moral” berasal dari bahasa latin
“mores” yang berasal dari suku kata “mos”. Mores berarti adat istiadat,
kelakuan, tabiat, watak, akhlak, yang kemudian artinya berkembang menjadi
sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik. Moralitas memiliki arti yang
pada dasranya sama dengan “moral” hanya ada nada lebih abstrak, moralitas
adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik
dan buruk.[64]
Moralitas mengacu pada arti budi pekerti, selain itu moralitas juga mengandung
arti: adat istiadat, sopan santun, dan perilaku.[65]
Sedangkan secara terminology kata moral memiliki beberapa
arti, yakni: W. J. S. Poerdarminta menyatakan bahwa moral merupakan ajaran
tentang baik buruknya perbuatan dan kelakuan.[66]
Dewey mengatakan bahwa moral sebagai
hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai susila.
Baron dkk. Mengatakan bahwa moral
adalah hal-hal yang berhubungan dengan larangan dan tindakan yang membicarakan
salah atau benar.
Magnis-Susino mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada
pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang
kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia.[67]
Pengertian moral secara umum adalah
suatu hukum tingkah laku yang di terapkan kepada setiap individu untuk dapat
bersosialiasi dengan tetangga tau perkumpulannya dengan benar dan agar terjalin
rasa hormat dan menghormati. Moral ini perlu di tanamkan sejak kecil oleh orang
tua dan lingkungan agar masa depan generasi kita menjadi anak yang bermoral
baik dan dapat di terima dengan baik di masyarakat luas.[68]
2.
Perbedaan
Akhlak, Etika, dan Moral[69]
Secara
terminologis, menurut Imam Ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan
pertimbangan dan pemikiran. Contohnya, ketika menerima tamu, bila seseorang
membeda-bedakan tamu yang satu dengan yang lain atau kadang kala ramah kadang
kala tidak, maka orang tersebut belum bisa dikatakan memiliki sifat menghargai
tamu. Sebab seseorang yang mempunyai akhlak menghargai tamu, tentu akan selalu
menghargai tamunya.
Sedangkan
etika seperti yang dikemukakan oleh para ahli salah satunya yaitu Ki Hajar
Dewantara menurutnya adalah cabang ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan
keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama yang mengenai gerak-gerik
pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai
tujuannya yang merupakan perbuatan. Adapun moral secara terminologi merupakan
suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai,
kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dikatakan benar, salah,
baik atau buruk.
3.
Ciri-
ciri Moral[70]
a. Bertanggungjawab
berkaitan dengan tanggung jawab kita.
Nilai moral
berkaitan dengan pribadi manusia. Yang khususnya menandai nilai moral ialah
bahwa nilai ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggungjawab.
Nilai-nilai moral mengakibatkan seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena
ia bertanggungjawab.
b. Berkaitan
dengan hati nurani
Semua nilai
minat untuk diakui dan diwujudkan. Nilai selalu mengandung semacam himbauan.
Mewujudkan nilai-nilai moral merupakan “imbauan” dari hati nurani.
c. Mewajibkan
Berhubungan erat
dengan nilai-nilai moral yang mewajibkan kita untuk tidak bisa tawar-menawar
(absolut).
d. Bersifat
Formal
Nilai moral
bukanlah merupakan suatu jenis nilai yang bisa ditempatkan begitu saja di
samping jenis-jenis nilai lainnya. Biarpun nilai-nilai moral merupakan
nilai-nilai tertinggi yang harus dihayati di atas semua nilai lainnya, seperti
sudah menjadi jelas dari analisa sebelumnya, namun itu tidak berarti bahwa
nilai ini menduduki jenjang teratas dari suatu hirearki nilai-nilai.
e. Norma
Moral
Ada banyak sekali macam norma, misalnya
ada norma yang menyangkut benda dan norma lain yang menyangkut tingkah laku
manusia. Ada 3 macam norma umum yaitu: norma kesopanan atau norma etiket, norma
hukum dan norma moral.
4.
Teori
Perkembangan Moral[71]
Teori perkembangannya berkenaan moral adalah berdasarkan pemikiran
ahli psikologi Swiss yaitu Jean Piaget dan ahli falsafah Amerika-John Dewey.
Kohlberg percaya dan berupaya membuktikan kesasihan teori ini melalui kajiannya
yaitu manusia mencapai kemajuan moral berdasarkan beberapa peringkat:
Tahap
|
Peringkat
|
Orientasi
Sosial
|
Tahap
1
Pra
konvensional
|
1
2
|
Pematuhan
dan Hukuman
Individualisasi,
Instrumentalisasi, Pertukaran,
|
Tahap
2
Konvensional
|
3
4
|
Anak-anak
yang Baik
Undang-undang
dan Perintah
|
Tahap
3
Pasca
Konvensional
|
5
6
|
Kontak
Sosial
Prinsip
Kata Hati
|
Keterangan:
Tahap Pertama: Secara amnya,
pemikiran moral ditemui pada tahap sekolah rendah. Dalam peringkat pertama
tahap ini, kelakuan manusia bergantung pada penerimaan normal masyarakat karena
mereka diberitahu untuk berlakuan sedemikian oleh sesetengah pihak seperti ibu bapak ataupun guru.
Pematuhan ini disebabkan oleh ugutan atau pun penerapan hukuman. Perinkat kedua
dalam tahap ini ditentukan dengan meneliti kelakuan yang betul mengikut
keinginan individu itu.
Tahap Kedua: Secara amnya,
pemikiran moral ditemui dalam masyarakat. Oleh sebab itu, ia dinamakan
kebiasaan atau lazim. Peringkat pertama dalam tahap ini (peringkat 3)
ditentukan melalui sikap uang dilakukan bagi mendapatkan persetujuan dari pada
orang lain “Anak yang baik”. peringkat kedua diorientasikan untuk akur kepada
undang-undang dan menjalankan kewajipan.
Tahap ketiga: Kohlberg
merasakan, tahap ketiga pemikiran moral tidak dilalui oleh kebanyakan orang
dewasa. Peringkat pertamanya yaitu peringkat 5 adalah berkaitan dengan saling
faham-memahami dalam masyarakat dan tumpuan kita kepada kebajikan orang lain.
peringkat terakhir yaitu peringkat 6 adalah berdasarkan prinsip sejagat dan
keinginan hati individu. Walaupun Kohlberg selalu mempercayai wujudnya
peringkat keenam dan mempunyai beberapa penama bagi peringakt itu, namun beliau
tetap tidak mempunyai cukup subjek untuk mendefinisikannya. Begitu juga semasa
meninjau pergerakan longitudinal mereka mereka dalam peringkat itu.
5.
Perkembangan Moral Dewasa Awal, Madya, dan Akhir
Masa dewasa awal selalu memiliki keinginan untuk bisa mengikuti
nilai-nilai adat istiadat yang berlaku, namun sering kali dewasa awal belum
bisa mengikuti nilai tersebut secara sempurna. Pada masa dewasa
sudah lebih banyak mengetahui tentang yang baik dan buruk yang di dukung
pengalaman-pengalaman dan ajaran-ajaran yang telah diterima pada masa lalu
sehingga dapat dikembangkan pada masa dewasa. Masa dewasa madya sangat
menghargai adat istiadat dan daya tariknya lebih tinggi sehingga mulai terlihat
di dewasa akhir.[72]
6.
Teknik
Penyampaian Moral
Teknik
penyampaian moral dikategorikan menjadi dua macam, yaitu:
1.
Teknik
Penyampaian Bersifat Langsung
Teknik
ini dilakukan melalui pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian. Pengarang
menyampaikan nilai moral secara langsung dan eksplisit. Teknik secara langsung
ini bersifat mengganti pembaca. Karena pengarang secara langsung memberikan
petuahnya kepada pembaca.
2.
Teknik
Penyampaian Secara Tidak Langsung
Teknik
secara tidak langsung ini dapat dilakukan
melalui sikap dan tingkah laku tokoh dalam menghadapi peristiwa konflik,
baik yang terlihat dalam tingkah laku verbal maupun terjadi dalam pikiran dan
perasaan. Dalam teknik ini pembaca berusaha untuk menemukan, merenungkan, dan
menhayati nilai norma yang terkandung dalam karya sastra.
7.
Hukum
Moral dalam Kitab Injil
a. Perjanjian Lama[73]
Dalam PL dapat ditemukan himpunan
hukum-hukum moral, seperti keluaran 21-23; seluruh kitab Ulangan, Imamat 17-26;
1-17; Bilangan 28-29. Beberapa cirri khas hukum moral dalam PL:
1.
Hukum moral
bukan “realitas” terpisah, melainkan buah perjanjian antara Yahweh dengan
manusia. Hukum ini dipandang sebagai simbol kedekatan dan keeratan relasi
antara Allah dan manusia.
2.
Hukum moral
mengungkapkan pilihan Yahweh atas Israel.
3.
Hukum moral
menuntut ketaatan.
b.
Perjanjian Baru[74]
Dalam PB,
pembicaraan tentang hukum moral umumnya langsung dikaitkan dengan Perintah
Cinta Kasih dari Yesus Kristus (Mat. 11:34-40; Mrk. 12:28-34; Luk 10:25-28;
Yoh. 13:34-35), kendati masih terdapat sejumlah hukum moral lain dalam PB.
Perintah ini dianggap sebagi jantung semua hukum. Lalu, bagaimanakah hubungan
perintah cinta kasih dengan hukum Musa? Apakah pertanyaan ini terkait dengan
kewajiban untuk melaksanakan Hukum Musa atau tidak? (Kis. 15:1-29).
Keputusannya, Hukum Musa tidak lagi mengikat orang-orang Kristen. Namun,
jawaban ini tidak dengan sendirinya mengakhiri kebingungan controversial
tentang hubungan cinta kasih dengan Hukum Taurat (Gal. 3:1-5:26; 2 Pet
3:14-18).
8.
Hubungan
Iman Kristen dengan Moral
Relasi antara manusia dengan Allah baru menjadi nyata, jika manusia
tidak hanya menggemakan semata-mata sapaan Allah, melainkan memberikan jawaban
yang berasal dari pengahayatan diri manusia yang bertanggungjawab, juga dalam
relasinya dengan Allah. dalam rangka hubungan wahyu-iman (jawaban atau ketaatan
iman), perbuatan moral diangkat menjadi perwujudan iman. Perbuatan moral orang
beriman juga tidak dimaksudkan sebagai sumbangan iman dalam usaha untuk
memperbaiki dan menyempurnakan dunia. Dalam rangka iman, perbuatan moral perlu,
supaya senyatanya terjadi relasi antara Allah yang mewahyukan Diri dan manusia
yang dipanggil-Nya. dalam rangka iman, perbuatan moral manusia menjadi
sangat penting: supaya iman terwujudkan. Bagi orang beriman, perbuatan
moral lebih dari pada hanya penerapan iman dalam hidup sehari-hari, dan lebih
dari pada hanya konsekuensi dari keyakinan iman. Maka biasanya iman sebagai
jawaban manusia dalam relasinya dengan Allah mendapat, yaitu kenyataannya dan
kesungguhannya dalam perbuatan hidup secular. Dan perbuatan agama (hanyalah) pancingan
atau panggilan untuk mewujudkan iman, ataupun (hanyalah) mengungkapkan relasi
yang (sudah) terbentuk dalam perbuatan-perbuatan hidup. Dengan kepercayaan
dasar yang secara implisit terlaksana dalam perbuatan moral, perbuatan moral dapat
diangkat dalam hubungan rahmat dan iman dan munkin menjadi pelaksanaan
kepercayaan dan penyerahan akan Allah yang Transenden, yang memanggil manusia.
Kepercayaan dasar dan keterarahan kepada Nan-Transenden merupakan salah satu
sifat dasar dari perbuatan atau kesadaran moral manusia. Kepercayaan dasar itu
adalah cirri dari suatu usaha manusia dan sambil menghayati usaha tersebut,
manusia mencari Allah dan dalam arti tertentu “samapai pada” Allah. Perbuatan
moral orang Kristen yang mewujudkan relasi iman yang berpangkal dari Allah dan
menuju kepada Allah, merupakan perwujudan iman dan tetap bersifat
sekular.
Dalam iman, manusia menyerahkan diri secara total kepada Allah,
yang diakui sebagai nilai tertinggi dan mutlak, dan oleh karena itu iman
sebagai penyerahan itu adalah pasti. Kemantapan iman ini dapat
memperoleh wujud dalam kemantapan moral. Namun kemantapan moral
itu bukan “nekat” melainkan pertama-tama sikap lepas bebas terhadap segala
nilai yang bersifat terbatas dan sementara baru selanjutnya kemantapan moral
merupakan juga commitment yang pasti, yang diberikan dalam usaha setiap
hari, kendati disadari keterbatasannya
VI.
Katekisasi
A.
Pengertian
Katekisasi
Istilah
“katekisasi” dan “katekese” berasal dari kata Yunani dan
berarti “pengajaran”. Istilah ini sudah lama dipakai untuk pelajaran yang
diberikan kepada siapa saja yang mau menerima dan mengakui iman Kristen. Secara
sistematis ajaran Kristen dilayankan kepada orang yang disebut “katekumen”.
Dengan mengikuti ‘katekisasi’ mereka akan mulai mengerti apa artinya menjadi
Kristen. Disamping itu, mereka juga diberi kesempatan untuk mendengar tentang
jalan keselamatan dalam dan oleh Yesus Kristus diajak mengikuti jalan itu.[75]
Katekisasi atau pelajaran agama Kristen merupakan pelaksanaan tugas gereja
untuk melengkapi calon anggotanya atau anggota baptis yang ingin mengakui sidi,
dengan maksud agar mereka akan menjadi anggota dewasa.[76]
Kateketika merupakan jawaban gereja purba untuk menanggulangi masalah banyaknya
orang dewasa yang ingin mengabdikan diri kepada Kristus.[77]
Yang menjadi tugas Katekisasi adalah pangilan dari Allah yang perlu kita
lakukan dalam tanggung jawab kepada Tuhan dan dalam menyatakan kasih kepada
murid, calon anggota Gereja itu.[78]
Tujuan katekese ialah agar anak-anak muda mengenal Allah. Sehingga, mereka dengan
jalan itu dapat hidup bersama-sama dengan Dia.[79]
Arti katekitika dalam perjanjian baru pengajaran-pengajaran katekitika dalam
perjanjian Lama diambil alih oleh jemaat-jemaat purba. Mereka mempergunakan
katekitika dalam pelayanan mereka. Mereka memakai pengajaran itu dalam beberapa
istilah:
a.
Katekhein
(kata
kerja) artinya memberitakan, mengatakan, menjelaskan, memberitakan,
memberitahukan, mengajar, memberi pengajaran. Namun, kata yang paling menonjol
dipakai yaitu mengajar (mengajar bukan dalam arti intelektualistis, tetapi
dalam arti praktis yaitu mengajar/membimbing orang supaya melakukan apa yang
diajarkan kepadanya).
Katekese berasal dari
kata kerja dari kata kerja Katekhein.
Misalnya:
1. Kis.
21:21 mereka mendengar kabar/berita tentang Paulus, bahwa Paulus mengajar semua
orang Yahudi yang tinggal di antara bangsa-bangsa lain untuk melepaskan hukuman
Musa.
2. Kis.
21:24..... segala kabar/berita yang mereka dengar tentang engkau (Paulus)
3. Kis.
18:25 Apolos telah menerima pengajaran dalam jalan Tuhan. (Kepadanya telah
diberitahukan/dijelaskan tentang jalan Tuhan)
4. Luk.
1:4.......segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar
5. Rm
2:17-18.... dan oleh karena diajar oleh Taurat Tuhan
6. 1
Kor. 14:19... mengajarkan orang juga daripada beribu-ribu kata dengan bahasa
Roh.... yang penting dalam katekhein bukan banyak nya kata-kata yang digunakan,
tetapi menyampaikan yang jelas dari pengetahuan yang berguna.
7. Gal.6:6....,
yang menerima pengajaran dalam firman, membagi segala yang ada padanya dengan
orang yang memberikan pengajaran itu. Telah ada orang yang mendapatkan tugas
untuk mengajar.
b.
Didaskein
(kata kerja) adalah:
1)
Biasanya dipakai untuk pekerjaan
menyampaikan pengetahuan dengan maksud, supaya orang yang “diajar” itu dapat
bertindak dengan terampil.
2)
Dalam septuagenta “terjemahan PL
dalam bahasa Yunani” kata didaskein digunakan sebagai terjemahan dari kata
ibrani untuk mengajar, yaitu mengajar dengan maksud, supaya apa yang diajarkan
itu yang dipraktikan. Didaskein bersifat praktis, sebab yang paling penting
dalam Alkitab adalah pemahaman, penghayatan akan perbuatan-perbuatan
penyelamatan Allah.
Contoh yang
paling jelas dari hal ini ialah Ulangan 4:1 “maka sekarang, hai orang-orang
Israel, dengarlah ketatapan-ketetapan dan peraturan-praturan, yang kuajarkan
padamu untuk dilakukan, ....”
B.
Tujuan
Kateketika
1. Mendidik
(membina) anak-anak supaya mereka bisa berpartisipasi dalam hidup dan pelayanan
gereja pada Allah
2. Katekese:
pengajaran tentang Allah dan perjanjian-Nya, pengajaran tentang Yesus Kristus
dan pengajaran tentang pimpinan dan berkat bahwa roh kudus memimpin para
katekesan dalam pelayanan katekese. Roh kudus memakai katekese untuk memuliakan
Kristus dalam jemaat.
3. Supaya
anak-anak muda mengenal Allah dalam kehidupan mereka. Yang penting bukan
pengenalan yang banyak tentang Alkitab dan Gereja, tetapi tentang pengenalan
akan Allah sebagai Allah, Allah perjanjian. (Allah yang mengikat perjanjian
dengan umat-Nya yang Dia bebaskan dari perbudakan dosa).
4. Bimbingan
bukan saja kepada anak-anak muda tetapi juga semua anggota jemaat untuk
memperlengkapi mereka bagi suatu hidup yang bertanggung jawab di dalam dunia.
5. Supaya
anak-anak muda dapat mengenal Allah dengan begitu rupa, sehingga mereka bisa
hidup bersama-sama dengan Tuhan.
6. Pemberian
pengetahuan ( hal-hal pokok isi Alkitab, ajaran Gereja yang berasal dari
Alkitab, garis-garis besar tentang gereja, tentang pelayanan dan sejarahnya)
7. Pendidikan
(pembinaan) anggota-anggota jemaat untuk menyadari tugas mereka di dalam
Gereja.
8. Mendidik
anak-anak muda supaya mereka menjadi hamba-hamba Allah yang bertanggungjawab di
dalam dunia. Mereka ditempatkan di tengah-tengah dunia sebagai saksi dan
pelayan Kristus.
9. Penyampaian
pengetahuan tenttang Allah dari generasi ke generasi. Keselamatan kepada kita
harus disampaikan kepada semua orang, dari generasi ke generasi, sehingga
katekese mempunyai peranan penting.
Dan
dapat kita katakan bahwa tujuan kateketika adalah belajar percaya secara
kognitif , dengan mempelajari semua yang difirmankan Tuhan, suatu saat sang
murid akan merasa terpanggil oleh Tuhan, tangan Tuhan yang meyakinkannya
perihal keselamatannya, mengajarkan kepercyaan secara efektif. Tekanan
diberikan pada pengetahuan yang pasti yang terutama pada kepercayaan yang teguh
sehingga melalui katekese seorang diyakinkan bahwa badan dan jiwa semasa
hidupmaupun sesudah mati, adalah milik Kristus Juruselamat yang setia, dan juga
alat Roh Kudus untuk mengajarkan ajaran Kristus.[80]
C.
Latar
Belakang Kateketika
Katekese
adalah salah satu bentuk pelayanan yang paling tua dan paling sering dipakai
oleh gereja. Mengapa dikatakan palin tua? Karena katekese berasal dari Israel.
Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan di Israel bahwa orang tua yang berperan
(ditugaskan) untuk mengajarkan tentang perbuatan-perbuatan Allah yang besar
(Ul. 6:20-25; Mzm 78:1-7). Setiap orang tua telah menerima pengajaran tentang
perbuatan-perbuatan Allah yang besar dari orang tua mereka ketika mereka masih
kecil. Pengajaran ini harus mereka wariskan kepada anak-anak mereka.
Demikianlah pengajaran itu diteruskan dari generasi ke generasi selanjutnya.
Karena pengajaran itu sangat penting sehingga sekitar permulaan abad pertama
jemaat-jemaat Yahudi telah mendirikan sekolah-sekolah. Di sekolah semakin
berkembang pengajaran itu, sehingga anak-anak kecil usia 6-7 tahun mendapat
pengajaran dari guru-guru torah tentang pengetahuan tentang Torah (bukan
pengetahuan umum). Pengetahuan tentang Torah terdiri dari pembacaan dan
penghafalan Torah secara harafiah (sebagaimana asal/aslinya).
D.
Perkembangan
Kateketika dalam Perjanjian Lama
Pada
zaman perjanjian lama, pengajaran pada umat Yahudi jauh lebih bermakna. Pada
saat itu dibangun gedung ibadat Yahudi, sebagai tempat untuk memuji Tuhan dan
sebagai tempat umat untuk belajar.
·
Dasar
Alkitab
Para
pemimpin Yahudi berpendapat agar setiap generasi baru harus diperkenalkan Iman.
Umat Yahudi pada umumnya dan setiap keluarga, khususnya ayah, ditugaskan untuk
menyampaikan keyakinan Yahudi. Keyakinan itu nyata seperti tertulis dalam
Ulangan 6:4-9. Dengarlah Hai orang israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa!
Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, haruslah
engaku mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya
apabila engkau duduk di rumah, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila
engkau berbaring ,dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau
mengikatkannya sebagai tanda panadantanganmu dan haruslah itu tanda didahimu,
dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pintu gerbangmu.
·
Dasar
Teologi
Keyakinan
bahwa Allah memanggil abram dan ia menjawab melalui imannya, maka keturunannya
dinamakan bangsa terpilih pada abad ke 7 SM. Pemilihan itu terjadi karena
anugerah Tuhan saja. Pemilihan itupun tidak terjadi tagar bangsa yahudi itu
dilayani tetapi sebaliknya. Agar bangsa lain dilayani oleh bangsa terpilih itu.
Hal ini jelas pada kej 12:2-3 “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang
besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyur; dan engkau akan
menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan
mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi
akan mendapat berkat”.
Dari
hal itulah maka diperkenalkan kepada generasi baru. Dalam ruang lingkup
pendidikan agama Yahudi, para orangtua harus wajib belajar seumur hidup.
Pendidikan agama Yahudi dipengaruhi oleh kepastian akan adanya penyataan sebagai pengalaman yang akan
terjadi. Orang-orang yahudi lebih cenderung bersandar kepada Tuhan melalui
firman-Nya, peristiwa-peristiwa sejarah dan perbuatan-perbuatan yang ajaib.
Sejak kecil para anggota paguyuban Yahudi diajar menjadi waspada agar siap
ketika disapa oleh firman-Nya. Keyakinan teologis berikutnya yang menjadi dasar
agama Yahudi ialah ajaran tentang
manusia. Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah untuk menaati
perintah, memelihara lingkungan dan hidup dengan setia sebagai umat. Manusia
terpanggil untuk membedakan nilai-nilai pada kehendak Tuhan. Apabila manusia
tidak melihat antara nilai kebudayaan dan maksud Tuhan maka keadaannya mirip
seperti yang diucapkan nabi yeremia. Didalam kitab ulangan manusia dapat
mempertimbangkan keadaannya dan memilih kehendak Tuhan. Hal itu terjadi pada
Musa oleh kaum pembaru agama Yahudi yang melayani pada zaman Raja
Yosias(640-609 SM). Pengambilan keputusan itu diperlancar dalam pengalaman
belajar. Para Teolog agama Yahudi sadar akan kemampuan diri mereka yang
terbatas. Oleh karena itu manusia adalah makhluk yang sering berpaling dari
Tuhan bahkan menentang kehendaknya. Manusia hidup antara keselamatan dan
hukuman sebagai mana pada kesaksian Nabi Yesaya. Ketiga ajaran itulah yang
menjadi dasar pendidikan agama yahudi.
E.
Sejarah
kateketika dalam Perjanjian Baru
Pada
permulaan periode ini katekese gerejawi masih sangat sederhana dan belum
mengandung unsur tradisional yang lengkap, unsur credo (pengakuan iman), tidak lebih panjang daripaad pengakuan,
bahwa “Yesus adalah Tuhan”. Semua bahan pelajaran ini menunjukkan unsur-unsur
terpenting dalam pendidikan Yahudi:pengakuan iman, doa, taurat, dan hari-hari
raya. Nyatalaah disini kemiripan ajaran yahudi dengan katekese gerejawi, yang
biasanya juga terdiri dari empat bagian: pengakuan iman rasuli, Doa Bapa Kami,
Kesepuluh Firman dan sakramen-sakramen. Pendidikan merupakan hal yang penting
dalam perjanjian Baru. Para Rasul selalu menekankan Etika kristen dalam setiap
pengajaran yang mereka lakukan. Ajaran Kristus harus diterapkan dalam seluruh
aspek kehidupan.
·
Yesus
1.
Yesus
Sebagai
Buah
dari Pendidikan
Agama
Yahudi
Oleh
karena Yesus diakaui sebagai Guru Agung, semua pembahasan teentang pendidikan
agama dalam perjanjian Baru dimulai dengan pribadi yang luar biasa ini,
demikianlah akan diselidiki bagaimana Yesus tiba pada sejarah dari pendidikan
agama Yahudi. Sejak semula umat Kristen mengakui bahwa Yesus adalah manusia
sebagaimana dimaksudkan Allah, fakta itu tidak membebaskan-Nya dari keharusan
belajar. Pengalaman belajar tersebut terjadi sebagai hasil usaha-Nya menghayati
panggilan-Nya sebagai manusia yang sesungguhnya, yanng tidak mampu dipenuhi
oleh manusia lainnya. Ucapan Yesus yang merupakan semacam Amsal: Lukas 6:40
yang artinya murid-murid Yesus tidak boleh mengharapkan mendapatkan pengetahuan
dan pengertian dengan Cuma-Cuma, sebab Yesus juga mendapat pengetahuan-Nya yang
mendalam itu melalui usaha yang sunguh-sunguh memeras keringat. Dulu ia sendiri
adalah seorang murid. Ia sudah belajardari guru-guru-Nya. Sama denggan halnya
dengan anak laki-laki Yahudi lainnya, keluargalah guru-Nya yang pertama. Sejak
kecil Yesus mengambil bagian dalam berbagai tanggung jawab yang di wajibkan
dalam agama Yahudi ddan Ia semakin bertumbuh dalam pengetahuan tentang kitab
suci mereka. Dalam Matius dan Yohanes, Dia diberi gelar Rabi,guru sutu gelar
yang tidak dipakai sembarangan dalam pembicaraan. Jadi panggilan Yesus telah
memperoleh pendidikan dalam bangsa Ibrani, agar Ia mampu membaca Taurat.[81]
Ia adalah buah dari pendidikan Agama Yahudi. Guru-guru-Nya adalah: orang
tua-Nya, guru di Sinagoge di Nazaret, Beth Hasssepher, dan Beth Talmud.[82]
2.
Yesus
sebagai seorang guru
Keahlian
Yesus sebagai seorang guru diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi. Mereka
menyebut Dia “Rabbi”. Ini tentu suatu gelar kehormatan yang menyatakan betapa
Ia disegani dan dikagumioleh orang sebangsa-Nya selaku seorang pengajar yang
mahir ilmu ke- Tuhanan. Sebab Ia mengajar mereka “sebagai orang yang berkuasa,
tidak seperti ahli-ahli taurat yang biasa mengajar mereka” (Matius 7:29). Yesus
mengajar di atas bukit, di perahu, di tepi sumur, di rumah yang sderhana, dan
rumah yang kaya juga di pembesar agama dan pemerintahan. Yesus mengajar tidak
terkait pada waktu tertentu. Tujuan pengajaran Yesus untuk melayani setiap
orang yang datang kepada-Nya.[83]
Tuhan Yesus adalah Guru Utama (Yohanes 1:9), ia mengajar kita melalui
firman-Nya, melalui kehidupan-Nya di tengah-tengah kita, dan sebagai kepala
gereja sehingga jemaat di dalam pengajaran-Nya, juga menunjuk kepada Dia.[84]
Yesus betul-betul seorang guru itu melambangkan perananNya di tengah-tengah
mereka selama jangka waktu sebelum Ia disalibkan. Melalui gaya hidupNya Yesus
telah menyatakan latihanNya sebagai seorang Guru. Yesus mengumpulkan orang yang
ingin diajar yang dinamakan murid. Dengan menekankan identitas Yesus sebagai
guru, maka itu tidak berarti bahwa identitasNya yang lain harus ditolak.[85]
Sebutan yang paling banyak digunakan untuk Yesus dalam keempat Injil adalah Didaskalos, yaitu guru. Dan kegiatan
Yesus lebih sering digambarkan dengan kata kerja mengajar, Yesus sangat
mementingkan pekerjaan mengajar, tidak hanya murid yang menyebutnya sebagai
Rabi tapi musuh-Nya juga. Yesus sebagai seorang Rabi tetaplah memiliki
persamaan dengan rabi lainnya.[86]
3.
Gaya
mengajar Yesus[87]
Cara
mengajar yang dilakukan oleh Yesus ialah tidak membentangkan sesuatu ajaran
dengan menyuruh orang mempercayai itu, tetapi
Ia menolong mereka berpikir sendiri dan menarik kesimpulannya sendiri
dari apa yang telah dijelaskan-Nya.[88]
Gaya mengajar Yesus mampu menarik perhatian khalayak ramai, suara-Nya,
gerak-gerik-Nya semua itu turut menarik perhatian orang banyak. Rupanya
terdapat juga sesuatu dalam nada suara-Nya yangmenimbulkan kepercayaan diri
mereka. Apa yang diungkapkan-Nya dapat dipercaya.[89]
Yesus memiliki banyak metode belajar yaitu sebagai berikut:
·
Ceramah
Dengan
metode ceramah Yesus berusaha menyampaikan pengetahuan kepada murid-murid-Nya
atau menafsirkan pengetahuan tersebut. Melalui itu Ia mengharapkan dua
tanggapan dari para pendengar-Nya pengertia mendalam dan perilaku baru.
·
Bimbingan
Yesus
mengajarjuga melalui bimbingan. Dalam Matius 10 misalnya, keduabelas murid
telah menerima petunjuk dari Yesus untuk mengusir Roh-roh jahat, melenyapkan
segala penyakit dan segala kelemahan serta memberitakan bahwa “Kerajaan Sorga
sudah dekat”.
·
Menghafalkan
Meskipun
tidak ada perintah khusus dari Yesus agar murid-murid-Nya menghafalkan
ayat-ayat tertentu dari Kitab Suci, namun kepentingannya jelas sekali bagi
Yesus pribadi. Sering juga sesudah Yesus mengajarkan sesuatu Ia condong
mengikhtisaran isinya dalam suatu ucapan yang gampang dihafal, contohnya:
Matius 12:8, 9;12 dan Markus 10:45.
·
Perwujudan
Meskipun
metode perwujudan ini adalah khas Matius, namun contohnya diberikan oleh Yesus
sendiri. Melalui pengaljaran-Nya Yesus mengatakan bahwa Israel telah terwujud
dalam diri pribadi-Nya sebagai Hamba Tuhan yang menderita. Perwujudan itu lebih
mendalam artinya daripada melalui teknik memainkan peranan, sebab yang terakhir
ini hanya berlaku untuk waktu yang
sementara saja, sedangkan dengan perwujudan-Nya Yesus mengajarkan kepada
murid-murid-Nya bahwa pribadi-Nyalah pernyataan yang baru itu dan bukan hanya
pengajaran-Nya. Ia mengajar apa yang Ia adanya.
·
Dialaog
Metode
ini banyak sekali contohnya dalam keempat injil. Dialog memainkan peranan yang
penting pada wkatu Yesus mengajar. Yesus sering mengajukan pertanyaan yang baru
sebagai tanggapan-Nya atas pertanyaan yang sebelumnya yang diajukan kepada-Nya.
·
Studi kasus
Melalui
studi kasus Yesus menggariskan seluk-beluk salah satu kasus sebagian dari
pengalaman seorang tertentu, dan mengundang para pelajar memanfaatkan akal dan
imannya. Melalui studi kasus para pendengar-Nya didorong untuk memikirkan inti
persoalan dan bagaimana memecahkannya. Segala pernyataan Yesus sendiri tidak
menjawabnya secara langsung.
·
Perjumpaan
Di
sini Yesus tidak bercerita. Ia memprakarsai pertanyaan yang pribadi dan besar
sekali maknanya. Metode perjumpaan banyak dipakai oleh Yesus contohnya: Matius
16:13, Lukas 14:3, Yohanes 9:35.
·
Perbuatan Simbolis
Pada
awal pelayanan Yesus di depan umum, Ia dibaptiskan oleh Yohanes Pembaptis, ini
menimbulkan banyak pertanyaan namun ternyata Yesus ingin mengajar
murid-murid-Nya melalui perbuatan simbolis ini. Jadi baptisan-Nya merupakan
lambang kesengsaraan nanti dan melalui lambang baptisan itu Yesus mengajarkan
perlunya solider dengan semua orang lain, dan bahwa solidaritas itu hanya dapat
dinyatakan sebagai hamba yang merendahkan diri dan yang menderita.
F.
Sejarah
Kateketika Pada Masa Reformasi
Pada
tanggal 31 Oktober 1517, Martin Luther, tokoh utama reformasi, menempelkan
ke-95 dalilnya di pintu gereja Wittenberg, yang dikenal sebagai hari lahirnya
reformasi. Kemudian pada tahun 1529 Luther menulis Katekismus Besar dan
Katekismus kecil.[90]Kemudian,
sejak abad IV, lama-kelaman peraturan yang keras dan baik itu sudah mulai di
kendorkan, karena agama kristen telah diizinkan bahkan dianakmaskan oleh
kaisar-kaisar, sehingga beribu-ribu orang suka menjadi anggotanya. Semakin
banyak orang mintak masuk, semakin lunak dan gampang syarat-syaratnya.
Katekisasi sidi segera turun mutunya. Pemimpin-pemimpin jemaat menjadi imam dan
sudah kurang bersifat Guru. Akhirnya pada abad pertengahan persiapan 3 tahun
itu sudah susut menjadi persiapan selama 3 minggu saja. Gereja telah menjadi
lembaga yang menyelanggarakan sakramen-sakramen, dan kurang mementingkan
khotbah dan pengetahuan.sudah cukup jika anggota-anggotanya dapat menghafal
sejumlah doa-doa dan tau menerima sakramen-sakramen menurut petunjuk-petunjuk Gereja.
Barulah pada zaman reformasi pendidikan oleh Gereja mulai di perhatikan kembali
dengan sebaik-baiknya. Para reformator itu menghendaki suatu umat kristen yang
sadar dan mengetahui akan isi pengakuannya. Pendeta-pendetanya peratama-tama
bukan pelaksanaan sakramen, melainkan pengkotbah dan pengajar. Alkitab di
terjemahkan mereka ke bahasa daerah, supaya dapat diselidiki oleh sekalian
anggota jemaat. Mereka mengarang buku-buku pelajaran berupa katekismus, yang
dengan jalan soal-jawab menanamkan pengetahuan dan pengertian tentang Kitab
Suci dan Iman Injili kedalam akal dan sanubari tiap-tiap orang Kristen. Bukan
kaum pejabat saja, melainkan seluruh umat Tuhan harus dididik untuk menjadi
mahir dalam perkara-perkara Kerajaan Allah.
Bukan
lagi sakramen saja yang dijunjung sebagai pusat dan puncak kebaktian, melainkan
pemberitaan Firman Tuhan. dan berkenaan dengan itu peraturan dan isi katekisasi
juga diubah sama sekali. Sekarang tujuannya yang terutama ialah mengajar kaum
muda mengenai jalan keselamatan yang benar dan panggilan tiap-tiap orang
Kristen terhadap Gereja dan Masyarakat. Peneguhan sidi pun berubah sifatnya.
Dalam Gereja Roma Katolik konirmasi itu masih tetap dianggap sebagai salah satu
sakramen, yang dengan sendirinya mengerjakan Berkat Rohaninya dalam diri orang
yang menerima, asal ia menerimanya dengan penuh hikmat dan percaya. Konfirmasi
itu dilakukan mulai dari umur 7 tahun. Pembaru-pembaru Gereja membuat peneguhan
atau konfirmasi itu menjadi suatu upacara yang indah, yang taat kepada pengakuan
Iman dan janji-janji dari orang yang menamatkan pelajaran katekisasinya.[91]
Salah
satu tokoh pada Zaman reformasi ialah Martin Luther. Martin Luther adalah putra
sulung dari Hans Luther dan margaretha. Dia meraih gelar magister artes dari
universitas Erfurt pada tahun 1505. Martin Luther juga meraih gelar doktor
dalam bidang Alkitab. Marthin memulai pengalaman pendidikannya ketika berumur 7
tahun.[92]
Luther mengingat bagaimana gurunya bertindak begitu keras atas diri pada
pelajaranya. Keterampilannya mengajar pun amat minim, luther belajar membaca, menulis, menghafal Doa Bapa Kami,
Pengakuan Iman Rasuli oleh Gereja katolik roma.[93]
Perubahan
atau atau pembaharuan yang dibawa oleh reformasi berlangsung di 3 bidang yaitu:
·
Isi katekese, katekismus-katekismus pada
waktu zaman itu dibandingkan dengan buku-buku katekese dari abad-abad
pertengahan nyata dengan jelas,bahwa isi katekismu-katekismu itu jauh lebih
baik . hal itu di seabkan oleh tempat sentral,yang diberikan oleh reformasi
kepada alkitab dalam katekese .
·
Ruang cakup katekese.Ruang cakup
katekese pada waktu reformasi jauh kebih luas daripada ruang cakup katekese
dalam abad – abad pertengahan . katekese hanya di batasi pada orang – orang
yang berpindah dari agama kafir ke agama kristen . pada waktu reformasi katekese
mencakup semua orang .sebab sebagai “imam”tiap-tiap orang percaya,menurut para
reformator harus selengkap dan sebaik mungkin mengetahui kebenaran yang ia
percayai.
·
Cara mempelajari bahan katekese.
Dibidang ini reformasi berbeda dengan abad pertengahan. Dalam abad-abad
pertengahan katekese umumnya terdiri dari menghafal bahan-bahan katekese,tanpa
mengetahui artinya. Pada waktu reformasi hal ini berubah. Para reformator tidak
setuju dengan hanya menghafal pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban dalam
katekismus.[94]
1.
Martin
Luther
Bagi
Luther Tujuan PAK ada 3 yakni;
1) Untuk
menyadarkan anak-anak dan orang dewasa tentang keadaan mereka yang sebenarnya
bahwa mereka merupakan orang berdosa dan karena itu berbuat dosa (membahas
asrti dasah Titah dalam katekismusnya baik kecil maupun besar).
2) Mempelajari
Pengakuan Iman Rasuli agar iman dapat ditanam dalam diri semua pelajar.
3) Agar
para pelajar memahami doa serta segala kehidupan berdosa (Doa Bapa Kami).
4) Agar
pelajar memahami arti sakramen seperti baptisan dan perjamuan kudus.[95]
Untuk
pelajar yang sudah dapat membaca, martin luther Katekismus Besar yang menolong orang dewasa memperoleh pengetahuan
minimal tentang iman kristen. Dan untuk anak-anak martin luther menyediakan Katekismus Kecil.[96]
2.
Yohanes
Calvin(1509-1564)
Yohanes
Calvin lahir pada tahun 1509 di Noyon, Perancis Utara.[97]
Pendidikan Agama Kristen menurut Calvin adalah pemupukan akal orang-orang
percaya dengan firman Allah dibawah bimbingan roh kudus melalui sejumlah
pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja sehingga menimbulkan pertumbuhan
rohani yang bersinambung semakin mendalam melalui pengabdian diri kepada Yesus
Kristus berupa tndakan-tindakan kasih
terhadap sesamanya (Boehhlke, 1998). Sampai hari ini ajaran calvin dan
luther masih besar pengaruhnya atas
gereja diseluruh dunia. Akan sangat baik jika semua orang yang bertanggung
jawab atas pendidikan anak secara Kristen ataupun pengetahuan kaum awam di
gereja.[98]
Tujuan
PAK menurut Calvin ada 2, yakni:
1)
Agar karakter Kristus tampak dalam diri
warga gereja sebagai akibat kehidupan mereka bersama, khusunya kehidupan
beribadah dan belajar.
2)
Memperlengkapi warga gereja mengambil
keputusan yang bertanggung jawab yang sesuai dengan Alkitab [99]
G.Kateketika
di Indonesia[100]
Sejarah
telah menunjukkaan bahwa masuknya Kekristenan ke wilayah Nusantara terjadi di
dalam dua periode. Pertama, era
Pra-Sejarah Gereja di Indonesia Tahun 645-1930, setelah itu kedatangan mereka
disusul oleh pengutusan Gereja Katolik di Indonesia Pada tahun 1511-1666.
Selanjutnya terjadi penyebaran Kristen Protestan di Indonesia pada tahun
1605-1910. Kedua, era Sejarah Gereja
di Indonesia sejak tahun 1930 hingga sekarang. Periode ini meliputi: (a) Gereja
dan Pergerakan Nasional (1930-1941); (b) Gereja Pada Zaman Pendudukan Jepang
(1942-1945); (c) Gereja Pada Perang Kemerdekaan (1945-1950); (d) Gereja yang
bertumbuh(1950-sekarang).
Sampai
tahun 1850 belum ada Gereja Sumatera dan Gereja Jawa. Tetapi pada masa itu pun
ternyata lembaga pengutusan dari Amerika dan Jerman telah mempersiapkan
pengiriman utusan terbaik mereka ke daerah yang masih tertutup dan masih
ditemukan tempat praktik kanibalisme.
Pada
kali ini kami penyaji akan memberikan satu contoh kisah tokoh kateketika saat
masuk ke Indonesia yaitu Francisus
Xaverius di Maluku, begini kisahnya;
Franciskus
(berkebangsaan Spanyol) adalah seorang imam Jesuit yang paling termasyur.
Beliau dianggap sebagai utusan Katolik yang terbesar di sepanjang sejarah.
Beliau melayani di Ambon, kemudian berlanjut ke Ternate dan Halmahera selama 15
bulan.
Di
ternate, Xaverius menyelenggarakan dua jam pembelajaran agama Kristen setiap
hari. Materi pelajarannya meliputi pokok-pokok iman Kristen, semisal Pengakuan
Iman Rasuli, Doa Bapa Kami, Salam Maria, Sepuluh Perintah Allah, dan lain-lain.
Pengajaran Xaverius disampaikan kepada orang-orang Indonesia dalam bahasa
Melayu pasar. Materi pembelajaran tersebut telah dipersiapkan sebelumnya
tatkala beliau masih berada di Malaka.
Xaverius
juga menyusun sejenis katekismus berbentuk syair-syair, yangh berisi penjelasan
tentang Pengakuan Iman Rasuli (dalam dua bahasa: Portugis dan Melayu). Xaverius
menyusunnya tatkala beliau melayani di Ternate.
H.
Kateketika Pada Masa Zending
Kebiasaan-kebiasaan
yang dipakai oleh Gereja-Gereja di Eropa di bidang katekese, dibawa masuk oleh
pendeta-pendeta zending ke Indonesia dan dipakai juga dalam Jemaat-jemaat di
sini. Salah satu dari kebiasaan-kebiasaan itu ialah: katekese yang erat
dihubungkan dengan pengajaran agama di sekolah. Begitu erat hubungan itu di
sini, sehingga pengajaran agama di sekolah dianggap sebagai “pesemaian” dari
katekese Gereja.[101]
Zending
adalah badan atau lembaga penginjilan yang dibentuk oleh kalangan Kristen
Protestan di Eropa dan Amerika Utara dan berkarya di berbagai negeri di luar
dunia Barat itu. Ada ratusan badan zending yang dibentuk, terutama sejak akhir
abad ke-18.
1. Nederlandsch
Zendeling-genootschap (NZG) yang berasal dari Belanda dan bekerja di berbagai
wilayah di Indonesia
2. Rheinische
Mission-Gesellschaft (RMG) yang berasal dari jerman dan yang memandang karyanya
di Tanah Batak sebagai primadona diantara sekian banyak lapangan zending yang
digarapnya.
N
ZG, karena berasal dari Belanda di mana gereja Protestan utama beraliran
Calvinis, menganut dan menyebarluaskan juga paham Calvinis di lapangan yang
digarapnya, termasuk melalui sekolah-sekolah yang diselen ggarakannya.
RMG
berasal dari lingkungan Gereja Protestan di kawasan Rheinlad-Westfalen, Jerman
bagian barat, yang tidak sepenuhnya menganut ajaran atau aliran Lutheran. Di
gereja kawasan itu menganut paham Uniert, yaitu gabungan Lutheran dan Calvinis.
Karena itu tidak heran bila pandangan dan ajaran yang ditanamkannya di lapangan
zending termasuk yang mendasari pendidikan merupakan kombinasi dari ajaran
kedua reformator itu.[102]
I.
Kateketika
Pada Masa Setelah Zending
Katekisasi
pada masa setelah zending sudah semakin sangat pesat perkembangannya, semakin
banyaknya gereja-gereja dalam pelayanan katekese yang menandakan bahwa semakin
pesatnya perkembangan katekese pada masa setelah zending. Tenaga-tenaga
pengajar katekese dalam Gereja-Gereja kita pada waktu ini umumnya lebih baik
dipersiapkan daripada tenaga-tenaga pengajar katekese pada waktu zending.[103]
Mereka diperlengkapi dengan rupa-rupa pengetahuan yang mereka butuhkan untuk
pekerjaan mereka, seperti: Pengetahuan tentang dunia mereka, pengetahuan
tentang perkembangan mereka, pengetahuan tentang bahan-bahan katekese. Juga
buku-buku yang digunakan pada waktu zending. Benar, ada gereja yang masih tetap
menggunakan buku-buku katekese yang dipakai pada waktu zending tetapi umumnya
Gereja-Gereja kita pada waktu itu menggunakan buku-buku atau bahan lain.
J.
Jenis-jenis
Kateketika
1.
Kateketika
Keluarga
·
Sejarah
Kateketika di Keluarga
Menurut kesaksian Perjanjian Lama,
Keluarga (= rumahtangga) adalah tempat yang mula-mula, di mana pendidikan dan
bimbingan agama diberikan. Di situ orangtua sangat berfungsi sebagai
pengajar-pengajar (= guru-guru) yang pertama. Pada waktu-waktu yang tertentu
orangtua terutama ayah sebagai kepala
keluarga mengumpulkan anak-anak mereka dan anak-anak lain ( yang tergolong pada
keluarga mereka) untuk memberikan kepada mereka pengajaran tentang hukum-hukum
(= ketetapan-ketetapan) Allah.
Pengajaran (= pendidikan) dalam
keluarga ini adalah bentuk dari pelayanan katekese: pemberitaan tentang perbuatan-perbuatan Allah yang besar. Oleh pemberitaan ini umat Allah
dibina menjadi umat yang baik, yang taat kepadaNya dan yang melakukan
hukum-hukumNya (= ketetapan-ketetapanNya). Pengajaran itu berlangsung secara
lisan dalam kelurga-keluarga (= rumahtangga-rumahtangga) Israel.[104]
·
Tujuan
Kateketika di Keluarga
Dalam keluarga,
kateketika bertujuan menjelaskan mengenai apa yang kita percaya tentan Allah
dan jalan keselamatan itu, maupun mengenai perwujudan kepercayaan itu di dalam
hidupkita sehari-hari, dengan sendirinya dialami anak-anak kita dalam
perhubungan rumah tangga.[105]
Dalam kateketika keluarga dapat menjadikan anak-anak serupa dengan Kristus.
Dengan demikian, pertobatan harus menjadi tujuan utama bagi anak-anak. Mereka
tidak dapat bertumbuh menjadi serupa dengan Kristus jika mereka secara pribadi
tidak memutuskan untuk mengikut Kristus.[106]
Melalui pengajaran kateketika dapat menjadi panutan setiap kalangan masyarakat
terkhusus dalam keluarga dan pedoman tata nilai kristiani dalam mencapai
kekristenan yang berdasarkan firman Tuhan dengan berbagai metode penerapan dan
cara mendidik yang Alkitabiah.[107]
Dapat kita lihat di Efesus 6:4... didiklah mereka dalam ajaran dan nasehat Tuhan”.
Dapat kita simpulkan bahwa pedoman didalam keluarga ialah dimana orangtua
sebagai pengajar atau pendidik dalam keluarga.[108]
Dalam Ulangan 6:4-9”... haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada
anak-anakmu... dimana saja.. ketika engkau duduk, berbaring....”[109]
·
Peranan
Kateketika dalam Keluarga
Kepala keluarga bertanggung jawab
mengajarkaan kateketika kepada keluargannya. Hal ini dapat dilakukan melalui
kebaktian keluarga atau retreat
keluarga. Kepala keluarga harus dapat memimpin keluarganya menjadi
keluarga kristen yang baik dan menjadi teladan dalam hidup dan kehidupannya.[110]Ayah
perlu memberi peraturan untuk kehidupan anaknya dengan hikmat dan perlu
dikomunikasikan dengan kasih, agar kehidupan keluarga dapat berjalan dengan
baik. Ibu berperan aktif membantu ayah dalam mendidik anaknya. Ibu memiliki
peranan penting dalam mengembangan kerohanian anak. Ayah dan ibu harus memberi
kesempatan kepada anak-anaknya berbicara. Dari apa yang dikatakan oleh
anak,ayah dan ibu dapat mengetahui permasalahan- permasalahan yang dihadapi
anakdan menolong pemecahanya. Demikian juga melalui kata-kata anak dapat
diketahui bakat, minat dan tingkat kedewasaan kerohaniannya serta
kepribadiannya[111]
2.
Kateketika
Sekolah
1.
Sejarah
Kateketika di Sekolah
Sejarah
pendidikan agama di sekolah dapat kita bagi dalam beberapa periode :
·
Periode
Prasekolah pemerintah (Negeri)
Pendidikan diselenggarakan oleh
badan-badan agamawi. Bertujuan untuk mentransmisikan tradisi agamawinya ataupun
tujuan proselitisasi. Setiap agama besar telah mengembangkan bentuk sistem
pendidikannya yang khas di Indonesia. Lembaga pendidikan adalah buah dari
lembaga-lembaga agamawi.
·
Periode
Hindia Belanda (1848-1942)
Paham Liberal (liberalisme)
berpendapat bahwa harus ada pemisahan antara gereja (agama) dan negara, dan
juga bahwa manusia perlu berkembang secara penuh. Hal ini menyebabkan
pemerintah mendirikan sekolah-sekolah di bawah pengawasannya sendiri, dengan
menyisihkan dana untuk pendidikan yang bertujuan untuk mendidik pegawai
pemerintah tingkat rendahan bagi lembaga-lembaganya sendiri.
·
Periode
Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pendudukan Jepang membuka jalan bagi sistem
pendidikan pada periode berikutnya, dimana ciri khasnya yang paling penting
adalah penggunaan bahasa Indonesia sebagai medium pengajaran dari Sekolah Dasar
sampai Perguruan Tinggi.
·
Periode
Kemerdekaan 1945 Hingga kini
Kemerdekaan
Republik Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945, pendidikan nasional mulai
diperkenalkan dan sekolah negeri pun mulai didirikan. Kebijakan pemerintah
tentang pendidikan agama di sekolah negeri dicirikan oleh pergulatan antara
kekuatan-kekuatan sosial politik dalam masyarakat dan parlemen.
Kekuatan-kekuatan sosial politik ini berjuang untuk memegang kekuasaan atas
masa depan Indonesia yang merdeka.
2.
Tujuan
Kateketika di Sekolah
Kateketika di
sekolah bertujuan untuk mendidik orang-orang muda supaya mereka dalam hidup
mereka dapat bertindak secara bertanggung jawab menurut firman Allah.Untuk itu
harus ada guru- guru yang baik dan beriman. Maksudnya: guru-guru yang saleh,
yang hidupnya dapat menjadi contoh bagi murid-muridnya. [112]
Tujuan kateketika dalam sekolah yaitu sarana mendidik yang dapat dianggap
menjadi tugas rutin untuk mengulang, mempertahankan dan meneruskan agama
gereja. Dalam mendidik pun diperlukan dukungan dari peserta didik sebagai
subjek pengajaran kateketika agar proses pengajaran dapat berjalan dengan baik.
Dapat kita lihat dalam Amsal 8:33” dengarkanlah didikan maka kamu menjadi
bijak, janganlah mengabaikannya”.[113]
3.
Peranan
Kateketika dalam Sekolah
Ø Dapat
menyampaikan injil kepada banyak anak-anak dan pemuda-pemuda yang sukar
dikumpulkan dalam PAK gereja sendiri.
Ø Anak-anak
yang menerima PAK di sekolah, akan merasa bahwa pendidikan umum dan agama itu
bukan dua hal yang tak ada hubungannya, melainkan sebaliknya harus berjalan
bersama-sama.
Ø Banyak
menolong murid-murid yang lemah dalam hal keuangan.[114]
Ø Mendidik
orang-orang muda supaya mereka dalam hidup mereka dapat bertindak secara
bertanggung-jawab menurut Firman Allah.
Ø Memberikan
penjelasan yang lebih luas tentang apa yang dipelajari dalam katekese[115]
3.
Kateketika
Gereja
1.
Sejarah
Perkembangan Kateketika Gereja
Setelah
pembuangan ke Babel hidup keagamaan orang-orang Yahudi di Palestina dan di luar
Palestina berpusat pada rumah-ruamah ibadah. Rumah- rumah ibadah ini
dimaksudkan sebagai “rumah- rumah pengajaran” bagi rakyat. Maksudnya dimana
rakyat diajar dalam pengetahuan tentang Torah (bnd Mzm 74:8 dan Kis15:21)[116]
. Katekes Gereja seperti istilah perjanjian baru sebenarnya tidak dapat kita
terjemahkan dengan “pengajaran Gereja saja. Sebab katekes Gereja juga
mengandung unsur pendidikan, latihan, bimbingan, pemberitaan dan lain-lain[117].
2.
Peranan
Kateketika dalam Gereja
Alkitab jelas
menyaksikan bahwa orang Kristen tidak dipanggil menjadi orang kristen saja.
Orang-orang percaya dipanggil untuk bersekutu. Itulah gereja. Dengan demikian,
gereja diartikan sebagai persekutuan orang percaya. Oleh karena itu, gereja
sering digambarkan sebagai Tubuh Kristus. Dalam konsep Gereja sebagai Tubuh
Kristus, pendidikan yang memungkinkan pertumbuhan anggota jemaat secara pribadi
dan kelompok perlu diadakan. Para pakar teologi berpendapat bahwa tugas-tugas
gereja dikenal dengan “ Tri Tugas Gereja”, yaitu persekutuan(koinonia),
kesaksian (marturia), dan pelayanan (diakonia). Gereja berperan penting dalam
mengajarkan kateketika. Gembala sidang betanggung jawab mendewasakan jemaat.
Pengajaran kateketika atau PAK dapat diprogram melalui kebaktian umum, sekolah
minggu, bible study, dan berbagai persekutuan seperti persekutuan kaum muda,
kaum wanita, kaum pria. [118]
3.
Tujuan Kateketika Gereja
Pendidikan
gereja memberikan petunjuk Allah dalam hidup mereka. Pendidikan Gereja yang
berkaitan dengan pembangunan masyarakat adalah menolong setiap angggota Gereja
memahami kewajiban mereka dalam masyarakat. Dengan demikian gereja perlu
berteologi secara penuh, dan mengajarkanya karena Tuhan memberikan kewajiban
kepada Gereja untukk mengabarkan dan mengajarkan semua yang di anggap penting
dalam Alkitab.[119]
Tujuannya ialah juga memberikan bimbingan dan pengajaran yang berjalan
terus-menerus sejak dulu hingga sekarang yang berfungsi membangun iman
kepercayaan dan pengenalan lebih mendalam akan sang pencipta. Dapat kita lihat
dalam Amsal 22:6 “ didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka
pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang pada jalan itu”.
VII.
Bahan Pengajaran
SISTEM
PENGAJARAN UNTUK KATEKISASI
(CIPTAAN)
A.
HOOK
I.
Attention : Dewasa Awal (18-34 tahun)
II.
Durasi : 120 Menit
·
5
Menit : Nyanyian dan Doa Pembuka
·
5
Menit : Memperkenalkan Diri (Pengajar)
·
10
Menit : Perkenalan Diri
Katekumen
·
40
Menit : Penjelasan Tema
·
20
Menit : Memberi Catatan Untuk
Katekumen
·
30
Menit : Penerapan Metode
·
5
Menit : Mengajukan Pertanyaan Untuk
Katekumen
·
5
Menit : Nyanyian dan Doa Penutup
III.
Tema :
Penciptaan
IV.
Teks/
Bahan Pengajaran : (Mazmur
33:6)
“Oleh firman TUHAN langit telah
dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranya”
V.
Tujuan :
1.
Agar Katekumen mampu menjelaskan siapa yang menciptakan alam semesta dan
isinya
2.
Agar Katekumen mampu menjelaskan sejarah penciptaan
3.
Agar
Katekumen
bisa menerima dan mengakui melalui iman bahwa Allah adalah Pencipta
4.
Agar Katekumen menuliskan proses
Penciptaan
3.1.7.
Penjelasan
Teks & Tema:
Menurut Karl Barth, Penciptaan adalah
Karya Tuhan Allah untuk mempersiapkan adanya ruang dan kemungkinan bagi
keselamatan yang akan dikerjakan oleh Tuhan Allah di dalam Kristus. Yang
dimaksud dengan “Penciptaan” adalah kenyataan yang dibuat oleh Allah dan dilestarikan
olehnya.
Pertama-tama kita
melihat bahwa Allah menciptakan dunia dengan Firman-Nya (logos) dan pada saat yang sama dengan Intervensi langsung. Memang
benar bahwa Ia berfirman lalu jadilah Dunia (Mazmur 33:6). Tetapi kejadian
1:2-3 juga berbicara tentang Roh Allah yang melayang-layang, dan Kejadian 2:7-8
tentang Allah membentuk manusia dan membuat taman. Mencipta dengan firman
menekankan sifat Allah yang Transenden keunggulan kehendaknya dan kemudahan
pekerjaannya. Pekerjaan penciptaan dunia bukan suatu perjuangan yang berat bagi
Allah. Sejak mula pertama dan seterusnya Firman Allah menjadi dasar
kesinambungan antara Allah dan hasil karyanya.
Cerita tentang langit
dan bumi dalam Kejadian 1 harus kita pahami. Seperti yang kita katakan bahwa
tentang bagaimana caranya langit dan bumi telah terjadi, tetapi suatu kesaksian, suatu pengakuan Iman,
dengan cerita penulis (=Israel) katakana bahwa: Langit dan Bumi bukanlah dewa-dewa
(=ilah-ilah), tetapi makhluk ciptaan Allah ialah satu-satunya yang kekal. Ialah
yang telah menciptakan segala yang ada, juga matahari, bulan dan
bintang-bintang yang ditakuti dan disembah oleh manusia. Dari mulanya ia telah
berjuang melawan kekacauan, kegelapan dan kematian (bnd ayat 1 dan 2).
Penciptaan bukanlah
tindakan Allah yang dipaksakan, melainkan tindakan yang bebas dan sukarela; “Ia
melakukan Apa yang dikehendakinya” (Mzm 115:3). Alkitab berbicara tentang
penciptaan dunia yang sekarang kita diami. Jadi, sebenarnya tidaklah mungkin
diadakan perbandingan manapun dengan apa yang dibuat oleh manusia. Allah,
“Bara” langit dan bumi: itu tidak dapat kita terangkan begitu saja dengan
kata-kata seperti menjadikan, mengadakan, membuat atau menciptakan.
Menurut
Alkitab Penciptaan Alam Semesta terdiri dari 3 tahap:
1.
Pada
Mulanya
Pada mulanya
Allah menciptakan Langit dan Bumi. (Langit bukan Cakrawala, tapi luar angkasa,
Jagad Raya). Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera
raya; dan Roh Allah melayanglayang diatas permukaan air. (Pada hari ke-3 tidak
diciptakan laut, tapi dinamakan).
2.
“Pembentukan”
dan “Pengisian” Bumi (6 Hari)
1. Jadilah
Terang (1)
2. Cakrawala
(1)
Memisahkan air yang
diatas dan yang dibawah
3. Dikumpulkan
air dengan air sehingga ta,paklah darat (1)
Tumbuh-tumbuhan di
darat (2)
4. Benda-benda
Langit
Matahari, Bulan,
Bintang (2)
(Matahari dan Bulan
mengatur peredaran waktu, ada rotasi)
5. Binatang-binatang
di air dan burung-burung (2)
6. Binatang-binatang
Darat
(Binatang melata; hidup
di dua tempat)
3.
Hari
ke-7
Allah
Berhenti Bukan Istirahat
Menguduskan
dan memberkati supaya berjalan dengan keteraturan sesuai dengan rencananya.
·
Urutan
dan Hasil Penciptaan
Allah
mungkin telah menciptakan Alam Semesta sebagaimana adanya sekarang dalam
sekejap mata. Ia mungkin membiarkan Alam Semesta berkembang dalam kurun waktu
yang panjang. Jikalau dihitung terdapat delapan buah hasil karya penciptaan
yaitu:
1. Terang
2. Cakrawala
3. Daratan
/ Lautan
4. Tumbuh-tumbuhan
5. Matahari,
Bulan, Bintang-bintang
6. Burung/Ikan
7. Binatang
daratan
8. Manusia
3.2.
BOOK
3.2.1.
Buku:
·
Alkitab
·
Buku
Katekisasi GBKP (2017)
·
Katekisasi
Masa Kini (R.J Porter MA, OMF, 2002)
·
Pendidikan
Agama Kristen (E.G. Homrighausen & I.H. Enklaar, BPK-GM,1985)
·
Ajarlah
Mereka (G.Riemer, OMF, 1998)
·
Pendidikan
Nilai Orang Dewasa
3.1.1.
Metode,
Media, Cara Pengajaran serta Tujuannya.
Metode
|
Media
|
Cara Pengajaran
|
Tujuan Pengajaran
|
Sumbangan Saran
|
-
|
Suatu
cara mengajar dengan mengutarakan suatu masalah ke kelas oleh guru kemudian
siswa menjwab mengemukakakn pendapat atau jawaban dan komentar sehingga
masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru.
|
Agar
Katekumen berperan aktif dalam proses pembelajaran, supaya Katekumen lebi
cepat mengerti tentang Penciptaan.
|
Diskusi
Kelompok
|
NoteBook
Pena
|
Diskusi
Kelompok kecil ini caranya adalah si pengajar membagi kelompok dengan
beberapa kelompok sesuai dengan jumlah dari Katekumen. Setelah itu pengajar
memberi bahan yang akan di diskusi kan oleh Katekumen. Seperti pembahasan
tentang apa-apa saja Penciptaan yang ada di sekitar mereka.
|
Agar
si Katekumen dapat mengemukakan kesimpulan dan contoh-contoh konkrit bagi
kehidupan mereka. Dan menumbuhkan rasa kagum melalui kebesaran Tuhan sebagai
Pencipta.
|
Sharing Time (Berbagi waktu)
|
-
|
Membagi
kelompok menjadi beberapa kelompok, setelah itu si pengajar memberi beberapa
menit untuk mendiskusikan apa saja yang telah mereka dapatkan atau yang
menjadi kesimpulan dari pembelajaran hari ini.
|
Metode
ini saya buat karena dengan metode ini dapat membuat Katekumen aktif dan
pelajaran atau pembahasan yang mereka dapat hari ini akan menunjukkan bahwa
mereka memahami atau tidaknya apa yang di ajarkan.
|
Records
Player (Perekam suara)
|
-
Hp
(SmartPhone)
|
Pengajar
sebelum menjelaskan tentang Penciptaan dan
memberikan arahan agar Katekumen menggunkan Hp (SmartPhone) untuk
merekam suara (Record) pada saat penjelasan tema.
|
Pada
saat merekam, Katekumen pasti tidak menggunakan Hp (SmartPhone) untuk hal
lain. Dan akan meletakan Hp-nya ke tempat yang disediakan. Ini berguna
sebagai metode agar katekumen lebih focus mendengarkan/ mengikuti pengajaran
yang berlangsung. Dan katekumen akan lebih memperjelas atau mengulangi
rekaman tersebut dirumah masing-masing agar lebih memahami konsep Penciptaan.
|
3.2.
LOOK
3.2.1.
Kegiatan
pengajaran
b. Memberikan sambutan dan sapaan
hangat kepada Katekumen
Pengajarmenyapa
dan memberi ucapan kepada Katekumen “Syalom bagi kita semua, Selamat sore”
Pengajar menanyakan kabar Katekumen, dan Pengajar mengajak Katekumen untuk
bernyanyi dengan lagu-lagu yang gembira, supaya diawal pertemuan, Katekumen
semakin semangat. Lagu tersebut diambil dari :
Kidung Jemaat No. 337: “Betapa Kita
Tidak Bersyukur”
Betapa
kita tidak bersyukur Bertanah air kaya dan subur
Lautya
luas gunungnya megah Menghijau padang bukit dan lembah
Reff : Itu semua berkat karunia
Allah yang Agung Maha Kuasa;
Itu semua berkat karunia
Allah yang Agung Maha Kuasa
b. Doa pembuka
Untuk
doa pembuka, Pengajar bisa menyuruh Katekumen untuk membawa doa pembuka untuk
mengawali Pertemuan hari ini.
c.
Penyampaian firman Tuhan/ Pengajaran: (Mazmur 33:6)
“Oleh firman TUHAN langit telah
dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranya”Pengajar dapat
mengajak Katekumen untuk membacakan ayat tersebut secara bersama-sama. Setelah
itu pengajar dapat menjelaskan sedikit tentang ayat tersebut.
d.
Penerapan/ Pengaplikasian Metode
Pada
tahap ini Si pengajar akan menerapkan metode-metode yang telah dipersiapkan
untuk proses pengajaran. Dan disini Katekumen akan berusaha mencari dan
memahami tentang Penciptaa
K.
Penjelasan
/Kesimpulan
Sipengajar
akan memberikan kesimpulan dan memberikan satu ayat sebagai hafalan atau pun
sebagai pengingat bagi Katekumen. Roma 11:36 “Segala sesuatu adalah dari Dia,
dan oleh Dia dan untuk Dia.”
L.
Nyanyian
Penutup
PEE
48:1 “Oh Andiko Jilena”
Oh, andiko jilena, tinepa Dibata;
Subuk pertibi enda ras isina k’rina
Deleng simeratah kerangen perik-perik
rende kabangen
Andiko jilena, sibanNa she kel kap ulina
Emaka tangar lah min kita jelma, ola
melangsang, ola meturdaksa
Lit tenah kata pedah ni Dibata; Jaga
kelengi k’rina TinepaNa
M.
Doa
Penutup
Dalam
doa penutup Pengajar memberi pengarahan apa saja topik yang akan di doakan,
dalam arti bukan hanya doa penutup tapi doa syafaat juga. Topik doa yang dapat
dibawakan adalah, pelajaran hari ini, pertemuan minggu depan, teman-teman yang
tidak hadir hari ini. Dan pengajar akan menutup atau mengakhiri nya dengan doa
Bapa Kami.
3.3.
TOOK
Dari pengajaran diatas, diharapkan
Katekumen dapat mengerti dan memahami tentang Penciptaan. Dan Katekumen tahu
bagaimana seharusnya sikap Katekumen setelah mendengar, melihat, dan merasakan
hebatnya ciptaan Allah. Pengajaran di atas juga mengingatkan Katekumen bahwa
pencipta segala yang ada adalah Allah. Dan dari pengajaran ini menumbuhkan rasa
kagum pada kebesaran dan menyembah Allah saja dalam hidupnya.
Sekaligus saya membuat
Vocal Grup untuk semua Pemuda yang sedang belajar Katekisasi di hari Minggu
pada Kebaktian Umum di GBKP Runggun Rumah Pil-pil dengan judul lagu
“OH ANDIKO JILENA”
PEE
48:1 “Oh Andiko Jilena”
Oh, andiko jilena, tinepa Dibata;
Subuk pertibi enda ras isina k’rina
Deleng simeratah kerangen perik-perik
rende kabangen
Andiko jilena, sibanNa she kel kap ulina
Emaka tangar lah min kita jelma, ola
melangsang, ola meturdaksa
Lit tenah kata pedah ni Dibata; Jaga
kelengi k’rina TinepaNa
V.
Daftar
Pustaka
...Luther dan Pendidikan, KN LWF: Pematang
siantar, 2012
Abineno
J.L.Ch., Sekitar Katakese Gerejawi
Pedoman Guru, Jakarta: BPK-GM, 2002
AlbinenoJ.
L. Ch , sekitar katekese Gerejawi,
Jakarta: BPK GM,2005
Ahmadi H. Abu, Psikologi Umum, Jakarta: Rineka Cipta,
2009
Ahmad Nawawi, Pentingnya Pendidikan
Nilai Moral Bagi Generasi Penerus(jurnal), Bandung: UPI, 2010
Atkinson RitaL., dkk, Pengantar Psikologi Edisi kesebelas, Batam:
Interaksara
Belandino Janse, Suluh Siswa I, Jakarta: BPK-GM, 2005
Bertens, Etika Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2002
Budiningsih Asri, Pembelajaran Moral Berpijak Pada Karakteristik Siswa Dan Budayanya
, Jakarta: Rineka cipta, 2004
Boehlke Robert
R., Sejarah Perkembangan Pikiran dan
Praktek Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK-GM, 1994
Belandino Janse, Suluh Siswa I, Jakarta: BPK-GM, 2005
Culver
Jonathan E., Sejarah Gereja Indonesia, Bandung:
BIJI SESAWI, 2014
Darmadi Hamid, Dasar Konsep Pendidikan Moral, Bandung:
Alfabeta, 2009
Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: Rodas
Karya, 2015
Enklaar
I.H.., PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN, Jakarta:
Gunung Mulia, 2009
Fowler James W., Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan,
Yogyakarta: Kanisius, 55281
GP
Harianto, PAK dalam Alkitab dan Dunia
Pendidikan Masa Kini, Yogyakarta:
ANDI, 2012
Geregungan W.A., Psikologi Sosial, Bandung: Retika
Aditama, 2004
Hasan Shahizan, dkk, Komunikasi
Kaunseuling, Bukit Tinggi: PTS Professional, 2005
Hurlock Elisabeth B., Psikologi Perkembangan, Jakarta:
Erlangga, 1980
Hurlock Elizabeth H., Psikologi Perkembangan: Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga, 1990
Herminanto dan Winarno,
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 2012
H Suprijanto, , Pendidikan
orang dewasa; dari teori hingga aplikasi. Jakarta : Bumi Aksara, 2007
Herimanto
dan Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar,
Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Homrighausen E.G. &
Enklaar, Pendidikan Agama Kristen,
Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2012
Kristianto
Paulus Lilik, M.Si., Th.M, Pendidikan
Agama Kristen,
Lembaga
pendidikan Kader GKJ/GKI, Berkumpul di
sekitar Kristus, Yogyakarta: BPK:GM, 1989
Ismail Andar, Mulai dari Musa dan Segala Nabi,
Jakarta: BPK-GM,2003
Marpiare Andi, Psikologi Orang Dewasa, Surabaya: Usaha
Nasional, 1983
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT.
Rafika Aditama, 2011
Muhmidayeli, Filsafat
Pendidikan, Bandung: Refika Aditama, 2011
M Amril., Etika dan Pendidikan,
Pekanbaru: LSFK2P, 2005
Mubarok Zaim, membumikan Pendidikan Nilai
mengumpulkan yang terserak, menyambung yang terputus dan menyatukan yangb
tercerai, Bandung: PT. Alfabeta, 2008
Numahara Daniel, PAK Dewasa, Anggota IKAPIJabar, 2008,
Non-Serrano Jonse Belandia, Pedoman untuk Guru PAK SD-SMA Dalam melaksanakan Kurikulum Baru,
Bandung: Bina Media Informasi, 2006
Porter
R.J. ,Katekisasi Masa Kini,
Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2002
Poerdarmita W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 1984
Riemer
G.,Ajarlah Mereka, Jakarta:
Litindo,1998
R Mulyana,., Mengartikulasikan
Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta, 2004
Suprianto H., Pendidikan
Orang Dewasa dari Teori Hingga Aplikasi Jakarta: Bumi Aksara, 2002
Sijabat B. Samuel, Strategi Pendidikan Kristen,
Yogyakarta: ANDI, 1996
Soemanto Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka
Cipta, 2006
Sarwono Sarlito W., Psikologi Remaja, Jakarta: Rajawali
Pers, 2010
Supratiknya A., Teori Perkembangan Kepercayaan, Yogyakarta:
Kanisius, 1995
Shelton Charles M., menuju Kedewasaan Kristen, Yogyakarta:
Penerbit Knisius,1988
Susilana Rudi dan
Riyana Cepi, Media Pembelajaran,
Bandung: CV Wacana Prima, 2009
Sutikno M. Sobry, Belajar dan Pembelajaran, Lombok:
Holistica, 2013
Stefanus
Daniel, Sejarah Tokoh-tokoh Besar PAK,
Bandung: BMI,2009
Sauri Sofyan dan Firmansyah Herian, Meretas
Pendidikan Nilai, Bandung: Armico,2010
Tanya Elin, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen, Cipanas:
STT Cipanas, 1999
Tambunan Elia, Pendidikan Agama Kristen: Handbook
Untuk Perguruan Tinggi, Yogyakarta: IllumiNation, 2013
Zuriah Nurul, Pendidikan
Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Jakarta: Bumi Aksara,
2007
Zeigler Earl, Christian Education of Adults, Philadelphia:
The Westminster Press
SUMBER
INTERNET
https://www.google.co.id/search?perbedaan-akhlak-etika-moral.
Diakses pada 24/04/2017 pukul 21:43 WIB.
http://www.seputarpengetahuan.com/2016/08/pengertian-moral-menurut-para-ahli-lengkap.html
diakses
pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 01:30 WIB
http://suksespend.blogspot.co.id/2009/06/konsep-dasar-dan-filosofi-pendidikan.html
http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-pendidikan-tujuan-manfaat.html
diakses pada tanggal 16 April 2017 pukul 20:10
http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-pendidikan-tujuan-manfaat.html
diakses pada tanggal 16 April 2017 pukul 21:10
http://strategipak.blogspot.com/2013/11/strategi-pak-dalam-pelayanan-dewasa.html
diakses pada tanggal 04 April 2017 Pukul 21.32
http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-pendidikan-tujuan-manfaat.html diakses pada tanggal 16 April 2017 pukul 20:10
http://strategipak.blogspot.com/2013/11/strategi-pak-dalam-pelayanan-dewasa.html
diakses pada tanggal 04 April 2017 Pukul 21.32
www.definisi-pengertian.com/2015/10/definisi-pengertian-media-pembelajaran-ahli.html?m=1, diakses 31 Oktober 2016, pukul 17.50 WIB.
[1]
B. Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan
Kristen, (Yogyakarta: Andi, 1996), 111-112
[4]
Elisabeth B. Hurlock, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980), 246
[5]
Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1983), 17
[6]
Elisabeth B. Hurlock, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980), 246
[7]
H. Suprianto, Pendidikan Orang Dewasa dari
Teori Hingga Aplikasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), 11
[8]
Daniel Numahara, PAK Dewasa, Anggota
IKAPIJabar, 2008, 56
[9]B.
Samuel Sijabat, Strategi Pendidikan Kristen,
(Yogyakarta: ANDI, 1996), 151-152
[10]
W.J.S. Poerdarmita, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 520
[11]Elizabeth
H. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1990),13
[12]Elizabet
B.hurlock, Psikologi perkembangan,
(Jakarta:2002), 247-270
[13]Elizabet
B.hurlock, Psikologi perkembangan, (Jakarta:
,2002), 320-385
[14] Janu wibowo, dari anak sampai Usia lanjut,(jakarta
:BPK-GM,2004),417
[15]Elizabet
B.hurlock, Psikologi perkembangan(Jakarta:
,2002)385-407
[16]
H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2009), 1
[17]
W.A. Geregungan, Psikologi Sosial, (Bandung:
Retika Aditama, 204), 6
[18]
RitaL.atkinson, dkk, Pengantar Psikologi
Edisi kesebelas, Batam: Interaksara), 15
[19]
Elisabeth B. Hurlock, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980),2
[20]
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 57
[21]
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung:
Rodas Karya, 2015), 234
[22]
Janse Belandino, Suluh Siswa I,
(Jakarta: BPK-GM, 2005), 4
[23]
Elisabeth B. Hurlock, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta: Erlangga , 1980),246
[24]
Elin Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama
Kristen, (Cipanas: STT Cipanas, 1999),136
[25]
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung:
Rodas Karya, 2015), 237
[26]
Jonse Belandia Non-Serrano, Pedoman untuk
Guru PAK SD-SMA Dalam melaksanakan Kurikulum Baru, (Bandung: Bina Media
Informasi, 2006), 23.
[27]
Rudi Susilana dan Cepi Riyana, Media
Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), 6.
[28] www.definisi-pengertian.com/2015/10/definisi-pengertian-media-pembelajaran-ahli.html?m=1, diakses 31 Oktober 2016, pukul 17.50
WIB.
[29]
Rudi Susilana dan Cepi Riyana, Media Pembelajaran,
(Bandung: CV Wacana Prima, 2009), 7.
[30]
Jonse Belandia Non-Serrano, Pedoman untuk
Guru PAK SD-SMA Dalam melaksanakan Kurikulum Baru, 22-23.
[31]
M. Sobry Sutikno, Belajar dan
Pembelajaran, (Lombok: Holistica, 2013), 83.
[34] E.G. Homrighausen & Enklaar,
Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta:
BPK-Gunung Mulia, 2012), 24.
[35]
Ibid, 232
[36]
James W. Fowler, Tahap-tahap Perkembangan
Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 55281), 70
[37]
Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 111-113
[38]
James W. Fowler, Tahap-tahap Perkembangan
Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius,55281),96
[39]
A. Supratiknya, Teori Perkembangan
Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 39
[40]
James W. Fowler, Tahap-tahap Perkembangan
Kepercayaan, 96
[41]
A. Supratiknya, Teori Perkembangan
Kepercayaan, 39
[42]
A. Supratiknya, Teori Perkembangan
Kepercayaan, 39
[43] A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, 23
[44]
Charles M. Shelton SJ, menuju Kedewasaan
Kristen, (Yogyakarta: Penerbit Knisius,1988) 42-43
[45]
B. Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan
Kristen,35-36
[46]
Andar Ismail, Mulai dari Musa dan Segala
Nabi, (Jakarta: BPK-GM,2003),113
[47]
Daniel Nuhamara, PAK Dewasa,
(Bandung: penerbit Jurnal Info Media,2008) 9
[48]
Andar Ismail, Mulai dari Musa dan Segala
Nabi, (Jakarta: BPK-GM,2003),217
[49] B. Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen,45
[50] http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-pendidikan-tujuan-manfaat.html diakses
pada tanggal 16 April 2017 pukul 20:10
[51]
http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-pendidikan-tujuan-manfaat.html diakses
pada tanggal 16 April 2017
pukul 21:10
[52]
Herminanto dan Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2012), 128
[53]
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan Islam,
( Jakarta: PT. Rafika Aditama, 2011), 101
[54]
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Refika Aditama, 2011), 101
[55] Amril M., Etika
dan Pendidikan, (Pekanbaru: LSFK2P, 2005), 5.
[56] Nawawi, Ahmad. (2010). Pentingnya
Pendidikan Nilai Moral Bagi Generasi Penerus(jurnal). Bandung: UPI, 4.
[57] Mulyana, R., Mengartikulasikan
Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), 9.
[58] Herimanto, Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 127-128
[59] Sofyan Sauri dan Herian Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai, (Bandung: Armico,2010), 6.
[60]
Suprijanto, H, Pendidikan
orang dewasa; dari teori hingga aplikasi. (Jakarta
: Bumi Aksara, 2007), 35
[61]
http://suksespend.blogspot.co.id/2009/06/konsep-dasar-dan-filosofi-pendidikan.html
[62]
Zaim Mubarok, membumikan Pendidikan Nilai mengumpulkan yang terserak,
menyambung yang terputus dan menyatukan yangb tercerai, (Bandung: PT.
Alfabeta, 2008), 68
[63] Ibid, 70
[64]
Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), 7
[65]
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi
Pekerti Dalam Perspektif Perubahan (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 17
[66]
Hamid Darmadi, Dasar Konsep Pendidikan Moral
( Bandung: Alfabeta, 2009), 51
[67]
Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral
Berpijak Pada Karakteristik Siswa Dan Budayanya ( Jakarta: Rineka cipta,
2004 ), 24
[68]http://www.seputarpengetahuan.com/2016/08/pengertian-moral-menurut-para-ahli-lengkap.html diakses pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 01:30 WIB
[69] https://www.google.co.id/search?perbedaan-akhlak-etika-moral. Diakses pada 24/04/2017 pukul
21:43 WIB.
[70]
Bertens, Etika, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2002), 34-36.
[72]
Earl Zeigler, Christian Education of
Adults, (Philadelphia: The Westminster Press), 100.
[75] R.J.Porter MA,Katekisasi Masa Kini, (Jakarta:Yayasan
Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2002), 1
[76] Lembaga pendidikan Kader
GKJ/GKI, Berkumpul di sekitar Kristus,
(Yogyakarta: BPK:GM, 1989),9
[77] Daniel Stefanus, Sejarah Tokoh-tokoh Besar PAK, (Bandung:
BMI,2009),30
[78] Lembaga pendidikan Kader
GKJ/GKI, Berkumpul di sekitar Kristus,
(Yogyakarta: BPK:GM, 1989),20
[79] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek
Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 1994), 18-35
[80] G. Riemer,Ajarlah Mereka,(Jakarta: Litindo,1998), 135-145
[81] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek
Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 1991), 57-61
[82] Daniel Stefanus, Sejarah Tokoh-tokoh Besar PAK, (Bandung:
BMI,2009),9
[83] E.G. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta:
BPK-GM,1982), 17
[84] Lembaga pendidikan Kader
GKJ/GKI, Berkumpul di sekitar Kristus,
(Yogyakarta: BPK:GM, 1989), 26
[85] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen
(Jakarta: BPK Gunung Mulia,1991), 62-64.
[86] Daniel Stefanus, Sejarah PAK, Tokoh-Tokoh Besar PAK (Bandung:
Bina Media Informasi,2009), 7-8.
[87] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen
(Jakarta: BPK Gunung Mulia,1991), 66-70.
[88] E.G. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: ),
17.
[89] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen
(Jakarta: BPK Gunung Mulia,1991), 65-66.
[90]G. Riemer, Ajarlah Mereka Pedoman Ilmu Katkese, 71
[91]E. G. Homrighausen dan I. H.
Enklaar Pendidikan Agama Kristen
(Jakarta:BPK GM, 2004) 107-108
[92]Daniel stefanus, Sejarah PAK (Bandung: Bina Media
Informasi, 2009)73
[93]Robeth. R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek
Pendidikan Agama Kristen: Dari Plato Sampai IG, (Jakarta:BPK GM,
1998), 308
[94]J. L. ChAlbineno , sekitar katekese Gerejawi, (Jakarta: BPK
GM,2005) 39-46.
[95]Daniel Stefanus, D.Th., Sejarah PAK TOKOH-TOKOH BESAR PAK,
(Bandung: Bina Media Informasi, 2009), 73-74
[96]Daniel Stefanus, D.Th., Sejarah PAK TOKOH-TOKOH BESAR PAK, 77-78
[97]Daniel Stefanus, D.Th., Sejarah PAK TOKOH-TOKOH BESAR PAK, 78-79
[98]G. Riemer, Ajarlah Mereka Pedoman Ilmu Katkese, 91
[99]Daniel Stefanus, D.Th., Sejarah PAK TOKOH-TOKOH BESAR PAK, 79
[100]DR. Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Indonesia, (Bandung: BIJI
SESAWI, 2014)
[101]J.L.Ch. Abineno, Sekitar Katakese Gerejawi Pedoman Guru,
(Jakarta: BPK-GM, 2002), 24
[102]...Luther dan Pendidikan, (KN LWF: Pematang siantar, 2012), 13
[103]J. L. Ch. Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi Pedoman Guru, 56
[106] Harianto GP, PAK dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa
Kini,(Yogyakarta: ANDI,2012),76
[107] Harianto GP, PAK dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa
Kini,64
[108]
Harianto GP, PAK dalam Alkitab dan
Dunia Pendidikan Masa Kini,63-64
[109] Harianto GP, PAK dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa
Kini,62
[112] Abineno, J.L. Ch, Sekitar Katekese Gerejawi, 66
[113]
Harianto GP, PAK dalam Alkitab dan
Dunia Pendidikan Masa Kini, 63-64
[114]Ibid, 151
[115] Abineno, J.L Ch, Sekitar Katekese Gerejawi, (Jakarta:
BPK-GM, 2002), 66
[116] Abineno, J.L Ch, Sekitar Katekese Gerejawi, 72
[117] Ibid, 67
[118] Harianto GP, PAK dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa
Kini,(Yogyakarta: ANDI,2012), 67-68
[119] Ibid, 77
Komentar
Posting Komentar
Jika ada tambahan kami sangat menerima dengan senang hati..